***
Jakarta, Mei 2019
Dear Teresa,
Hari ini aku datang ke Jakarta karena ada urusan pekerjaan. Bersama Klarisa yang kini hamil tujuh minggu, aku bertemu Adian di salah satu kafe kopi sederhana di pinggiran kota. Kita bernostalgia membicarakan masa lalu, termasuk tentang dirimu. Ternyata tidak terasa, lebih dari setengah tahun kami kehilangan sosok dirimu.
Awalnya, semua nampak baik-baik saja. Sampai ketika Adian mengenang kembali cerita bersamamu dulu, ia tak kuasa menahan tangis. Tubuhnya sedikit bergetar dengan air mata yang terus mengalir membasahi pipi. Jujur, aku juga sebenarnya ingin menangis saat itu. Tapi, aku sadar bahwa kali ini aku harus kuat.
Aku pernah kehilangan anak, dan sekarang Tuhan memberiku kesempatan kedua untuk menjadikanku seorang Ayah. Namun, itu bukan hal mudah untuk Adian. Butuh waktu yang lama untuk benar-benar belajar bagaimana cara melepaskan sesuatu yang kini tak bisa diraih.
Dan, tak lupa juga aku membeli sebuket bunga matahari kesukaanmu. Seperti biasa, aku akan menyimpan bunga dan surat ini di pusaramu. Oh ya, kali ini Adian menitipkan surat juga. Kalau surat milikku dibungkus amplop putih, sementara milik Adian ada di amplop warna biru tua. Semoga tidak tertukar, ya.
Bye, Teresa. Aku akan datang lagi jika waktu mengizinkan.
Berbahagialah di Surga.
Salam rindu,
Nata
***
Sebuah Episode Tentang Melepaskan -- Selesai