Seharusnya, tatapan dingin Rega saat ini sudah biasa di mata Marlo. Dari sahabatnya yang lain, laki-laki berkacamata itu memanglah yang paling pendiam. Dia hanya bicara seperlunya, menanggapi sesuatu dengan kata oh, dan menjadi yang paling tertutup di antara mereka berempat.
Tapi, hari ini tidaklah sama seperti hari-hari sebelumnya. Rega dan Marlo memiliki masalah pribadi yang tidak mereka bagikan kepada yang lain. Keduanya tak saling bicara lagi, bahkan untuk menatap mata lawannya masing-masing pun seakan terlalu berat untuk dilakukan.
Ditemani oleh Satya dan Rezi sebagai penengah, semuanya berkumpul di rumah Rega untuk menyusun kembali kesalahpahaman puzzle ini. Setidaknya, jangan sampai persahabatan mereka berantakan hanya gara-gara seorang perempuan.
"Sejujurnya gue kaget sih pas tahu kalau Rega putus sama Ayla," kata Rezi membuka percakapan.
Tidak ada yang berkomentar. Rega dan Marlo masih terdiam di dalam pikirannya masing-masing, sedangkan Satya sesekali melihat keduanya dengan perasaan bingung.
"Gue jauh-jauh dateng ke rumah Rega demi bicara soal ini. Speak up, please."
"Nggak usah terlalu mencampuri masalah gue," jawab Rega pada Rezi.
"Ga, denger gue," ucap Marlo cepat. "Ayla itu sahabat gue. Dengan cara lo memutuskan dia--"
"Gue udah nggak cocok sama dia, Mar. Itu alasan gue." Rega langsung memotong.
"Memutuskan hubungan dengan tiba-tiba hanya untuk alasan nggak cocok. Apa kalian pikir itu logis?" tanya Marlo pada Rezi dan Satya.
Satya tidak berani bicara. Ia hanya takut dianggap berat sebelah dalam permasalahan ini dan malah membuat kubu baru pada persahabatan mereka.