Mohon tunggu...
M. Gilang Riyadi
M. Gilang Riyadi Mohon Tunggu... Penulis - Author

Movie review and fiction specialist | '95 | contact: gilangriy@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Perilaku Pengemis Cilik Pasteur Bandung Sering Membuat Kesal

11 Oktober 2018   07:13 Diperbarui: 11 Oktober 2018   07:51 996
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
image by: lampost.co

Jika pembaca orang asli atau pernah datang ke Bandung, tentu sudah tidak asing lagi dengan beberapa ruas jalan besar yang ada di sana, terlebih jalan utama yang memang menjadi perlintasan utama untuk kendaraan bermotor baik untuk dalam kota ataupun menuju ke luar kota. Salah satunya adalah jalan Pasteur. Jalan ini menjadi tempat masuk keluarnya kendaraan dalam dan luar kota, apalagi karena lokasinya dekat dengan jalan tol.

Sudah tidak aneh memang jika di situasi seperti tersebut akan ada beberapa orang yang mengambil kesempatan untuk mencari uang. Ada yang mengamen, menjual minuman, tisu, vitamin, hingga koran, ataupun yang hanya mengemis dengan bermodalkan pakaian kucel dan wajah memelas. Para pembaca pun sepertinya sudah bisa membayangkannya.

Hanya saja, kejadian yang sering saya alami di sana justru membuat kesal. Jalan yang jadi TKP adalah perempatan Pasteur dari arah Gunung Batu. Pada titik ini sudah tidak aneh lagi jika harus menunggu waktu lama ketika lampu merah. Dan, selain orang-orang yang berjualan, ada juga 'pengemis' yang meminta uang dengan cara yang... hmmm kurang enak. Dan jika saya perhatikan pengemis dengan tipe anak kecil usia 5 hingga 10 tahun hanya ada di titik ini.

Dari arah tol Pasteur jarang sekali saya temukan, begitu pula dari arah Surya Sumantri dan BTC. Pada ketiga lokasi tersebut paling hanya ada yang berjualan makanan/minuman atau koran yang masih bisa dikatakan wajar.

Nah, kembali lagi ke lokasi pertama. Di sana banyak anak kecil yang meminta uang. Saya tidak bisa bilang sepenuhnya bahwa mereka pengemis. Karena beberapa di antaranya kadang memberi jasa membersihkan kendaraan ataupun menyanyi. Tapi sebagian pun langsung datang tanpa permisi dengan tangan terbuka alias meminta uang.

Yang sangat disayangkan adalah sikap dari mereka yang sangat menganggu saya hingga berkali-kali. Bahkan, saya rasa bukan hanya saya saja yang merasa terganggu, namun orang lain juga. Untuk detailnya akan saya jelaskan di bawah ini.

1. Seenaknya Mengambil Barang Orang

Ini bukan kejadian pribadi, namun pengalaman dari teman sendiri. Saat itu teman saya menggunakan motor dari arah Gunung Batu dan tibalah di titik tersebut karena lampu lalu-lintas kebetulan sedang merah. Mau tidak mau ya jadi menunggu. Lalu, datanglah anak laki-laki berusia sekitar 7 tahunan. Dia meminta uang, namun teman saya tidak memberinya.

Apa yang kemudian dilakukan anak kecil tersebut?

Anak kecil itu merogoh bagian dashboard motor (tempat menyimpan botol minum atau tiket parkir), dan mencari sesuatu hingga menemukan sarung tangan teman saya. Anak tersebut kemudian mengambilnya tanpa izin teman saya tersebut.

Kesimpulan pertama yang bisa diambil adalah mereka tidak sopan karena mengambil barang tanpa izin.

2. Memaksa Jika Tidak Diberi

Apakah menurut Kompasianer wajar jika kita menolak memberi uang kepada pengemis? Well, menurut saya itu wajar karena masih menjadi hak masing-masing individu. Tapi yang saya temukan di lokasi tersebut benar benar membuat jengkel.

Saat itu saya menunggu lampu merah di sana. Datang anak perempuan yang saya perkirakan berusia di bawah 10 tahun. Dia meminta uang kepada saya, namun saya menolaknya. Tahu apa yang terjadi?

Dia berkata, "Seribu atau dua ribu aja, Kak."

Lagi, saya menolaknya. Kemudian dia melihat dashboard motor saya dan berkata, "Ini ada uang seribu, Kak."

What the... I don't care if she wants that coin. Tapi sikapnya itu menurut saya masih kurang pantas dan membuat rasa respect saya berkurang drastis. Terlebih ketika saya menolak untuk yang ketiga kalinya, dia berkata "Ih, dasar pelit."

3. Mereka Bergerombol

Pada hari yang berbeda dan tempat yang sama, saya menemukan lagi kejadian yang tak kalah menyebalkan. Seorang anak laki-laki yang usianya masih sekitar anak SD, datang meninta uang kepada satu pengendara roda dua. Pengendara tersebut memberinya uang.

Lalu, anak tersebut memanggil teman-temannya. Seingat saya sekitar 3 orang atau lebih. Di sana mereka datang ke pengendara yang sama untuk meminta uang.

Jelas lah, pengendara tadi jadi kaget dan kebingungan karena kedatang tamu tak diundang. Sepertinya ini memang prinsip mereka. Jika ada yang memberi ya harus didatangi agar bisa mendapatkan uang lebih.

4. Menganggu Pengendara

Jelas, poin-poin sebelumnya pun sudah dalam kategori menganggu. Namun kali ini ada kasus lain yang terjadi pada diri saya sendiri.

Anak kecil yang sudah terbiasa ada di sana mendatangi motor saya. Ia mengelap motor saya setelah sebelumnya menuangkan air sabun.

Ketika menolak untuk memberikan uang, ia pergi begitu saja dengan sisa air sabun yang menempel di motor saya. Selain dari momen itu, saya pun melihat kejadian yang sama juga terjadi pada pengendara lain.

5. Mengucapkan Kata-Kata yang Tidak Pantas

Hal ini yang menjadi puncak kekesalan saya karena kejadiannya pun baru saja terjadi. Saya dan adik saya (perempuan, berjilbab) ada di sana dengan kondisi yang lagi-lagi terjebak di lampu merah. Datang anak laki-laki meminta uang kepada kami. Ketika kami menolak, anak itu berkata:

"Kamu bukan Islam. Kamu berkerudung tapi nggak mau memberi."

Really? Seorang anak kecil bisa bicara tentang agama sampai semelenceng itu? I have no idea about this.

...

Itulah 5 alasan yang membuat saya kesal dengan perilaku pengemis-pengemis cilik ini. Entah siapa yang mengajarinya, tapi sangat disayangkan mereka memiliki sikap seperti itu. Terlebih pada usia seperti ini akan mulai membentuk karakter si anak di masa depan.

Saya juga tidak tahu secara pasti apa mereka bersekolah atau justru hanya menghabiskan hari-hari dengan cara seperti ini. Jika tidak sekolah, tambah lagi satu poin yang disayangkan karena mereka tidak melanjutkan pendidikan padahal masih sekecil itu.

Hal lain yang perlu diperhatikan adalah sikap diri masing-masing dalam menanggapi tipe-tipe pengemis seperti ini. Memang, tidak ada yang salah dengan niat baik. Namun, alangkah baiknya kita pun berpikir lebih jauh sebelum melakukan sesuatu. Dari contoh ini misalnya, jika memang berniat memberi bantuan kepada yang membutuhkan bisa dilakukan dengan cara lain. Salah satunya melalui lembaga resmi.

Saya pun biasanya lebih menghargai tipe-tipe orang yang menjual minuman, koran, ataupun bernyanyi dengan alat musik. Karena dari sana kita tahu bahwa mereka setidaknya sudah berusaha. Sekali lagi, tidak ada yang salah ya dengan niat baik. Itu tergantung dari individu masing-masing.

Nah, mungkin itulah sedikit keluh kesah saya kali ini. Entah mau dibilang lebay, berlebihan atau apa lah, yang jelas saya menuangkannya dalam tulisan. Kalau ada Kompasianer yang memiliki pengalaman yang sama, bisa sharing juga ya di kolom komentar :)

Akhir kata, sampai jumpa di tulisan selanjutnya!

-Gilang Riyadi, 2018-

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun