"Rasta..."
Ia berbalik arah. Aku menurunkan kaca penumpang agar bisa mendengar suaranya lebih jelas.
"Aku akan menikah di sini bulan Oktober nanti. Kamu mau datang, kan?"
"Pasti."
Aku menutup pintu kaca meski kami masih bertatapan. Ini terlalu sakit dan terlalu cepat. Aku tidak bisa lagi melihatnya lebih lama lagi. Aku tidak bisa.
Tak lama, Filia berbalik arah masuk menuju lobi hotel. Mungkin ada banyak hal yang harus dia urus untuk reservasi acaranya nanti di sini. Ketika dia sudah menghilang dari sudut mataku, aku masih berada di sini dengan pikiran yang sangat berantakan.
Harusnya, aku senang karena Filia kini sudah bangkit dari sakit hatinya dulu yang disebabkan oleh diriku sendiri. Harusnya, aku juga senang ada laki-laki yang akhirnya bisa membahagiakan dia dan anaknya. Harusnya, aku tahu bahwa meninggalkan dia selama 2 tahun akan merubah banyak keadaan. Dan harusnya, aku tidak perlu menangis saat ini.
Akhir cerita sudah ditentukan. Tidak ada lagi harapan, juga tidak ada lagi penantian yang aku harapkan selama ini. Aku tidak bisa lagi menunggu dia, apalagi jika sampai 1000 tahun lamanya.
Selesai...
*Baca cerita Rasta dan Filia sebelumnya di sini*
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H