1
Aku mendengar mereka,
suara yang memotong angin seperti pedang tipis,
memanggil dari kejauhan,
di luar batas sungai dan rumah-rumah tua ini.
Mereka bebas, lebih bebas dari janji-janji
yang melekat di kota kecil ini,
tapi aku tetap di sini,
berakar seperti pohon tua,
bernyanyi untuk siapa saja yang mau mendengar.
2
Pernah kau lihat burung-burung itu?
Mereka datang dari musim yang lain,
ketika udara dingin menggigit
dan sungai seperti cermin retak.
Mereka bertengger sebentar,
menghapus jejak badai di sayap mereka,
dan meninggalkan kita dengan tanda tanya
yang menggantung di langit abu-abu.
3
Di musim panas, aku melihatnya juga--
berputar di atas sebuah masjid tua,
menyapu bayangan di atap-atap.
Di bawahnya, burung-burung kecil melayang,
tidak tergesa-gesa, tidak tersesat,
menuju ke entah yang jauh,
meninggalkan siapa pun dengan doa-doa,
yang melayang tanpa arah
seperti daun di sungai.
4
Aku tahu kalian punya lagu sendiri,
lagu yang menggema di ruang-ruang sempit,
mengisi udara dengan sesuatu yang berat,
seperti asap yang tidak pernah pergi.
Aku tidak pernah marah, meski aku tahu,
lagu itu bukan milikku, bukan milik siapa pun.
Kita semua bernyanyi untuk sesuatu,
dan itu cukup.
5
Lihatlah burung itu,
mereka tidak melawan badai,
hanya bergerak ke laut,
ke tempat di mana garis horizon
membelah langit dan air,
tenang, seperti cerita yang selesai.
Aku tetap di sini,
menulis cerita-cerita lain
untuk kalian yang mendengar.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H