Kusodori sekotak rokok, sambil berucap, “Nih bagi-bagi sama penjaga yang lain,”
Koko, penjaga tahanan itu pun nyengir kuda sambil membukakan pintu yang terbuat dari besi berkarat itu. Aku coba menyamankan diri, duduk di samping Marni yang menggendong bayi.
“Kenalin, saya Rahma mbak,” ucapku sambil mengulurkan tangan dan disambutnya hangat.
“Boleh saya ngobrol-ngobrol?” tanyaku, mengelus kepala bayinya lagi.
Marni hanya mengangguk. Lalu, kami tenggelam dalam perbincangan.
***
“Saya melahirkan di tahanan. Apa daya, saya ditangkap pihak kepolisian saat kandungan sudah beranjak 9 bulan. Beruntung, ah anggap saja beruntung. Saat ini adik saya masih bersama saya, meski sama-sama di tahanan. Tapi, setidaknya saya di tahanan ada yang menenami”
“Saat itu, pada malam hari. Rumah saya mendadak kedatangan polisi, ramai sekali. Saya yang lagi menyiapkan makan malam, langsung tersentak keluar rumah. Seluruh ruangan di geledah. Saya panik, suami lagi tidak ada di rumah”
“Dua kantong sabu sudah menjadi barang bukti. Polisi berhasil menemukannya di bawah lemari. Ah, kurang cerdik saya menyembunyikannya”
“Perkenalan saya dengan barang haram itu dari adik saya sendiri. Saat itu saya lagi bertengkar dengan suami, ditambah lagi banyak hutang. Adik menawarkan untuk jualan sabu. Untungnya memang lumayan!”
“Sesekali setiap sabu kiriman tiba di rumah, satu kantong saya sisihkan untuk diri sendiri. Saya ketagihan!”