"Oh gitu yah. Selo, gak apa-apa bro," ucapnya.
"Abang agen atau loper?" saya melanjutkan percakapan demi menebus dosa ketidaktertarikan saya pada dagangannya.
"Gua loper. Ngambil koran di agen pasar Senen," jawabnya.
Saya hanya mengangguk-angguk tanda memahami yang Ia bicarakan. Beberapa pertanyaan sebetulnya ingin saya ajukan, diantaranya terkait kondisi penjualan koran konvensional hari-hari ini. Namun saya urungkan, rasa-rasanya pertanyaan tersebut kadung sensitif. Sebelum sempat mengajukan pertanyaan lain, beliau kembali melanjutkan pembicaraannya yang terpotong oleh anggukan saya.
Menurutnya, hanya pelanggan lama yang bisa diandalkan untuk mendapat uang makan sehari-hari, tak ada lebih. Ia juga menyebut minat baca masyarakat kian hari kian menurun, padahal Ia sendiri tahu kecepatan media online telah merusak pasar media konvensional.
"Sekarang kalo bukan nganter koran ke langganan, sepi banget peminat koran. Kata orang, di jaman modern semuanya serba maju. Tapi kita malah ngalamin kemunduran," pekiknya lagi.
Alih-alih merespon pernyataan yang Ia lontarkan, saya malah menggaris bawahi beberapa kata kunci yang Ia sebut, "sepi", "modern", dan "kemunduran". Tiba-tiba dengan pikiran yang masih berkecamuk, saya terngiang-ngiang beberapa potongan lirik dari bait awal "Lagu Kesepian"-nya Efek Rumah Kaca.
Ku tak melihat kau membawa terang
Yang kau janjikan
Kau bawa bara serak di halaman
Hingga kekeringan
Bait pembuka di lagunya ERK tersebut betapa pun relevan dengan keadaan beberapa kalangan dewasa ini, kemajuan teknologi tak sepenuhnya membawa terang. Melainkan membawa kekeringan di halaman mereka sendiri. Sekali lagi ini tak hanya berlaku bagi loper koran, dalam beberapa bidang profesi lainnya modernitas kerap bertarung sengit dengan konvensional.
Dan tak seluruh modernisasi sanggup membawa peradaban menjadi lebih baik. Terkadang modernitas juga bertarung dengan dirinya sendiri, tak ubahnya ketika gerai kelontong Amrik yang berguguran di Jakarta beberapa tahun silam.
Lantas apa sebenarnya yang bikin ribut jikalau modernitas dan modernitas saja bisa silih tumpas? Tujuan politis, kekuasaan raja-raja, atau malah setiap peperangan pro-kontra itu merupakan peninggalan sejarah pemerintah kolonial Hindia Belanda yang senantiasa kita lestarikan.