Pelatih timnas Indonesia Alfred Riedl memberi arahan saat pertandingan laga final Piala AFF Suzuki Cup 2016 leg pertama di Stadion Pakansari, Cibinong, Bogor, Jawa Barat, Rabu (14/12/2016). Indonesia menang 2-1 atas Thailand dan akan bertanding di final Piala AFF Suzuki Cup 2016 leg kedua di Stadion Rajamangala, Thailand, Sabtu (17/12/2016) mendatang.(KOMPAS IMAGES/KRISTIANTO PURNOMO)
Pelatih kawakan yang pernah membawa Indonesia merengkuh posisi runner-up dua kali beruntun pada Piala AFF 2010 dan 2016, Alfred Riedl, dikabarkan tutup usia di kediamannya di Pottendorf, Austria, pada Senin (7/9) malam waktu setempat. Seperti dilansir media yang berbasis di Austria, Kurier.
"Beristirahatlah dalam damai, coach Alfred. Teman dan mentorku. Terima kasih atas persahabatan dan seluruh ilmu, pengetahuan, serta pengalaman yang kau berikan kepadaku," ucap mantan asistennya di Timnas Indonesia, Wolfgang Pikal. Seperti dinukil dari Pandit Football.
Pelatih yang juga sempat membesut PSM Makassar ini wafat dalam usia 70 tahun akibat penyakit kanker. Karir Riedl sebagai pelatih tim nasional dimulai di negaranya sendiri, kala menukangi timnas Austria, sejak 31 Oktober 1990 sampai 9 Oktober 1991. Dalam kurun waktu tersebut, kiprahnya sebagai juru racik timnas Austria terbilang singkat.
Mendiang hanya menjalani 8 laga internasional dengan catatan 4 kali kalah, 3 kali imbang dan hanya sekali meraih kemenangan. Justru karirnya menanjak saat berlabuh di Asia Tenggara.Â
Pada tahun 1998, Riedl memutuskan menangani timnas Vietnam. Ia menangani Nguyen cs dalam tiga periode (1998-2000, 2003-2004, dan 2005-2007).
Vietnam dibawanya mencapai runner-up sebanyak 5 kali, yakni di Piala AFF (1988) dan King's Cup (2006) -- King's Cup merupakan turnamen tahunan yang dihelat federasi sepak bola Thailand sejak 1968 --, serta 3 kali di SEA Games (1999, 2003, dan 2005).
Atas jasanya membangun fondasi sepak bola Vietnam, Ia begitu dikagumi dan dihormati disana. Seperti yang terjadi 13 tahun silam, ketika Riedl harus menjalani operasi cangkok ginjal dan pada saat bersamaan ribuan suporter Vietnam dari berbagai kalangan menawarkan diri sebagai pendonor ginjal.
Seorang suporter kemudian dipilih untuk menjadi pendonor dan sejak saat itulah ikatan antara Riedl dan Vietnam tak terputus. Salah satu sikap yang tentu kita ingat adalah ketika tim yang dibesutnya mencetak gol/menang atas Timnas Vietnam, Ia kerap menolak melakukan selebrasi.
Setelah membangkitkan revolusi sepak bola Vietnam, Riedl berkelana ke sebuah negeri yang sepak bolanya bisa dikatakan semenjana, yakni Laos. Posisi pelatih kepala Ia emban pada periode 2009-2010. Sementara di periode kedua, Ia menjabat direktur teknik (2011-2012).
Tangan Midas Alfred Riedl di Indonesia
Di Indonesia, Alfred Riedl dikontrak PSSI dalam 3 periode berbeda, yakni 2010-2011, 2013-2014, dan 2016-2017. Statistiknya bersama tim Garuda cukup mentereng, dalam 17 laga, Riedl berhasil menghimpun statistik ciamik dengan 10 kali menang, 3 seri, 4 kalah, 36 memasukkan, 26 kemasukkan, dan +10 selisih gol.
Pada periode pertama, bersama Cristian Gonzales cs, Riedl berhasil membawa Timnas masuk ke babak final. Lawan Indonesia di final kala itu adalahTimnas Malaysia yang sempat dibungkam pada pertandingan perdana fase grup dengan skor 5-1.Â
Namun di partai final, Indonesia secara mengejutkan kalah dari tim yang dibesut oleh Raja Gopal dengan agregat 2-4. Selepas gelaran tersebut Riedl sempat kehilangan jabatannya pada 13 Juli 2011.
Namun pada Desember 2013 Riedl kembali dan menandatangani kontrak selama tiga tahun, setahun berselang kontraknya diputus atas kesepakatan bersama. Hal itu disebabkan oleh gagalnya Tim Garuda melaju ke semifinal Piala AFF 2014, alias tereleminasi di fase grup.
Meski begitu, Ia kadung jatuh hati dan tak bisa jauh-jauh dari Indonesia. Tak lama selepas meletakkan jabatan pelatih Tim Nasional Indonesia Ia berlabuh ke Makassar.
Pada awal tahun 2015 Riedl resmi menukangi PSM, meskipun kemudian kiprahnya bersama pasukan Ramang hanya seumur jagung, sebab pada bulan April di tahun yang sama Ia undur diri.
Setahun berselang, Ia kembali didapuk sebagai pelatih kepala Timnas Indonesia untuk menukangi Boaz Solossa cs di Piala AFF 2016. Tak gampang menerima tawaran ini sebab Sepak Bola Indonesia baru saja terbebas dari sanksi FIFA.Â
Perekrutan pemain pun sempat terganggu karena klub hanya bersedia melepas maksimal dua pemainnya ke Timnas sebab saat itu kompetisi dalam negeri masih berjalan dengan sengit.
Namun demikian Riedl kembali berhasil membangunkan harapan publik sepak bola tanah air untuk kedua kalinya.
Dengan segala hiruk pikuknya, Riedl berhasil mereplika prestasinya di Piala AFF 2010 dengan membawa Timnas ke final AFF edisi 2016.Â
Meski akhirnya di partai puncak sendiri skuat merah putih mesti mengakui kekalahan dari Thailand, Teerasil Dangda cs berhasil membungkam tim Garuda dengan agregat 2-3. Itulah kali terakhir Riedl berupaya untuk merayakan senyuman bersama publik Indonesia.
Kini, Riedl Sudah Tersenyum
Alfred Riedl identik dengan ekspresi datarnya kala mendampingi tim bertanding maupun berlatih. Penulis bahkan sempat dua kali menyoroti hal ini kala Riedl membesut Irfan Bachdim cs dan di periode kedua Riedl saat menangani Stefano Lilipaly cs.Â
Tak jarang ekspresi jutek mendiang terpasang di televisi, entah saat timnya menang atau mencetak gol, ekspresinya tak pernah berubah.
Bahkan mantan anak buahnya di Timnas Indonesia di Piala AFF edisi 2010 mengamini hal ini, tak lain dan tak bukan adalah Bambang Pamungkas yang mengutarakan hal demikian dalam acara Bepe20 Bicara.
Dirinya bercerita tentang ekspresi datar sang pelatih selepas Ia berhasil mencetak gol di pertandingan terakhir fase grup A melawan Thailand di AFF 2010.
"Tentu kita masih ingat Piala AFF 2010 ketika sebuah pertandingan terakhir grup A antara Indonesia melawan Thailand. Sebuah pertandingan yang secara hasil tidak penting tapi secara psikologis pertandingan tersebut penting. Kenapa? Karena Indonesia hampir tak pernah menang selama 15 tahun terakhir," ungkap Bepe.
"Sementara bagi Thailand sendiri, mereka harus menang. Draw atau mendapat satu poin tidak akan bisa menyelamatkan mereka untuk melaju ke babak berikutnya. Mereka keluar dengan sekuat tenaga. Pelatih Thailand ketika itu adalah Bryan Robson. Ketika itu Indonesia tertinggal satu gol," lanjutnya.
"Menit ke-68 saya masuk, saya mencoba untuk bekerja keras, mencoba untuk in dengan pertandingan, mencoba membantu teman, mencoba menjalankan peran saya. Hingga akhirnya datanglah di menit ke-83, Eka Ramdani melakukan crossing bola ke jantung pertahanan Thailand sehingga menghasilkan kemelut. Ketika itu Cristian Gonzales ditarik oleh pemain Thailand dan wasit menunjuk titik putih," lanjut dia lagi.
"Terjadilah sebuah adegan. Ketika tak ada yang mau mengambil penalti, saya melihat ke bangku cadangan, ada muka pelatih saya [ekspresi datar khas Riedl]. Akhirnya saya memberanikan diri untuk menjadi eksekutor penalti," tambahnya.
Dan seperti kita ketahui bersama, Bepe berhasil menceploskan bola ke gawang Shintaweecai sekaligus menambah pundi-pundi golnya bersama Timnas Indonesia sebanyak 33 gol sepanjang karirnya.
"Namun [ketika Bepe melihat ke bench] tidak ada reaksi kegembiraan sama sekali," pekik dia seraya menunjuk foto Riedl yang terpampang di layar monitor. Saat itu, Riedl masih dengan muka datarnya di pojok bench.
Sekelumit cerita tersebut sedikit banyak membawa kita bernostalgia pada sosok yang mahal senyum itu. Nyaris sepanjang membesut Tim Nasional Indonesia Riedl memang dikenal jarang tersenyum, mungkin seandainya Timnas berhasil juara di dua final beda edisi tersebut, saat itulah kita dapat menikmati senyuman Riedl di lapangan.Â
Namun, hari ini dapat kita bayangkan betapa sosok yang sulit tersenyum itu meninggalkan kita semua dengan senyuman terbaiknya, tersenyum selamanya.Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H