Ia mulai bangkit dan tanpa memilih Ia meraih salah satu pegangan tangan bus yang bergelantungan. Waktu rasanya terlalu bergegas ketika kita mengalihkan perhatian pada sesuatu yang lebih menarik. Namun, Ia membalikan badannya lagi.
"Kurasa tak elok menjadikan perkawinan sebagai premis lucu-lucuan saja. See you," pungkasnya seraya bergegas dan menyunggingkan senyuman. Aku hanya bergumam, mengapa bus yang kutumpangi terasa begitu cepat bergegas. Mengapa aku bertemu dengannya, serta pertanyaan lainnya yang saling melintas di benak.Â
Semuanya kurangkum lagi, hanya perkataan menikah yang kuingat. Indah, indah sekali. Sebagaimana orang-orang mendambakannya, namun kepergian dan rasanya kehilangan mengubah semuanya jadi getir, sepi, sendiri. Seperti aku dan beberapa penumpang bus lainnya yang tersisa. Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H