“Jangan pernah berhenti untuk mendukung sepak bola Indonesia. Yakin selalu ada harapan bagi yang berdoa, selalu ada waktu yang tepat bagi yang bersabar, dan selalu ada jalan bagi yang tidak pernah lelah berusaha,” demikian tulis Ibu.
Lewat surat terbuka ini sudah semestinya saya menyampaikan maksud dan tujuan saya. Yakni sekadar mengucapkan rasa terima kasih atas kinerja dan perubahan-perubahan yang terjadi untuk sepak bola Indonesia pada umumnya.
Namun secara khusus sebagai pribadi juga sudah semestinya bagi saya untuk menghaturkan rasa terima kasih sebab Bu Sekjen telah senantiasa menjaga harapan saya terhadap sepak bola Indonesia yang lebih baik lagi bahkan disaat Ibu tak lagi berseragam PSSI.
Barangkali saya mesti meminta filsuf eksistensialisme, Soren Kierkegaard, untuk membantu menutup surat terbuka ini. Menurut Kierkegaard, cinta sejati bisa membuat orang yang dicintainya merasa berhutang. Senada dengan diktum Bu Sekjen dalam mencintai sepak bola yang disebut di atas.
Rasa-rasanya Bu Sekjen, maksudnya Ratu Tisha Destria, eks sekjen PSSI, telah mengerjakan program kerjanya dengan penuh cinta di PSSI. Saya atau mungkin kami berhutang karenanya.
Demikian surat terbuka ini saya muat atas dasar rasa cinta yang sama terhadap sepak bola nasional.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H