Secara pemahaman taktikal, debut Srdan Ostojic saat bertandang ke markas Sriwijaya FC Sabtu sore (21/7) cukup brilian. Selain tidak kebobolan, eks kiper FK Zemun, Serbia, itu juga melakukan beberapa penyelamatan ciamik dengan teknik tepisan tingkat tinggi. Lebih lagi sebagaimana kemampuan kiper modern, Ia piawai dalam melakukan build up, akurat dalam mengumpan, dan bisa jadi sweeper untuk mengadang serangan yang tercipta dari situasi satu lawan satu.
Alberto Goncalves pun dibuat frustasi oleh permainan kiper bernomor punggung 83 ini. Bukan hanya berhasil meredam upaya mencetak golnya melainkan juga style of play Ostojic yang membuat permainan Arema lebih hidup dari bawah. Selain itu, keberadaannya didukung oleh bek-bek kawakan yang berkualitas seperti duet Hamka Hamzah-Arthur Cunha yang juga berani memegang bola lebih lama di area defense.
Ostojic bisa jadi merupakan salah satu rekrutan anyar terbaik setelah Makan Konate, Hamka Hamzah, Alfin Tuasalamony, dan Yeon GI-Sung (masih trial). Karena selain kinerja luar biasa dalam memperbaiki catatan kebobolan, Ostojic juga bisa jadi kunci permainan saat memulai serangan.
Pelatih Kiper Asing Belum Maksimal
Tentunya ada cara lain untuk meningkatkan kualitas kiper demi mengikuti tren perkembangan sepak bola modern. Adalah dengan cara mengontrak pelatih kiper asing untuk mendongkrak intensitas latihan supaya kualitas kiper meningkat. Seperti yang dilakukan beberapa kontestan GO-JEK LIGA 1.
Borneo FC mengontrak Luizinho Passos (Brasil), Barito Putera bersama Felipe Americo (Brasil), dan PSIS Semarang yang memercayai Andrew Petterson (Australia). Dari data yang dilansir labolatorium sepak bola ternama, Labbola, manfaat keberadaan pelatih kiper asing masih bisa diperdebatkan.
Sejauh ini hanya Borneo FC yang bisa dibilang mendapat manfaat positif dari kehadiran juru latih kiper asing itu. Performa Muhammad Ridho berhasil dikatrol menjadi lebih baik. Selain itu saat M. Ridho absen dipanggil pelatnas untuk Asian Games, Borneo seolah tak keberatan berkat hadirnya pelapis yang sepadan dalam diri Nadeo Agrawinata. Kontribusi pelatih kiper berpaspor Brasil ini cukup dirasakan tim Pesut Etam dengan mengorbitkan kiper muda berkualitas.
Deflasi Kiper Asing
Sangat jarang pelatih tim yang berlaga di Liga Indonesia memberikan satu slot tenaga asing di posisi kiper. Mayoritas pemain belakang, gelandang, dan penyerang. Mungkin karena keterbatasan aturan, para pelatih ingin lebih memaksimalkan tenaga asing di posisi lain. Terlebih kualitas kiper lokal kita juga tak beda jauh dengan kiper asing.
Seperti kita ketahui bersama, regulasi pemain asing kerap berubah-ubah setiap musimnya, musim ini operator kompetisi menerapkan aturan 3 non Asia + 1 asia. Sedangkan di musim sebelumnya ada tambahan marquee player di balik formasi 3 non Asia + 1 Asia.
Bahkan beberapa tahun kebelakang Liga Indonesia sempat menggunakan regulasi 5 pemain asing. Dan di fase itulah, terakhir kali kita menyaksikan kiper-kiper asing beredar di Liga Indonesia. Terhitung sejak musim 1994-sekarang kiper asing yang tampil di Indonesia bisa dihitung dengan jari.