Pembatasan hanya dua pemain tiap klub yang boleh memenuhi panggilan Negara dirasa kurang elok. Di tengah kondisi sepakbola nasional yang baru saja pulih dari banned FIFA, hal semacam itu seharusnya tidak boleh terjadi demi kepentingan bersama untuk mendongkrak posisi Indonesia di rangking FIFA yang anjlok dalam setahun terakhir.
Namun, Riedl bersama asistennya Wolfgang Pikal tak gentar apalagi menyerah. Mereka mengakali keterbatasan pemilihan pemain itu dengan memanggil pemain-pemain muda dan memanggil pemain-pemain yang berkiprah di luar negeri. Sialnya, pemain yang merumput di Divisi 2 Liga Jepang cedera jelang menit-menit akhir. Opsinya adalah memanggil pemain baru. Namun Riedl dibuat naik darah ketika pemain yang ia inginkan tidak disetujui oleh pihak klub padahal klub tersebut baru menyumbang satu pemain dan masih bisa menyerahkan satu pemainnya untuk ikut bela Negara di AFF Suzuki Cup 2016 kali ini.
Sampai pada akhirnya semua berjalan tidak sesuai dengan rencana, belum didapatkannya sosok pengganti Irfan Bachdim dirasa membuat strategi Riedl tak berjalan dengan mulus. Metodegegenpressing yang dijanjikan Riedl tidak terlihat sama sekali di laga melawan Thailand mengingat dalam beberapa uji coba jelang Piala AFF hanya kakak ipar Kim Jeffrey Kurniawan yang mampu memperagakan pressing ketat dari lini depan. Kini tak ada yang memulai pressing ketat itu, alhasil pemain terlihat menunggu di area mereka sendiri.
Pelbagai masalah dihadapi Riedl dalam menjalankan tugas kenegaraannya. Dia tahu Indonesia merupakan Negara yang dikerumuni potensi sepakbola yang luar biasa akan tetapi ia sadar pengelolaannya kurang baik. Terlalu banyak yang menciptakan masalah ketimbang solusinya. Agaknya berat bagi Riedl untuk memberikan yang terbaik untuk Indonesia jika ia sendiri tidak pernah diberikan yang terbaik.
Akan tetapi kita perlu membuka catatan sejarah Riedl, acapkali ia menangani timnas sebuah Negara ia selalu mengukir sejarah baru dalam konteks sejarah positif. Kemarin di Vietnam dan Laos hanya baru rekor-rekor yang diukir Riedl namun saat ini di Indonesia apa sudah saatnya ia memberikan sejarah baru dengan membawa gelar ke tanah air ditengah-tengah situasi pelik selepas banned FIFA dan Kongres PSSI. Penulis jadi tidak bisa bayangkan jika Alfred Riedl melatih Timnas Indonesia dalam keadaan baik-baik saja tanpa himpitan masalah. Juara? Bukan tidak mungkin.
*ket: artikel ini dibuat saat fase grup piala AFF 2016 berlangsung. Pernah dimuat di Pandit Football dan Mengbalis.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H