Perusahaan-perusahaan akan menaruhkan iklan media mereka bila media tersebut mendapatkan engagement yang tinggi dari masyarakat. Untuk televisi, salah satu yang menjadi pertimbangan tinggi adalah rating.
Padahal rating televisi tidak menunjukkan kualitas program tersebut, hanya menunjukkan kuantitas dari orang yang menonton.
Konon, sebenarnya iklan di NET TV masih bertumbuh dengan masif. Pada tahun 2018 mereka meraup pendapatan sekitar 110 triliun. Namun kue iklan tersebut didominasi oleh program-program TV ala sinetron seperti yang ditayangkan oleh kompetitornya, bukan konsep yang diusung oleh NET TV lagi.
Jadi sepertinya logis bila NET TV menghilangkan beberapa program "idealisme" karena mendapatkan share rating yang rendah, mau gimanapun juga televisi butuh cuan dari iklan.
Bila melihat fenomena yang sedang terjadi, NET TV sepertinya akan bertoleransi dengan idealisme yang mereka punya dan mulai menurunkan "kualitas" program televisi mereka sesuai dengan minat masyarakat Indonesia pada umumnya.
Jadi jangan kaget bila nantinya NET TV akan menurunkan standarnya dan tidak ada terobosan konten-konten pertelevisian yang istimewa, karena masyarakat yang menginginkan hal itu tidaklah banyak.
Sebagian besar dari mereka lebih memilih sinetron yang tayang setiap hari dan juga gosip-gosip panas para artis, dari drama "ikan asin" hingga pindah agamanya para selebriti.
Bila NET mempunyai konten yang bagus namun tidak mempunyai profit yang mumpuni, bagaimana mereka bisa bertahan?
Apakah NET TV akan kolaps? Semoga saja tidak.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H