Kontestasi Pemilihan Umum (Pemilu) 2019 untuk menentukan siapa presiden dan wakil presiden dalam lima tahun ke depan nampaknya masih belum berakhir dan telah memasuki babak baru.
Pemungutan suara warga negara indonesia (WNI) baik yang ada di dalam maupun luar negeri sudah dilakukan pada tanggal 17 April 2019 yang lalu, dan saat ini sedang dilaksanakan rekapitulasi suara oleh Komisi Pemilihan Umum (KPU).
Hingga saat ini (22/4) berdasarkan laman pemilu2019.kpu.go.id, dengan jumlah suara yang masuk sebesar 17,06 persen, pasangan 01 Joko Widodo-Ma'ruf Amin masih unggul 55.02 persen, sedangkan 02 Prabowo-Sandiaga mendapatkan suara sebesar 44,98 persen.
Kitapun masih menunggu rekapitulasi dari penghitungan suara dan penetapan pasangan presiden yang terpilih pada 22 Mei 2019 mendatang yang dilakukan secara manual dan terbuka ini.
Namun pada sebelumnya, beberapa lembaga survei telah melakukan penghitungan cepat atau quick count untuk memprediksikan hasil real count yang penghitungannya dilakukan secara ilmiah berdasarkan ilmu statistik.
Hasil quick count dari Litbang Kompas menunjukkan bahwa pasangan nomor urut 01 unggul dengan mendapatkan suara sebesar 55.48 persen, sedangkan pasangan nomor urut 02 mendapatkan suara sebanyak 44,52 persen dengan suara tidak sah 1,82 persen dan suara tidak digunakan 18.90 persen.
Litbang Kompas diketahui sudah melakukan hitung cepat pemilu sejak tahun 2007 lalu dan secara keseluruhan masih berada di bawah margin of error yakni di bawah satu persen dan bahkan mendekati hasil akhir dari rekapitulasi KPU.
Tidak hanya Litbang Kompas, beberapa lembaga survei seperti Indo Barometer, Charta Politika, Poltracking, Indikator, SMRC satu suara bahwa berdasarkan hasil quick count yang dilakukan bahwa pasangan 01 Joko Widodo-Ma'ruf Amin memenangkan kontestasi Pilpres 2019 ini dengan angka yang tidak jauh berbeda.
Bahkan lembaga survei ini juga membuka metodologi di balik hitung cepat yang mereka lakukan untuk menunjukkan kredibilitas bahwa yang mereka lakukan berdasarkan metodelogi yang ilmiah dan tidak melakukan rekayasa.
"Buka-bukaan" lembaga survei ini dilakukan setelah ada tudingan dari pihak 02 bahwa quick count yang dilakukan oleh lembaga lembaga survei tersebut adalah bohong karena hasilnya berbeda dengan hitung cepat yang dilakukan oleh internal BPN Prabowo-Sandi.
Bahkan, Prabowo-Sandi juga sudah mendeklarasikan kemenangannya di kediamannya di Jalan Kertanegara, Jakarta sebagai presiden terpilih yang akan memimpin Indonesia pada periode 2019-2024 mendatang.
Dalam acara deklarasi kemenangan tersebut juga Prabowo mengatakan bahwa Rakyat Indonesia sudah sadar dan tidak bisa dibohongi lagi.
"Kecurangan" dalam Pemilu
Badan Pemenangan Nasional (BPN) Prabowo-Sandi mengindikasikan telah terjadi kecurangan dalam pemilu, seperti yang terjadi di Selangor Malaysia, dimana terdapat surat suara yang sudah tercoblos pada kotak 01.
Selain itu, BPN juga mengindikasikan kecurangan yang dilakukan oleh KPU dimana terdapat salah input data yang tidak sesuai dengan lembar C1 yang disinyalir mengutungkan pihak 01 dan merugikan 02.
Setidaknya terjadi kesalahan entri pada lima buah C1 di Maluku, Nusa Tenggara Barat, Jawa Tengah, Riau dan Jakarta Timur.
Komisi Pemilihan Umum (KPU) mengungkapkan bahwa kesalahan input data C1 adalah Human Error bukan serangan siber atau sesuatu yang disengajakan, karena apabila "kecurangan" dalam entry data dilakukan maka seharusnya data pada C1 juga dirubah.
Selain itu, BPN Prabowo-Sandi mengklaim bahwa pihaknya menemukan adanya 1.261 dugaan tindakan kecurangan dalam pemilu 2019 yang ada di seluruh wilayah Indonesia.
Salah satu kecurangan yang sering terjadi dan BPN temukan adalah adanya kertas suara yang dobel yang dicoblos oleh satu orang.
Mantan Ketua Hakim MK, Prof Mahfud MD pada tayangan Indonesia Lawyer Club pada 8 Januari 2019 lalu mengatakan bahwa KPU akan selalu salah di mata yang kalah.
Mahfud mengungkapkan bahwa dia menjadi hakim ketika kasus-kasus kecurangan pada pemilu banyak terjadi. Mahfud juga  mengatakan bahwa pihak yang kalah dalam pemilu langsung berkata ada kontestan yang curang. Sesudah dilakukan pemeriksaan di pengadilan ditemukan bahwa kecurangan tidak terjadi pada kontestan namun pada elemen bawah.
Dan kecurangan yang terjadi di bawah adalah silang, yakni sama-sama melakukan kecurangan.
Mahfud MD juga mengatakan bahwa bila terdapat kecurangan, lantas Pemilu yang sudah dilangsungkan tidak serta-merta menjadi batal.
Hasil pemilu bisa dinyatakan batal ketika kecurangan yang terjadi bersifat signifikan, bila salah satu pasangan kalah 5 juta suara dan hanya bisa membuktikan lima ratus suara maka akan tetap kalah.
Karena kecurangan dalam pemilu tetap ada, dan hasil Pemilu bisa dibatalkan ketika kecurangannya signifikan akan mempengaruhi suara yang ada.
Masihkah Ada Harapan untuk Prabowo-Sandi ?
Apabila nanti hasil quick count yang dilakukan oleh lembaga survei (Litbang Kompas) sama dengan real count pada 21 Mei 2019 mendatang yakni dimenangkan oleh pasangan 01 Jokowi-Ma'ruf Amin, bolehkan BPN Prabowo-Sandi tidak terima dengan hasil rekapitulasi Pemilu dari KPU?
Tentu saja hal tersebut boleh dan wajar, namun baik BPN, Prabowo bahkan TKN Jokowi-Ma'ruf Amin tidak mempunyai hak untuk membatalkan hasil keputusan KPU karena Prabowo tidak mempunyai legal standing melakukan pembatalan hasil rekapitulasi suara dari KPU.
Bahkan Mahkamah Konstitusi (MK) juga tidak mempunyai kewenangan untuk membatalkan hasil rekapitulasi pemungutan suara tersebut. Yang bisa MK lakukan adalah memutuskan satu per satu kasus kecurangan yang dibawa, sehingga pembatalan akan dimungkinkan bila terjadi perubahan suara yang signifikan bagi kedua calon.
Sebagai contoh, bila terjadi dugaan kecurangan di 20 TPS maka MK akan memproses 20 TPS tersebut, bila terbukti terjadi kecurangan maka hasilnya akan masukkan ke data nasional.
Pihak BPN 02 atau Prabowo juga tidak bisa mengadukan gugatan kecurangan berdasarkan hasil quick count karena gugatan dugaan kecurangan yang diterima oleh MK adalah hasil pleno dari KPU bukan lembaga survei, sehingga bila Prabowo ingin mengajukan gugatan ke MK hanya bisa dilakukan setelah 21 Mei 2019 mendatang.
Bila seandainya hasil Real Count KPU sama dengan Quick Count dari Litbang Kompas maka selisih suara antara Jokowi dan Prabowo sekitar 10,96 persen dikalikan dengan 192 juta setara dengan 21 juta.
Dan rasa-rasanya sangat tidak mungkin bagi BPN Prabowo-Sandi membuktikan adanya kecurangan yang masif, terstruktur dan sistematis hingga 21 juta suara tersebut.
Saat ini kita hanya menunggu hasil rekapitulasi resmi dari KPU hingga penetapan calon presiden dan wakil presiden terpilih untuk 2019-2024 mendatang. Bila satu pihak mengajukan gugatan ke Mahkamah Konstitusi karena adanya dugaan tindakan kecurangan maka biar lewat MK lah semuanya dibuktikan dugaan tindakan kecurangan tersebut.
Tidak perlu gaduh riuh hingga harus menyebabkan goncangan pada stabilitas keamanan negara, karena akan ada pihak-pihak yang dengan sengaja mencoba membuat kekacauan di Indonesia.
Apapun hasilnya nanti, siapapun yang menjadi Presiden Republik Indonesia yang sudah diputuskan KPU dan MK maka kita harus menerimanya entah itu orang yang kita dukung untuk dipilih atau tidak, karena mereka mempunyai legal standing yang sah dan kita harus mematuhi hukum yang berlaku tersebut. Kita harus tunduk di bawah hukum dan persoalan kamu suka atau tidak dengan pasangan terpilih nanti, itu hal yang berbeda.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H