Sebuah ironi dan paradok terkait ancaman narkoba di Indonesia, dari 71 narkotika jenis baru yang sudah masuk di Indonesia, 70 persen napi di lapas adalah terkait narkoba hingga kinerja pemerintah memberantas narkoba
Seorang politikus dan Mantan Wakil Sekjen Partai Demokrat Andi Arief ditangkap polisi karena diduga menggunakan narkoba jenis sabu di sebuah hotel kawasan Slipi, Jakarta Barat pada Minggu (3/3/19) malam.
Berdasarkan pemeriksaan tes urine, diketahui bahwa Andi Arief positif mengandung methaphetamine atau narkoba yang disebut sabu.
Namun karena tidak ditemukan barang bukti yang cukup kuat, maka Andi Arief tidak dijebloskan ke dalam penjara dan akan menjalani rehabilitasi dengan rawat jalan.
Dan selama direhabilitasi, Andi Arief akan berada dibawah pengawasan Badan Narkotika Nasional (BNN) selama tiga atau enam bulan, tergantung penentuan lama Andi Arief akan menjalani rehabilitasi.
Zul Zivilia dan Deretan Artis dan Politisi dalam Jerat Labirin Narkoba
Selain Andi Arief nama yang mencuat muncul di bulan Maret terkait kasus penyalahgunaan narkoba adalah artis Zul Zivilia yang ditangkap aparat kepolisian pada hari Jumat (1/3/2019) di Apartemen Gading River View City Home kawasan Kelapa Gading Barat, Jakarta Utara.
Dari penangkapan Zul ini polisi menyita sebanyak 24 ribu butir ekstasi, 9.5 kilogram sabu. Dengan barang bukti sebanyak itu Zul diancam hukuman pidana mati atau pidana penjara seumur hidup atau pidana paling singkat enam tahun dan paling lama 20 tahun dan denda dari 1 hingga 10 Miliar.
Tidak hanya Zul dan Andi Arief, ada beberapa orang dari deretan politikus yang terjerat Narkoba. Dalam kurun Maret 2016 hingga Maret 2019 terdapat 8 politikus yang ditangkap oleh polisi terkait narkoba.
Nama-nama ini seperti Ahmad Wazir Noviadi Mawardi mantan Bupati Ogan Ilir sekaligus politikus Golkar, I Nyoman Wirama Putra anggota DPRD Tabanan, Indra J Piliang politikus Golkar, Ketua DPD PAN Jambi dengan inisial HZ, Jro Gede Komang Swastika, eks Wakil Ketua DPRD Bali dan politikus Gerindra, Kader NasDem Ibrahim Hasan, Anggota DPRD Kab Gorontalo politikus Gilkas Amin Mootalu dan terakhir Andi Arief.
Sedangkan untuk kalangan selebriti, ada beberapa nama besar yang juga terjerat kasus narkoba seperti Steve Imanuel, Jennifer Dunn, Fachri Albar, Roro Fitria, Reza Bukan, Dhawiyah, Tio Pakusadewo hingga (alm) Pretty Asmara.
Fakta-fakta ini menyiratkan bahwa mereka yang seharusnya dianggap sebagai publik figur, tokoh masyarakat yang wajahnya ada di berbagai media dan diharapkan menjadi panutan dan mengedukasi orang "biasa" justru malah yang menjadi pengguna bahkan pengedar dari barang haram ini.
Setidaknya dari hal ini kita harus mengerti dan membuka mata, bahwa lingkungan yang sedang kita hadapi dalam keadaan yang tidak baik-baik saja, ada ancaman serius yang membutuhkan konsen kita.
Ada dua fakta yang tidak bisa kita hindari terkait narkoba di Indonesia seperti 71 narkotika jenis baru sudah masuk di Indonesia dan sekitar 70 persen narapidana yang berada di penjara adalah pelaku narkoba.
71 Narkotika Jenis Baru Masuk di Indonesia
Hal ini tentu menjadi kenyataan yang menyedihkan sekaligus membuat kita menjadi was-was terkait permasalahan hal ini.
Satu narkotika dan psikotoprika jenis baru yang sudah masuk di Indonesia ini berbentuk tembakau, tepung dan cair, benda-benda yang sangat dekat di lingkungan kita yang bahkan tidak perlu suntikan lagi untuk mengkonsumsinya.
Dan belum lama ini polisi menyita 9 ribu pil narkoba jenis baru yang disebut diamon atau pil MXE.
Sedangkan narkotika dalam bentuk cair salah satunya adalah campuran tetra hydro karabinol (THC) yang terdapat pada ganja. THC ini juga dicampur dengan liquid vape.
Narkoba jenis baru ini tidak termasuk golongan narkotik dan psikotropika karena tidak ada di dalam UU Indonesia, dalam dunia internasional pun jenis narkotika baru ini masuk ke dalam kategori New Psychoactive Substances (NPS).
Kesadaran akan ancaman narkoba ini harus segera ditingkatkan bila garis pantai Indonesia tidak dijaga dengan maksimal atas kerjasama dari masyarakat dan lembaga terkait, maka wilayah di Indonesia bisa berpotensi menjadi gerbang masuk narkoba dari luar negeri.
Beberapa daerah yang diduga sebagai pintu masuk narkoba ke Indonesia seperti Aceh, Sumatera Utara, Kepulauan Riau, Kalimantan Barat, dan Kalimantan Timur.
70 Persen Narapidana di Indonesia Pelaku Narkoba
Pada bulan Oktober 2017 lalu, Kepala Badan Narkotika Nasional (BNN) Komisaris Jenderal Polisi Budi Waseso mengatakan bahwa 70 hingga 80 persen narapidana yang ada di lapas adalah pelaku dari tindakan penyalahgunaan narkoba.
Sedangkan 30 persen sisanya diwakili oleh koruptor, teroris dan pelaku kriminal.
Tidak hanya itu, Budi Waseso juga mengungkapkan sebuah ironi yang tak kalah miris yakni sekitar 50 persen peredaran narkoba di Indonesia dikendalikan dari dalam lembaga pemasyarakatan (lapas).
Kepala BNN Jawa Tengah, Tri Agus Heru mengatakan bahwa peredaran narkoba untuk daerah Jawa Tengah justru dikendalikan dari dalam lapas, sungguh ironi yang menyebalkan.
Pada tahun 2017 setidaknya terdapat temuan terkait pengendalian narkoba di empat lapas yakni Lapas Nusakambangan, Pati, Gedungpane dan Sragen.
Pola pengendalian narkoba dari dalam lapas ini cenderung sama dan berulang. Biasanya terdapat napi yang berstatus sebagai bandar dengan sindikat nasional maupun internasional kemudian membangun jejaring dalam lapas dan merekrut napi yang lainnya.
Dah bahkan kadang transaksi narkoba ini terjadi di dalam lapas itu sendiri.
Kinerja Pemerintah Mengatasi Ancaman Narkoba
Apakah pemerintah kita tidak bekerja dengan baik mengenai pemberantasan narkoba ini? Sebenarnya dalam laporan sejak Januari hingga Desember 2017, kasus yang ditemukan oleh BNN meningkat tajam.
Berdasarkan data yang diperolah peningkatan kinerja dari BNN ini terlihat dari jumlah kasus yang ditangani, jumlah barang bukti, tersangka penyalahgunaan hingga temuan narkoba jenis baru.
Pada tahun 2017 saja, BNN sudah mengungkap 46.537 kasus narkotika, jumlah ini meningkat dengan sangat tajam pada tahun sebelumnya hanya sebanyak 803 pengungkapan kasus saja.
Sedangkan untuk tersangka terkait narkoba yang ditangkap oleh BNN pada tahun 2017 sebanyak 58.365 atau 43 kali lebih banyak dari dari tahun sebelumnya.
Sedangkan dari barang bukti yang ditemukan, pada tahun 2017 BNN menyita 2,9 juta butir ekstasi dan 4,71 ton sabu.
Pada tindak pencucian uang yang dilakukan oleh para bandar narkoba pada tahun 2017 aset yang diamankan oleh BNN senilai Rp 105 Miliar yang berasal dari 27 kasus.
Hukuman Mati
Tidak hanya itu efek jera berupa hukuman mati juga diterapkan oleh pemerintah guna memberantas narkoba di Indonesia.
Pada awal tahun 2015 adalah kali pertama Indonesia menerapkan hukuman mati pada terpidana narkoba. Hukuman mati ini dilaksanakan di Lapas Nusakambangan.
Pelaksanaan hukuman mati pertama kali dilakukan pada Minggu 18 Januari 2015 dan terdapat 6 terpidana yang akan dieksekusi yang terdiri dari satu orang WNI dan 5 WNA.
Kemudian eksekusi hukuman mati gelombang ke dua dilakukan pada 29 April 2015 dengan 8 orang terpidana. Eksekusi ke tiga dilakukan pada 26 Juli 2016 dengan 14 terpidana mati.
Pemerintah sebenarnya sudah berusaha dengan keras mulai dari pengungkapan kasus narkoba hingga sikap beraninya memerangi narkoba dengan memberikan hukuman mati bagi para pelanggar kelas berat tanpa pandang bulu.
Namun, ancaman-ancaman dari bahaya narkoba tersebut masih akan terus menghantui kita sebagai warga negara yang hadir di Indonesia. Tidak hanya pemerintah, kita sebagai masyarakat juga turut andil untuk waspada dengan situasi ini. Narkoba sudah seharusnya menjadi salah satu konsen dan menjadi prioritas utama yang perlu kita tekan keberadaannya.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H