Sebelum jatuh, Pilot Yared Gatechew sempat meminta kembali ke bandara Bole karena pesawat yang diterbangkan mengalami masalah kendala teknis. Flightradar 24 menunjukkan bahwa Ethiopian Airlines ET-302 memiliki kecepatan vertikal yang tidak stabil setelah lepas landas.
Ethiopian Airlines sendiri merupakan satu maskapai terbesar di Afrika yang bersaing dengan South African Airways, Kenya Airways hingga Egyptair.
Tidak hanya itu, maskapai yang didirikan pada tahun 1945 tersebut pernah dianugerahi oleh Skytrax sebagai Maskapai Penerbangan Terbaik di Afrika pada tahun 2017, setelah sebelumnya predikat tersebut dipegang oleh South African Airways selama 14 tahun berturut-turut.
Pesawat Boeing 737 Max 8 sendiri baru diterima oleh Ethiopian Airlines pada November 2018 lalu, dikemudikan oleh seorang pilot senior dengan lebih dari 8 ribu jam jatuh setelah beberapa menit setelah lepas landas.
Kilas Balik Boeing 737 Max 8 Milik JT-610 Lion Air
Masalah dalam Boeing 737 Max 8 pada JT-610 tersebut mengakibatkan pesawat sulit ditangani ketika kecepatannya turun yang memicu bahwa kegagalan aerodinamis dan hilangnya kontrol sehingga bisa berakibat fatal dan menyebabkan kecelakaan.
Komite Nasional Keselamatan Transportasi (KNKT) pada 28 Oktober 2018 lalu merilis laporan awal terkait jatuhnya Lion Air JT-610. KNKT sebelumnya menyebutkan bahwa sensor Angle of Attack (AoA) pada JT-610 bermasalah sejak penerbangan sebelumnya dengan rute Denpasar-Jakarta.
Namun KNKT merevisi hasil rilis tersebut dengan mengatakan bahwa Pesawat Lion Air JT-610 tersebut laik untuk terbang ketika terbang dari Denpasar.
Berdasarkan data dari kotak hitam flight data recorder (FDR) mengungkapkan bahwa Lion Air JT-610 sudah enam kali mengalami gangguan terhitung sejak 26 Oktober 2018 atau 3 hari sebelum jatuh di Tanjung Karawang.
Masalah tersebut berkaitan dengan indikator kecepatan, ketinggian pesawat dan Sensor Angle of Attact yang menunjukkan kemiringan pesawat.