Mohon tunggu...
Gigih Prayitno
Gigih Prayitno Mohon Tunggu... Penulis - Penulis

Masih belajar agar dapat menulis dengan baik

Selanjutnya

Tutup

Trip Pilihan

Pro dan Kontra Miniatur Landmark Ikonik di Indonesia, Haruskah?

29 Januari 2019   21:52 Diperbarui: 29 Januari 2019   22:01 833
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Landmark di Merapi Park (chandraant)

Pembuatan destinasi digital baru dengan lanskap 'Instagramable' ini seharusnya mengikuti identitas dan fungsi dari tempat tersebut, sehingga ada identitas yang dihidupkan sebagai tanda bahwa potensi pariwisata ini tidak sekedar dibuat serampangan sehingga membuat nilai dan ditanamkan malah menjadi salah arti.

Umbul Ponggok (indah.gusman)
Umbul Ponggok (indah.gusman)
Namun belakangan ini ada fenomena baru terkait penciptaan destinasi yang terlihat Instagramable namun kehilangan 'nyawa' Indonesia.

Hal tersebut terkait dengan beberapa tempat yang membangun destinasi berkonsep membangunnya miniatur landmark ikonik yang terkenal dari berbagai negara.

Di Indonesia sendiri, sudah ada sekitar 12 tempat dari berbagai provinsi yang membangun minatur landmark dari berbagai tempat di dunia ini.

Ke dua belas tempat tersebut adalah Museum Angkut di Malang, Taman New Balekambang di Tawangmangu, Merapi Park di Jogjakarta, Small World di Purwokerto, Taman Bunga Celosia di Semarang, Negeri Dongeng di Blitar, Devoyage di Kota Bogor, World of Wonders di Tangerang, Little Europe di Lampung, Stonehenge di Sleman, dan dua yang terbaru adalah Miniatur 7 Keajaiban Dunia di Boyolali dan di Lembah Harau, Padang.

Landmark di Merapi Park (chandraant)
Landmark di Merapi Park (chandraant)
Apakah salah membangun berbagai miniatur landmark dunia tersebut? Tentu saja tidak bila memang tempat tersebut dibuat seusai dengan fungsi dan tujuan destinasi tersebut di buat, seperti Museum Angkut di Malang yang memang menjual suasana Eropa untuk yang datang ataupun Merapi Park di Jogja yang memang ditujukan sebagai wisata edukasi untuk anak kecil dan keluarga.

Tentu saja destinasi-destinasi semacam ini akan menuai pro dan kontra, karena tujuan wisatawan mancanegara dan dalam negeri berwisata dengan mengunjungi berbagai tempat juga bermacam-macam. Ada yang sekadar mendapatkan tempat dengan lanksap Instagramable, ada yang sebagai wisata keluarga, ada juga yang melihat nilai atau nyawa dari sebuah tempat tersebut. Bahkan kehilangan nilai Ke-Indonesia-an itu sendiri.

Pembuatan tempat destinasi seharusnya tidak main-main, karena seharusnya kesan dan perasaan terkait tempat yang menjadi destinasi tujuan wisata benar-benar tersampaikan dengan baik.

Devoyage (leo_susanto)
Devoyage (leo_susanto)
Tentu saja ke dua belas destinasi Eropa buatan dan landmark ikonik dari berbagai negara tersebut memiliki tujuan masing-masing sesuai dengan segmen dari target pengunjung yang diharapkan akan datang.

Jangan sampai segala hal yang dilakukan untuk menarik wisatawan dengan membangun,  merevitalisasi atau menambah 'hal baru' justru malah menghilangkan nilai dari tempat tersebut, seperti yang terjadi di Lembah Harau, Payakumbuh, Sumatera Barat.

Merapi Park memang ditujukan sebagai destinasi wisata keluarga yang memfokuskan edukasi strategis pada anak-anak sehingga mereka setidaknya bisa tahu dan mempelajari suasana di berbagai daerah luar Indonesia. Namun Merapi Park yang mengusung tema The World Landmark justru menghilangkan bangunan identitas dari Indonesia dan Merapi itu sendiri.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Trip Selengkapnya
Lihat Trip Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun