"Kamu tidak merasa? Kurang ajar kamu ya?" Kamu sengaja melukis noda di pipi permaisuri, kan? Itu penghinaan, tahu‼
"Loh, memang faktanya ada, kok. Kalau nggak ada mana mungkin saya lukis? Saya mengamatinya pake teropong, loh!"
"Dasar gila. Itu kunci kesalahanmu! Kalau pake teropong, pori-pori halus pun akan terlihat sebagai noda. Kamu sengaja, kan? Jangan ngeles!"
"Wah, bapak ini nggak bisa membedakan teropong dan mikroskop rupanya. Teropong cuma mendekatkan bayangan, Pak. Kan saya jauh tuh posisinya, kalah duluan milih posisi ama yang tua-tua, makanya pake teropong supaya seperti melihat dari jarak setengah meteran saja. Kalau mikroskop mah lain lagi ceritanya…"
"Halah, tidak usah banyak cingcong, akui saja kamu sengaja. Iya, kan?"
"Lho, karena memang ada ya saya sengaja melukisnya. Bagaimana sih bapak ini?"
"Sudah, sekarang kamu harus menghapus noda hitam tadi. Ayo ikut aku ke istana!"
"Saya nggak mau, Pak. Itu nggak jujur namanya. Wong tadi saya lihat memang ada bopengnya, kok!"
"APA? Kamu bilang permaisuri ada bopengnya?"
"Kan memang iya. Klo tadinya tertutup riasan mungkin tidak kelihatan, tapi yang saya amati pake teropong tadi memang terlihat bintik hitam. Mungkin riasannya luntur karena keringat.."
"Makin kurang ajar kamu, ya? Kamu menuduh alat rias istana tidak berkualitas dan gampang luntur karena keringat?"