Markemis kesal. Perlahan ia bangkit berdiri dari kursi rodanya setelah sebelumnya mendorong paksa istrinya yang semula paling berat membebani tubuhnya di atas kursi roda.
"Sebentar… sana dulu, lah!" katanya.
Maka kerumunan pun merenggang. Kesedihan keluarga pun urung kembali berkumandang. Berganti cikal bakal keceriaan.
"Aku lapar!" kata Markemis.
Maka berlombalah anak, istri, dan menantunya ke belakang mencarikan makanan. Benar-benar kegembiraan yang tak terkatakan. Markemis sembuh dari kelumpuhan, sekaligus terbebas dari derita kehilangan nafsu makan.
Panoramik tidak berbohong dengan ucapannya. Ia memang mematok tarif minimal dan maksimal 50.000 rupiah untuk setiap terapi yang dilakukan pada pasiennya. Ongkos itu ia wajibkan pada semua pasiennya, apapun keadaan dan alasannya. Panoramik ingin semua orang menghargai kesehatan mereka, minimal seharga biaya makan enak sehari di desa. Tarif itu dia gratiskan pada Markemis beberapa saat lalu.
***
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI