Mohon tunggu...
Giens
Giens Mohon Tunggu... Penulis - freelancer

I like reading, thinking, and writing.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Bingkisan Senilai Gocap

4 Juli 2016   06:48 Diperbarui: 4 Juli 2016   07:42 141
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Panoramik semula ragu, tetapi akhirnya menguatkan hatinya. Sambil mengatakan bahwa dirinya pernah ditolong Markemis dalam kasus sengketa tanah bertahun-tahun lalu, diulurkannya dua tangan kuatnya untuk menjabat tangan layu Markemis yang kini duduk di kursi roda. Dengan masih diliputi kegamangan, Markemis membiarkan tangannya dijabat dan digenggam erat oleh tamu yang sebenarnya tidak dikenalnya itu.

Sekejap Panoramik memejamkan mata. Ia rasakan aliran darah orang yang dijabatnya, dideteksinya organ-organ dalam yang memerlukan penanganan terapi pengobatan.

KETAHUAN!

Panoramik terkejut. Baru kali ini ia mendeteksi penyakit yang mencengangkan. Gumpalan-gumpalan benda aneh terlihat bersemayam dalam tubuh Markemis dalam pandangan mata batin Panoramik. Ah, apapun itu, bukan masalah, pikir Panoramik. Penyebab penyakit tetap harus dienyahkan. Panoramik mempererat genggaman tangannya, dia salurkan energi ke tubuh Markemis dengan sebuah algoritma unik.

Markemis tidak merasakan apa-apa karena di samping waktunya sangat singkat, kesadaraanya tidak berada di level yang sama dimensinya dengan aksi Panoramik.

Sebelum Markemis sadar apa yang terjadi dengannya, Panoramik sudah menarik kembali kedua tangannya. Sambil menghela napas panjang ia berkata," Pak Markemis, mohon maaf. Hanya bingkisan senilai limapuluh ribu ini yang dapat saya sampaikan kepada Bapak. Saya mohon diri."

Panoramik berdiri, mengangguk takzim pada Markemis dan beberapa anggota keluarganya di ruang tamu, berbalik menuju pintu dan keluar.

Markemis dan keluarganya termangu dibuatnya. Mereka heran dengan tamu aneh yang baru saja berkunjung ke rumah mereka. Apa maksudnya? Jangan-jangan tadi hanya mengaku-aku saja sebagai orang yang pernah ditolong Markemis. Mana bingkisan senilai limapuluh ribunya? Hingga akhirnya …

"Heh..Ayah kenapa???" salah satu anak Markemis berteriak kaget. Dilihatnya Markemis duduk dengan kepala terkulai di atas kursi rodanya. Ia memeluk tubuh ayahnya sejadi-jadinya. Anggota keluarga yang lain pun sontak berurai air mata.

Tapi belum! Markemis belum mati. Guncangan di tubuh serta teriakan dan isakan di dekat telinganya membuatnya kembali sadar.

"Ada apa, sih?" katanya sambil membuka mata. Tapi tak ada anggota keluarga yang melihat atau mendengarnya. Bukan karena gerak dan suara Markemis jadi tak kasat mata, tetapi karena mereka terlalu heboh dalam prasangkanya. Mereka semua beranggapan Markemis telah mati.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun