Mohon tunggu...
Giens
Giens Mohon Tunggu... Penulis - freelancer

I like reading, thinking, and writing.

Selanjutnya

Tutup

Politik

Penerapan Strategi Mafia Bola, Sutradara Pencitraan Sampai Pengaduan Etik Sudirman Said di MKD

10 Desember 2015   17:34 Diperbarui: 10 Desember 2015   18:42 278
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Fakta kedua adalah adanya praktik pengaturan skor. Ini bagian dari "match fixing"; yang diatur adalah skor voting. Pokoknya kemauan bos mafia yang harus terjadi, bagaimana pun caranya. Dengan pengaturan skor voting, yang semula setuju sidang terbuka pun entah bagaimana caranya akhirnya berbalik setuju sidang dilakukan tertutup.

Sutradara Pencitraan

Yang saya maksud sebagai strategi sutradara pencitraan dalam kasus ini bukan mengacu pada perorangan, melainkan permufakatan. Sidang MKD seakan sudah ada skenarionya. Alternatif ending tiap adegannya sudah ada dibahas sebelumnya. Makanya kita tak perlu kaget ada manuver-manuver macam-macam dan aneh-aneh yang berujung pada keputusan yang mencederai keadilan, meski dibalut pertimbangan hukum. Memang hukum yang selalu jadi alasan mereka, keadilan cukup dijadikan alas kaki saja. Susah kalau sudah begini.

Rat Supremacy

Ini sebenarnya konsep permainan anak yang terbawa ke dunia orang tua. Permainan kucing dan tikus. Sekelompok anak bergandengan tangan membentuk lingkaran. Seorang anak berperan sebagai tikus, seorang lagi berperan sebagai kucing yang mengejar tikus tersebut. Anak-anak di lingkaran diwajibkan untuk membantu tikus meloloskan diri dari kucing dengan barikade yang mereka buat. Jika tikus mendekat dan ingin masuk, mereka mudahkan akses masuk semudah-mudahnya. Begitu sang tikus masuk, barikade menutup, tak ada celah bagi kucing pengejar untuk mendekati tikus di tengah para pelindungnya.

Bagaimana tak heran, jauh sebelum kantong gandum dijahit sebagai penutup dada bidadari surga, tikus itu sudah identik dengan hama yang harus dibasmi. Tapi dalam permainan itu justru dilindungi. Anak-anak dikondisikan melindungi tikus melalui permainan. Sedemikian pentingkah seekor tikus untuk dilindungi? Atau, sedemikian berkuasakah seekor tikus sehingga bisa mengerahkan semua orang untuk melindunginya? Dalam kasus permainan kucing dan tikus, musuh tikus hanya si kucing, tapi musuh si kucing adalah seluruh anak dalam permainan itu. Bukan main! Kecilnya melindungi hama, jangan-jangan nanti besar melindungi koruptor dan mafia.

Memang, permainan ini biasanya dilakukan anak-anak TK. Tapi Gus Dur pernah "berfatwa" ttg lembaga itu yang "selevel" dengan TK alias Taman Kanak-Kanak. Tapi itu dulu. Sekarang mestinya sudah S2 atau S3.

By the way, jika sidang etik "ini" kita misalkan permainan kucing dan tikus ini, maka siapakah yang bergandengan tangan membentuk lingkaran melindungi tikus? [*nyesel blm bisa nggambar karikatur.]

Milli Vanilli Degrade

Milli Vanilli adalah grup musik Jerman yang pernah tenar pada dekade 90-an. Pernah menyabet Grammy, tapi sayangnya harus mengembalikan penghargaan tersebut karena mereka ketahuan cuma lip-sync; beraksi dengan suara orang lain. Prestasi yang diraih menjadi "ilehal" pula. Namun, kepopuleran mereka sudah telanjur mendunia.

Ide populer tanpa harus berusaha sendiri itu "mungkin" yang dulu-dulu biasa dipraktikkan sehingga sidang etik yang dihadiri disyaratkan harus dilakukan secara tertutup. Kalau terbuka, bisa-bisa terbongkar fakta bahwa publik Indonesia telah dan sedang "dikadali" para politisi senayan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun