"Jadi, apa materi itu kita sisipkan lagi di kurikulum 2013 saja? Ada saran?" Si Mentri mulai memimpin diskusi. Si Budayawan yang mengatakan Einstein Yahudi langsung mengangkat tangannya minta izin bicara. Izin pun diberikan dengan isyarat anggukan.
"Untuk sementara kita kembali saja ke Kurikulum sebelumnya, Pak. Kurikulum 2013 ini dianalisis lagi saja. Kalau materi Teori Relativitas Khusus itu sebenarnya penting untuk membangun logika siswa, membangkitkan kesadaran waktu supaya mereka tak seenaknya meminta bukti tanpa mau memberi waktu. Itu harusnya bukan cuma di kelas 3 SMA, Pak."
Si Mentri tercenung. Ia pernah tahu sekilas tentang Relativitas Khusus, teori yang dikemukakan Albert Einstein itu. Satu hal yang menjadi ganjalan adalah tentang postulat bahwa kecepatan maksimum di jagat raya itu cuma c alias kecepatan cahaya, tak ada yang melebihi kecepatan cahaya. Kalau ia tetap memberlakukan Kurikulum 2013 dengan mencangkokkan kembali materi Teori Relativitas Khusus itu, bisa jadi ia makin dianggap liberal. Postulat itu jelas berpotensi kontra dengan cerita Isra Miraj. Pada peristiwa Isra Miraj yang hanya semalam itu bisa disimpulkan jarak terjauh Sidratul Muntaha dari bumi, jarak yang tentunya tak sejauh galaksi Andromeda yang berjarak ribuan tahun cahaya dari bumi. Tapi kesadaran waktu itu tetap harus diajarkan pada siswa. Agama mestinya jadi penerang bagi ilmu pengetahuan, bukan penghalang kemajuan peradaban.
Dengan berbagai pertimbangan dan saran anggota tim, si Mentri akhirnya memilih opsi paling aman di antara opsi-opsi yang ada. Aman bukan hanya bagi dirinya, tetapi bagi kesehatan akal dan logika siswa-siswa anak bangsa. Akhirnya kurikulum 2013 dihentikan sementara untuk kembali ke kurikulum sebelumnya, yaitu KTSP 2006 yang masih mencantumkan materi Teori relativitas khusus di dalamnya.
--
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H