Mohon tunggu...
Giens
Giens Mohon Tunggu... Penulis - freelancer

I like reading, thinking, and writing.

Selanjutnya

Tutup

Lyfe

Ternyata Ini Alasan Dekrit Menteri tentang Kurikulum 2013

14 Desember 2014   16:34 Diperbarui: 13 September 2015   18:42 85
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Hiburan. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Rawpixel

Setelah mendapat mandat dari presiden untuk mengepalai kementerian pendidikan dasar dan menengah, si Mentri segera mengoordinir staf-stafnya untuk blusukan secara manual maupun virtual di dunia maya maupun dunia nyata untuk mengkaji kurikulum 2013 yang konon kabarnya menggegerkan dunia perguruan Pancasila.

Satu kelompok staf yang tergabung dalam Tim A melaporkan ketidaksiapan guru untuk belajar/beradaptasi dengan materi kurikulum 2013 tersebut. Dalam pasal-pasal laporannya, para staf tersebut menyatakan bahwa yang dimaksud dengan "ketidaksiapan" itu terbagi menjadi tiga unsur, yaitu: ketidakmampuan, ketidakmauan, dan keengganan. Saat Si Mentri bertanya apakah ada guru yang sudah siap, seorang staf mewakili rekan-rekannya menjawab ,"ADA."

Mendengar jawaban itu, Si Mentri berkata tegas, "Oke, kalau begitu saya simpulkan hasil survei Tim A mendukung dilanjutkannya Kurikulum 2013. Sekarang saya perlu laporan tim lainnya. Tim B, Silakan.."

Seorang anggota Tim B berdiri, mengambil mikrofon, lalu melaporkan secara lisan. Ia melaporkan dengan cara aneh. Maklum, Tim B ini dari kalangan seniman dan budayawan. "Begini, Pak. Berdasarkan pantauan kami di lapangan, di warung-warung makan, dan di tukang sate, kami menemukan keanehan pada pembeli dari kalangan remaja pelajar."

Si Mentri mengerutkan dahi, mentransfer energinya ke otak kanan, siap menerima informasi kreatif. "Apa anehnya?" tanyanya kemudian.

"Kami menemukan perilaku tak logis di kalangan pelajar SMP dan SMA. Mereka cenderung tidak sabaran. Saat pesan makanan di warung makan, mereka selalu bilang GPL, Gak Pake Lama. Padahal, kondisi warung sedang sedemikian ramainya. Dan kalau dalam beberapa menit hidangan belum tersaji, mereka akan teriak dan menggebrak-gebrak meja meski pelan..."

"Ouw.. biasa itu, "kata si Mentri pelan sambil tersenyum.

"Ada lagi, Pak. Kami menemukan seorang siswi sedang beli sate di tepi jalan. Setelah memesan sate, ia mengeluarkan gadget lalu asyik dengan gadgetnya itu. Sekitar dua menit kemudian ia menoleh ke tukang sate lalu marah-marah mengatakan kenapa satenya dari tadi belum juga matang. Padahal, saya tahu persis baru dua menitan. Saat saya mendekat dan menegur siswi tadi, si tukang sate malah tertawa sambil berkata, ben wae.. aku ra popo, Mas. Sekian laporan kami, Pak."

Si Mentri agak pusing. Otak kanannya belum terbiasa dengan aksi retorika para seniman dan budayawan. Agaknya Tim B ini memang sengaja melaporkan teka-teki alam semesta. Ah, masih ada harapan. Ada Tim C yang merupakan tim sapu jagat. Semoga bisa memberi inspirasi untuk sebuah kesimpulan valid.

"Baik, sementara saya terima laporan Tim B. Sekarang Tim C, bagaimana? Saya harap Tim C memberi laporan komprehensif, taktis, dan lugas!" katanya agak berat. Ia pasti trauma dengan laporan Tim B.

Ketua Tim C berdiri. Tersenyum sejenak saat menerima mikrofon. Profilnya cukup menggembirakan, kumis dan jenggotnya cuma separoh.... (separoh tebal maksudnya).  Ia mulai melaporkan.

"Begini Pak Ment. Kami mensurvei media online, baik media sosial maupun media massa. Kami menemukan fakta bahwa pengguna media online kebanyakan lupa "waktu".

"Lupa waktu karena keasyikan, begitu?" sela si Mentri.

"Itu juga, Pak. Tapi yang kami maksud  lupa waktu di sini adalah melupakan variabel waktu dalam menganalisis segala sesuatu. Sebenarnya ini sejalan dengan hasil survei Tim B.....

Sampai di sini Si Mentri sudah terlihat lega, matanya berbinar. Dalam hati ia berkata, Sapu Jagat bukan sekadar nama. Teka-Teki sialan para seniman budayawan pasti bisa terjawab dengan gemilang. Kembali ia mendengarkan laporan Tim C.

".... tentang fenomena anak-anak sekolah itu. Mereka tidak mau tahu bahwa segala sesuatu perlu waktu yang harus ditunggu atau dilewati. Memasak dan menyajikan makanan perlu waktu, membakar daging untuk jadi sate juga perlu waktu, mereka tak mau tahu itu. Ada lagi kecenderungan sebagian masyarakat di media sosial yang menagih janji kampanye seorang pejabat jauh-jauh hari sebelum pejabat itu dilantik. Dan setelah pejabat itu dilantik, mereka langsung membandingkannya dengan pejabat sebelumnya yang telah menjabat selama 10 tahun. Dari sisi akal sehat, itu tak logis karena durasi waktu yang diberikan berbeda. Dan untuk yang belum dilantik sudah ditagih janji kampanyenya itu, kami justru menganalogikannya dengan skala waktu yang bernilai negatif, yaitu ......

"Eit.. sudah..sudah. Langsung ke kesimpulan saja!" Si Mentri sudah tak sabar untuk keluar dari kebingungannya. Ketua Tim C pun melanjutkan laporannya meloncat ke kesimpulan.

"..Kami menengarai kurangnya pemahaman siswa dan masyarakat umum tentang koordinat waktu. Mereka cenderung hanya menilai dan melihat sisi kasat mata koordinat ruang. Kalau diberi informasi tentang dua orang berlainan jenis dan bukan muhrim, tidur di kamar hotel yang sama, mereka semua akan serempak menyimpulkan itu sebagai ZINA. Padahal, kalau mereka menyadari variabel waktu sebagai salah satu komponen koordinat, mereka tentunya akan menanyakan dulu apakah waktunya bersamaan. Kalau tidur di kamar hotel itu pada waktu yang berbeda, beda tahun, misalnya, jelas bukan zina kesimpulannya....."

"Huwaduh... trus apa solusinya?

"Sebaiknya logika secara eksplisit masuk kurikulum, Pak. Logika yang lengkap, meliputi ruang-waktu. Di pelajaran matematika sudah ada diajarkan koordinat ruang 3 dimensi. Dalam pelajaran fisika juga ada hubungan antara variabel jarak dan variabel waktu. Tetapi, koordinat ruang yang juga menyertakan koordinat waktu hanya dipelajari di materi Teori Relativitas Khusus di pelajaran fisika. Kalau di Kurikulum KTSP 2006, itu materi kelas 3 SMA, Pak."

"Kalau di Kurikulum 2013?" tanya si Mentri.
"Tidak ada, Pak. Dihapus!" Jawab Ketua Tim C.
"Hah.. kok bisa? Apa alasannya..?" Si Mentri kaget juga akhirnya.
"Mungkin karena pencetus teorinya orang Yahudi, Pak Ment. Albert Einstein kan Yahudi." seorang anggota Tim B nyeletuk.
Si Mentri takjub. Ini orang budayawan juga paham cerita tokoh sains. "Kok sampeyan tahu?" tanyanya kemudian.

"Saya disebut budayawan, tapi saya juga ilmuwan, Pak. Saya lulusan ITB, loh," katanya sambil tertawa lebar diikuti tawa seluruh anggota rapat, termasuk si Mentri.

"Jadi, apa materi itu kita sisipkan lagi di kurikulum 2013 saja? Ada saran?" Si Mentri mulai memimpin diskusi. Si Budayawan yang mengatakan Einstein Yahudi langsung mengangkat tangannya minta izin bicara. Izin pun diberikan dengan isyarat anggukan.

"Untuk sementara kita kembali saja ke Kurikulum sebelumnya, Pak. Kurikulum 2013 ini dianalisis lagi saja. Kalau materi Teori Relativitas Khusus itu sebenarnya penting untuk membangun logika siswa, membangkitkan kesadaran waktu supaya mereka tak seenaknya meminta bukti tanpa mau memberi waktu. Itu harusnya bukan cuma di kelas 3 SMA, Pak."

Si Mentri tercenung. Ia pernah tahu sekilas tentang Relativitas Khusus, teori yang dikemukakan Albert Einstein itu. Satu hal yang menjadi ganjalan adalah tentang postulat bahwa kecepatan maksimum di jagat raya itu cuma c alias kecepatan cahaya, tak ada yang melebihi kecepatan cahaya. Kalau ia tetap memberlakukan Kurikulum 2013 dengan mencangkokkan kembali materi Teori Relativitas Khusus itu, bisa jadi ia makin dianggap liberal. Postulat itu jelas berpotensi kontra dengan cerita Isra Miraj. Pada peristiwa Isra Miraj yang hanya semalam itu bisa disimpulkan jarak terjauh Sidratul Muntaha dari bumi, jarak yang tentunya tak sejauh galaksi Andromeda yang berjarak ribuan tahun cahaya dari bumi. Tapi kesadaran waktu itu tetap harus diajarkan pada siswa. Agama mestinya jadi penerang bagi ilmu pengetahuan, bukan penghalang kemajuan peradaban.

Dengan berbagai pertimbangan dan saran anggota tim, si Mentri akhirnya memilih opsi paling aman di antara opsi-opsi yang ada. Aman bukan hanya bagi dirinya, tetapi bagi kesehatan akal dan logika siswa-siswa anak bangsa. Akhirnya kurikulum 2013 dihentikan sementara untuk kembali ke kurikulum sebelumnya, yaitu KTSP 2006 yang masih mencantumkan materi Teori relativitas khusus di dalamnya.
--

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun