"Begini Pak Ment. Kami mensurvei media online, baik media sosial maupun media massa. Kami menemukan fakta bahwa pengguna media online kebanyakan lupa "waktu".
"Lupa waktu karena keasyikan, begitu?" sela si Mentri.
"Itu juga, Pak. Tapi yang kami maksud lupa waktu di sini adalah melupakan variabel waktu dalam menganalisis segala sesuatu. Sebenarnya ini sejalan dengan hasil survei Tim B.....
Sampai di sini Si Mentri sudah terlihat lega, matanya berbinar. Dalam hati ia berkata, Sapu Jagat bukan sekadar nama. Teka-Teki sialan para seniman budayawan pasti bisa terjawab dengan gemilang. Kembali ia mendengarkan laporan Tim C.
".... tentang fenomena anak-anak sekolah itu. Mereka tidak mau tahu bahwa segala sesuatu perlu waktu yang harus ditunggu atau dilewati. Memasak dan menyajikan makanan perlu waktu, membakar daging untuk jadi sate juga perlu waktu, mereka tak mau tahu itu. Ada lagi kecenderungan sebagian masyarakat di media sosial yang menagih janji kampanye seorang pejabat jauh-jauh hari sebelum pejabat itu dilantik. Dan setelah pejabat itu dilantik, mereka langsung membandingkannya dengan pejabat sebelumnya yang telah menjabat selama 10 tahun. Dari sisi akal sehat, itu tak logis karena durasi waktu yang diberikan berbeda. Dan untuk yang belum dilantik sudah ditagih janji kampanyenya itu, kami justru menganalogikannya dengan skala waktu yang bernilai negatif, yaitu ......
"Eit.. sudah..sudah. Langsung ke kesimpulan saja!" Si Mentri sudah tak sabar untuk keluar dari kebingungannya. Ketua Tim C pun melanjutkan laporannya meloncat ke kesimpulan.
"..Kami menengarai kurangnya pemahaman siswa dan masyarakat umum tentang koordinat waktu. Mereka cenderung hanya menilai dan melihat sisi kasat mata koordinat ruang. Kalau diberi informasi tentang dua orang berlainan jenis dan bukan muhrim, tidur di kamar hotel yang sama, mereka semua akan serempak menyimpulkan itu sebagai ZINA. Padahal, kalau mereka menyadari variabel waktu sebagai salah satu komponen koordinat, mereka tentunya akan menanyakan dulu apakah waktunya bersamaan. Kalau tidur di kamar hotel itu pada waktu yang berbeda, beda tahun, misalnya, jelas bukan zina kesimpulannya....."
"Huwaduh... trus apa solusinya?
"Sebaiknya logika secara eksplisit masuk kurikulum, Pak. Logika yang lengkap, meliputi ruang-waktu. Di pelajaran matematika sudah ada diajarkan koordinat ruang 3 dimensi. Dalam pelajaran fisika juga ada hubungan antara variabel jarak dan variabel waktu. Tetapi, koordinat ruang yang juga menyertakan koordinat waktu hanya dipelajari di materi Teori Relativitas Khusus di pelajaran fisika. Kalau di Kurikulum KTSP 2006, itu materi kelas 3 SMA, Pak."
"Kalau di Kurikulum 2013?" tanya si Mentri.
"Tidak ada, Pak. Dihapus!" Jawab Ketua Tim C.
"Hah.. kok bisa? Apa alasannya..?" Si Mentri kaget juga akhirnya.
"Mungkin karena pencetus teorinya orang Yahudi, Pak Ment. Albert Einstein kan Yahudi." seorang anggota Tim B nyeletuk.
Si Mentri takjub. Ini orang budayawan juga paham cerita tokoh sains. "Kok sampeyan tahu?" tanyanya kemudian.
"Saya disebut budayawan, tapi saya juga ilmuwan, Pak. Saya lulusan ITB, loh," katanya sambil tertawa lebar diikuti tawa seluruh anggota rapat, termasuk si Mentri.