Lumbung pangan (padi)  merupakan sebuah bangunan yang berfungsi sebagai tempat penyimpanan hasil panen  padi  masyarakat  setempat.  Setelah  panen  raya,  masyarakat  kemudian  menyisihkan sebagian  kecil  hasil  panennya  untuk  disimpan  dalam  lumbung-lumbung  pada  yang  telah disediakan di desa tersebut. Hal itu dilakukan agar, masyarakat desa terhindar dari kelaparan atau kekurangan pangan pada saat musim kemarau atau lainnya, atau ketika gagal panen dan bencana yang terjadi. Sehingga warga bisa memanfaatkan padi yang ada di lumbung untuk kepentingan bersama. Â
Namun kini, keberadaan sistem lumbung pangan tersebut agaknya sudah mulai ditinggalkan oleh masyarakat perdesaan. Â Padahal esensi dan pesan yang disampaikan secara tidak langsung dari lumbung padi sangatlah baik. Â Tidak hanya pesan soal ekonomi, tetapi juga pesan tentang moral, kebersamaan, kemanusiaan dan kegotong royang dalam prilaku kehidupan masyarakat pedesaan.
Kalau kita melihat setidaknya mulai tahun 80-an, banyak lumbung padi yang berfungsi sebagai lumbung pangan banyak yang tidak aktif atau mati sebab tidak lagi digunakan oleh masyarakat desa setempat. Bangunan yang dulunya sebagai lumbung banyak yang sudah hilang atau beralih fungsi. Â Untuk itu agaknya saat ini upaya menghidupkan kembali system lumbung padi ditengah-tengah masyarakat merupakan suatu keharusan dan wajib.
Ditengah pandemi Covid-19 yang melanda saat ini, dimana semua serba susah. Masyarakat yang terdampak cukup terpukul. Kemudian muncul lembaga-lembaga yang aksi solidaritas dengan berdonasi untuk bisa diberikan kepada warga yang paling berdampak adanya Covid-19. Â Donasi beras dan pemberian paket sembako banyak dilakukan dan diberikan langsung. Aktivitas masyarakat banyak yang dibatasi, membuat menurunnya aktifitas ekonomi.
Berkaca pada hal itu, Covid-19 memang tidak bisa di duga datangnya atapun tidak bisa terbayangkan dahsyatnya wabah itu. Â Andai saja tradisi lumbung padi ini masih dilestarikan oleh masyarakat khususnya pedesaan tentu akan terasa ringan. Masyarakat akan dengan mudah menyalurkan sebab stok pangan yang ada cukup dan memberikan nilai lebih untuk masyarakat. Artinya warga tidak perlu repot-repot lagi.
Melihat hal itu, nampaknya upaya menghidupkan lagi lumbung pangan menjadi sesuatu yang sangat penting, sekaligus perlu direalisasikan. Â Seperti di Kabupaten Blora mayoritas adalah petani, bahkan menurut Kepala Dinas Pertanian Blora untuk tahun 2020 stok pangan khususnya beras dan jagung cukup aman. Dimana produksi gabah kering panen mencapaai 161.267 ton atau setara 87.036 ton beras, jumlah itu masih bisa terus bertambah karena banyak petani yang belum panen.Potensi pertanian selain padi, dapat juga dioptimalkan, jagung, palawija dan hasil pertanian lainnya.
Belum lagi ada budaya di beberapa desa yang menyimpan sendiri gabah hasil panenya. Mereka tidak menjualnya, gabah disimpan dan digunakan untuk hidup selama satu tahun atau untuk persediaan jika membutuhkan uang baru kemudian di jualnya untuk kebutuhan hidup. Â Petani yang menyimpan ini umumnya dijumpai di daerah petani yang hanya satu kali panen. Tetapi yang perlu diingat adalah budaya menyimpan gabah masih ada di kalangan petani.Â
Setidaknya ada beberapa faktor yang membuat alasan mengapa Lumbung pangan perlu digalakkan lagi, Â Pertama, Memperkuat ketahanan pangan masyarakat, Bukan tanpa alasan, dengan semakin banyaknya masyarakat (petani) menyimpan hasil panennya di lumbung, maka stok pangan didesa tersebut akan melimpah. Sehingga bila terjadi sesuatu maka, akan dengan mudah memperoleh kebutuhan pokok tersebut.
Tidak bisa dipungkiri, saat ini petani yang memiliki masa panen 2-3 kali cenderung menjual semua hasil panennya kepada tengkulak.  Akibatnya petani tidak memiliki stok gabah  sebab sudah dijual semua. Bukan hanya soal itu saja, selalu melonjaknya harga beras seakan menjadi ironi bagi para petani, jerih payahnya tidak sebanding dengan hasilnya.  Petani terpaksa harus membeli beras dengan harga mahal padahal dia sendiri yang menghasilkan. Â
Kedua, Memupuk  rasa  kebersamaan  dan  Solidaritas  Sosial,  sudah  jelas  dengan  semakin banyaknya petani yang merelakan hasil panennya untuk disimpan, secara otomatis muncul rasa solidaritas diantara mereka. Bahwa hal itu  dilakukan  adalah  untuk kepentingan bersama dan kebaikan bersama diantara mereka. Sama-sama saling menguntungkan satu sama lain dengan tujuan yang sama pula.  Lamban laun maka budaya masyarakat yang dahulu hidup akan tumbuh kembali.  Dimana  masyarakat  desa  yang  hidup  saling  tolong  menolong  dan  penuh  nuansa kekerabatan.
Kemudian yang tidak kalah penting adalah tentang pengelolaannya harus dilaksankan dengan baik dan bertanggungjawab. Saat ini sebenarnya di beberapa Kabupaten sudah mulai merintis hal itu, seperti di Kabupaten Blora Kantor ketahanan pangan membuat lokasi percontohan terlebih dahulu, sebelum di laksanakan di semua desa/kelurahan.