Mohon tunggu...
Gian Sugianto
Gian Sugianto Mohon Tunggu... Jurnalis - Profil Gian Sugianto

Kerja Keras Tidak Pernah Menghianati

Selanjutnya

Tutup

Vox Pop

Menyelami Kejanggalan di Balik Gerbang Kapal Ciamis

11 Januari 2025   07:07 Diperbarui: 11 Januari 2025   07:07 208
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

 

Program Gerbang Kapal: Ketidaksesuaian dan Ketidaktransparanan

Program Gerbang Kapal yang bersumber dari Anggaran Bantuan Keuangan Provinsi Jawa Barat diharapkan dapat memperkuat sektor pangan lokal dan meningkatkan kualitas hidup masyarakat di beberapa kecamatan di Kabupaten Ciamis. Namun, investigasi lapangan menunjukkan bahwa beberapa kecamatan tidak mendapatkan realisasi program sesuai dengan yang dijanjikan. Tiga kecamatan yang terlewatkan adalah Banjarsari, Lakbok, dan Purwadadi, meskipun sebelumnya telah ada surat resmi yang mengonfirmasi pelaksanaan program ini.

Selain itu, adanya dugaan ketidaktransparanan dalam pelaksanaan program ini memunculkan kekhawatiran. Dinas Pertanian dan Ketahanan Pangan Kabupaten Ciamis tidak sesuai dengan ketentuan yang diatur dalam Peraturan Gubernur Jawa Barat, yang mengharuskan adanya transparansi dalam pelaksanaan bantuan keuangan. Program yang bersifat fisik seharusnya disertai dengan anggaran pendamping, namun laporan yang ada tidak menunjukkan hal tersebut dengan jelas.

Sebagai bagian dari pemerintahan yang bertanggung jawab, Dinas Pertanian dan Ketahanan Pangan Kabupaten Ciamis harus menunjukkan komitmennya terhadap prinsip transparansi dan akuntabilitas dalam mengelola anggaran. Program-program yang dilaksanakan dengan dana rakyat harus mengutamakan kepentingan masyarakat, bukan kepentingan segelintir pihak yang ingin memanfaatkan dana tersebut untuk keuntungan pribadi.

Pemerintah daerah juga perlu memastikan bahwa setiap program dan pengadaan barang/jasa yang dilaksanakan sesuai dengan peraturan yang berlaku, serta melibatkan masyarakat dalam proses pengawasan. 

Program Gerbang Kapal, singkatan dari Gerakan Pengembangan Kampung Pangan Lokal, seharusnya menjadi pilar dalam menggerakkan perekonomian lokal di Kabupaten Ciamis. Dengan anggaran sebesar Rp 10.694.990.000,00 yang bersumber dari Bantuan Keuangan Provinsi Jawa Barat melalui Bagi Hasil Pajak APBD 2024, harapan besar ditumpukan pada inisiatif ini untuk membantu para petani dan masyarakat desa. Namun, bayang-bayang dugaan korupsi mulai mencuat, mengaburkan tujuan mulia dari program ini. 

Ciamis: Sebuah Kabupaten yang Seharusnya Menjadi Contoh


Kecamatan-kecamatan yang terpilih, seperti Tambaksari, Sukadana, hingga Panjalu, menjadi harapan baru bagi pertanian lokal yang berkembang pesat dengan pendanaan pemerintah. Namun, seperti yang sering terjadi dalam perjalanan program besar, realisasi lapangan tak selalu seindah yang dibayangkan.

Menurut laporan lapangan yang didapat oleh pihak investigasi, ada kejanggalan yang mencuat. Tiga kecamatan yang seharusnya menjadi lokasi pelaksanaan program, yaitu Banjarsari, Lakbok, dan Purwadadi, ternyata tidak menerima bantuan seperti yang dijanjikan. Ketidaksesuaian ini mencuat dalam pertemuan di tingkat daerah, bertentangan dengan Surat Sekretariat Daerah yang seharusnya menjadi dasar pelaksanaan.

Mengapa Ini Berbahaya?

Dugaan praktik ini bukan hanya soal angka dan alokasi dana yang tidak tepat. Ini adalah soal kualitas hidup masyarakat yang seharusnya mendapatkan manfaat langsung dari program ini. Gerbang Kapal yang mestinya menjadi solusi atas masalah ketahanan pangan, justru terancam menjadi alat untuk kepentingan pribadi beberapa oknum yang tak bertanggung jawab.

Penyalahgunaan anggaran bantuan keuangan dari provinsi ini berpotensi merugikan banyak pihak. Uang yang seharusnya digunakan untuk meningkatkan kualitas hidup petani dan masyarakat lokal justru bisa jatuh ke tangan yang salah, sementara petani di lapangan masih berjuang dengan kekurangan sarana dan prasarana yang mereka butuhkan.

Apa yang Bisa Dilakukan?

Menghadapi hal ini, bukan hanya pihak berwenang yang harus terlibat, namun juga masyarakat. Kepercayaan terhadap pemerintah daerah harus dijaga melalui keterbukaan informasi dan pengawasan yang lebih ketat. Dinas terkait seharusnya membuka akses seluas-luasnya kepada publik mengenai bagaimana anggaran tersebut digunakan dan siapa saja yang terlibat dalam pengadaan barang dan jasa. Transparansi adalah kunci utama untuk memastikan bahwa tidak ada pihak yang menyalahgunakan dana rakyat.

Audit dari pihak independen yang berkompeten sangat dibutuhkan untuk menilai kualitas proyek-proyek yang dilaksanakan. Tanpa itu, kualitas pekerjaan dan ketepatan penggunaan dana hanya akan tetap menjadi pertanyaan tanpa jawaban.

Menjaga Kepercayaan: Prioritas Utama

Lebih dari itu, penting untuk diingat bahwa program seperti Gerbang Kapal bukan hanya sekedar angka dan laporan keuangan. Ini adalah amanah rakyat. Setiap keputusan yang diambil oleh pejabat publik harus bisa dipertanggungjawabkan, dan transparansi harus menjadi budaya dalam setiap program pemerintah.

Dengan berbagai bukti yang ada dan indikasi yang muncul, saatnya bagi pihak berwenang untuk menindaklanjuti dugaan-dugaan korupsi ini. Jangan biarkan program yang seharusnya bermanfaat malah menjadi ladang bagi segelintir orang untuk meraup keuntungan. Mengembalikan kepercayaan rakyat dan memastikan anggaran digunakan untuk kepentingan masyarakat adalah tugas yang tak bisa ditunda.

1. Kasus Serupa di Daerah Lain di Kabupaten Tasikmalaya

Di Kabupaten Tasikmalaya, pada tahun 2021, terjadi perubahan besar dalam pelaksanaan proyek pengembangan infrastruktur pertanian yang seharusnya difokuskan pada pembangunan irigasi untuk mendukung ketahanan pangan. Awalnya, proyek ini direncanakan untuk membangun jaringan irigasi di sejumlah desa yang rawan kekeringan, dengan anggaran yang cukup besar. Namun, pelaksanaan di lapangan menunjukkan bahwa sebagian besar dana tersebut justru digunakan untuk kegiatan non-fisik, seperti seminar, pelatihan, dan workshop yang tidak relevan dengan tujuan utama proyek.

Masyarakat yang semula berharap bisa mendapatkan manfaat berupa infrastruktur yang mendukung pertanian, justru merasa dikecewakan. Investigasi kemudian mengungkapkan bahwa perubahan ini terjadi karena adanya "rekayasa" anggaran yang berupaya mengalihkan dana untuk kepentingan lain yang lebih mudah dikendalikan dan memberi keuntungan pribadi bagi pihak-pihak tertentu yang terlibat.

2. Proyek Pembangunan Jalan di Kabupaten Bandung: Pengalihan Fungsi Proyek

Contoh lain datang dari Kabupaten Bandung, di mana sebuah proyek pembangunan jalan desa yang mendapatkan dana APBD mengalami perubahan signifikan dalam pelaksanaannya. Pada awalnya, proyek ini bertujuan untuk membangun jalan utama yang menghubungkan beberapa desa yang terisolasi. Namun, di tengah pelaksanaan, proyek ini diubah menjadi pembangunan jalan-jalan kecil yang tidak terlalu relevan, meskipun rencana awal sudah dirancang dengan cermat.

Hal yang lebih mencurigakan adalah bahwa anggaran untuk jalan utama yang lebih vital bagi masyarakat desa, dialihkan untuk pembangunan jalan-jalan yang sifatnya tidak mendesak. Terlebih lagi, dalam proses pengadaan bahan dan tenaga kerja untuk proyek ini, ditemukan adanya dugaan pemahalan harga dan manipulasi tender. Beberapa pihak yang terlibat dalam proyek ini diduga menerima keuntungan pribadi dari pengalihan fungsi proyek tersebut.

3. Perubahan Fungsi Proyek Pengadaan Pangan di Kabupaten Subang: Program yang "Berubah Wajah"

Di Kabupaten Subang, ada pula kasus yang melibatkan perubahan fungsi dalam pengadaan barang dan jasa untuk program pangan yang direncanakan untuk meningkatkan ketahanan pangan lokal. Proyek ini semula bertujuan untuk membeli bibit unggul dan alat pertanian modern bagi petani lokal. Namun, setelah tender dilaksanakan, proyek ini berubah menjadi pengadaan barang-barang konsumsi yang tidak berkaitan langsung dengan peningkatan sektor pertanian.

Perubahan ini memunculkan kecurigaan karena barang-barang yang disediakan tidak sesuai dengan kebutuhan masyarakat yang seharusnya mendapatkan bantuan berupa bibit dan alat pertanian yang lebih mendukung ketahanan pangan. Alih-alih membantu petani, proyek ini justru malah mendatangkan keuntungan bagi penyedia barang yang terlibat dalam proyek tersebut.

Mengapa Perubahan Pelaksanaan Proyek Bisa Menjadi Indikasi Korupsi?

Perubahan pelaksanaan kegiatan proyek, seperti yang kita lihat dalam studi kasus di atas, sering kali mengarah pada dugaan penyalahgunaan anggaran. Ketika anggaran dialihkan atau proyek yang semula memiliki tujuan jelas berubah menjadi kegiatan yang tidak sesuai, maka ini bisa menjadi indikasi adanya ketidakwajaran atau manipulasi dalam pengelolaan dana. Beberapa alasan utama mengapa perubahan tersebut bisa menimbulkan dugaan korupsi antara lain:

  1. Penyalahgunaan Anggaran: Alokasi dana yang seharusnya digunakan untuk kegiatan yang bermanfaat bagi masyarakat, justru digeser untuk kepentingan yang tidak relevan atau bahkan menguntungkan pihak tertentu.

  2. Mark-Up Harga: Perubahan pelaksanaan bisa menjadi celah bagi pihak yang terlibat dalam proyek untuk memanipulasi harga barang atau jasa yang dibutuhkan, sehingga menyebabkan pemborosan anggaran.

  3. Pengaturan Tender: Dalam beberapa kasus, perubahan pelaksanaan proyek bisa saja diiringi dengan pengaturan tender, di mana proyek dialihkan untuk "menguntungkan" pihak penyedia tertentu yang telah dikondisikan sebelumnya.

  4. Pengalihan Fungsi yang Tidak Transparan: Ketika proyek yang semula jelas tujuannya berubah fungsi, tanpa adanya penjelasan atau transparansi dari pihak yang berwenang, ini bisa memunculkan kecurigaan adanya agenda tersembunyi yang merugikan publik.

 

Dari beberapa kasus yang terjadi di atas, kita melihat pola yang hampir serupa: proyek yang terhambat oleh ketidaktransparanan, mark-up harga, hingga pengaturan tender. Tak jarang, masyarakat yang seharusnya menjadi penerima manfaat justru menjadi korban dari pengelolaan yang tidak akuntabel. Lantas, siapa yang bertanggung jawab? Siapa yang akan mengawasi dan memastikan bahwa dana negara digunakan dengan tepat sasaran?

Para pakar menyarankan agar pengawasan dalam setiap proyek pemerintah perlu diperkuat. Baik itu pengawasan internal dari aparat pemerintah setempat maupun pengawasan eksternal oleh lembaga independen dan masyarakat. Selain itu, keterlibatan masyarakat dalam memantau jalannya proyek juga sangat penting, agar tidak ada lagi yang merasa "tertipu" oleh penyalahgunaan anggaran yang terjadi.

Seiring dengan tuntutan transparansi yang semakin besar, kita juga membutuhkan lembaga yang berperan aktif dalam melakukan investigasi dan memberikan edukasi kepada masyarakat mengenai hak-hak mereka dalam pengelolaan anggaran daerah. Misalnya, di Kabupaten Ciamis, pengawasan ketat oleh Kejaksaan dan Kepolisian perlu dilibatkan untuk mengusut tuntas dugaan mark-up harga dan indikasi korupsi dalam proyek Gerbang Kapal.

Membangun Kepercayaan Publik Melalui Relevansi Anggaran

Namun, yang tidak kalah penting adalah membangun kepercayaan publik. Dalam konteks anggaran yang bersumber dari uang rakyat, setiap pengeluaran harus bisa dipertanggungjawabkan dengan jelas dan terbuka. Di masa depan, semoga langkah-langkah perbaikan bisa dilakukan untuk mencegah terjadinya hal serupa. Penggunaan dana publik harus mampu memberikan dampak positif bagi masyarakat dan bukan malah berujung pada kerugian negara.

Harapan ke Depan

Ke depan, kita berharap agar pemerintah daerah, terutama Dinas Pertanian dan Ketahanan Pangan Kabupaten Ciamis, dapat meningkatkan transparansi dan akuntabilitas dalam setiap program yang dijalankan. Program Gerbang Kapal harus benar-benar dirasakan manfaatnya oleh masyarakat. Diharapkan juga bahwa setiap anggaran yang dikucurkan oleh Pemerintah Provinsi Jawa Barat untuk Kabupaten Ciamis bisa dikelola dengan bijaksana, tanpa ada celah untuk penyalahgunaan.

Jika kita belajar dari pengalaman daerah lain, pengawasan yang lebih ketat, baik oleh masyarakat maupun lembaga hukum, harus diperkuat. Semoga, hal ini bisa menghindarkan kita dari praktik korupsi yang terus merugikan pembangunan dan kesejahteraan masyarakat.

Dengan menambahkan studi kasus dari daerah lain, artikel ini dapat memberikan wawasan yang lebih luas mengenai dampak buruk dari pengelolaan anggaran yang tidak transparan. Semoga pembaca dapat memahami betapa pentingnya pengawasan yang ketat terhadap penggunaan dana publik, agar program-program pemerintah yang bertujuan baik bisa memberikan manfaat sebesar-besarnya bagi masyarakat.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Vox Pop Selengkapnya
Lihat Vox Pop Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun