Mohon tunggu...
Moh. Ali Ghufron
Moh. Ali Ghufron Mohon Tunggu... Penulis - Mahasiswa

Mahasiswa

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Cerpen: Sang Kekasih

27 Maret 2020   03:26 Diperbarui: 27 Maret 2020   03:30 98
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

"Lailahaillallah..." Kang Abi langsung menyusul suara tersebut dengan do'a setelah adzan.

"Mari Pak Rasyid. Saya mau pulang terlebih dahulu. Ada tanggungan mengimami sholat dzuhur di pondok." Kata K. Faris, yang terdengar oleh Kang Abi saat duduk di depan teras rumah Pak Rasyid.

"Di luar hujan masih sangat deras sekali Kiai." Kata Pak. Rasyid menjegah kepergian K. Faris. Karena memang, di luar hujan masih deras sekali.

"Sebentar lagi hujannya akan berhenti Pak Rasyid." Tak lama kemudian setelah K. Faris berkata demikian hujan di luar sedikit reda. Kang Abi menjadi bingung padahal hujan baru saja mengguyur pelataran rumah Pak. Rasyid. Tapi, Kang Abi tidak ambil pusing tetang masalah tersebut. Karena memang, setiap kali dirinya bersama K. Faris hal-hal yang tidak masuk akal sering terjadi. Ada yang mengatakan kalau K. Faris ini adalah seorang Wali Yullah. Karena masyarakat sendiri pernah melihat Karomah yang di miliki K. Faris.

"Ayo Bi, kita pulang." Kata K. Faris setelah keluar dari beranda rumah Pak Rasyid. Mendengar ajakan K. Faris, Kang Abi langsung mengekor di belakangnya. Tak lama kemudian mobil SEVROLET putih yang dikendarai K. Faris dan Kang Abi meluncur meninggalkan area parkiran Pak Rasyid.

@@@

Setelah adzan Dzuhur menggema di seluruh pelataran pondok pesantren, semua santri bergegas berangkat ke musholla.

"Gas, tadi pagi, saat aku ngintip santri putri yang lagi berangkat sekolah. Di sana aku melihat salah satu santri yang sangat cantik sekali, jujur hatiku terkagum-kagum akan kecantikannya. Pokoknya, uhh... aku gak bisa ngebayangin kecantikannya." Ucap Faris kepada Bagas setelah sampai di musholla.

"Kamu masih belum sadar juga ya Ris. Kita itu dilarang ngintip santi putri Ris. Apa gunanya kamu diondokkan oleh orang tua kamu, kalo kalo larangan pesantren kamu langgar." Ucap Bagas sedikit memberi nasehat kepada Faris.

"Kamu kok malah menceramahiku sih Gas, gak serru kamu tahu?" Jawab Faris tegas.

"Bukannya aku mau menceramahimu Ris, tapi, coba kamu pikirin. Bagaimana seandainya kamu ketahuan sama pengurus ngintip santri putri?"

"Ya... apa salahnya ngaku, kan memang benar aku salah. Kita harus bertanggung jawab kepada apa yang telah kita perbuat." Jawab Faris santai. Taklama kemudian K. Ridho Datang untuk mengimami sholat Dzuhur. Faris dan Bagas menghentikan pembicaraan. Setelah iqomah di kumandankan, K Ridho langsung memulai sholat jemaahnya.

"Ada Faris?" Tanya K. Ridho, setelah sholat jamaah Dzuhur. Faris yang duduk di shof paling belakang terkejut, mendengar dirinya ditanyakan oleh K. Ridho. Tanpa menunggu K. Ridho bertanya dua kali, Faris mengacungkan tangan yang langsung di susul oleh tatapan santri yang lain tak terkecuali K. Ridho.

"Sekarang kamu ikut saya ke ruang tamu." Setelah K. Ridho berkata seperti itu, K. Ridho langsung beranjak dari tempat duduknya, Faris langsung mengikuti K. Ridho turun dari mushalla. Faris semakin bingung kenapa K. Ridho memanggilnya, berbagai pertanyaan menghampiri otaknya.

"Kamu tahu kenapa kamu dipanggil kesini?" Tanya K. Ridho setelah mereka berdua sampai di ruang tamu. Faris hanya menggelengkan kepala tanpa sedikit pun menatap wajah K. Ridho. keringat dingin mulai mengalir di balik baju yang Faris kenakan. Karena memang hanya kali ini dia dipanggil oleh K. Ridho, bahkan hanya berdua tidak ada santri yang lain.

Lalu K. Ridho menjelaskan duduk permasalahannya dari awal. Betapa terkejutnya hati Faris, setelah dia mengetahui alasan kenapa dirinya dipanggil oleh K. Ridho.

"Benar itukan Faris? Saya paling tidak suka orang yang tidak jujur. Maka kamu harus jawab dengan jujur." Suara K. Ridho yang tegas membuat hati Faris berdebar tak karuan. Keringat dingin semakin membasahi bajunya, bahkan keringat yang ada di dahinya mengalir kesamping kanan pipinya.

"Enjih Kiai." Jawab Faris singkat, tanpa sedikitpun melihat wajah K. Ridho, karena dia merasa malu, tertangkap basah telah mengintip santri putri. Tapi, yang sangat menyakitkan bagi Faris, dia ketahuan langsung oleh sang kiai, pengasuhnya sendiri, bukanlah pengurus.

"Maka dari itu, sekarang kamu harus menjalankan hukumannya. Ayo ikut saya." K. Ridho terus berjalan memasuki halaman kompleks santri putri dan Faris mengekor di belakangnya. Semua santri berdiri hormat, saat melihat kedatangan K. Ridho.

"Kamu harus berdiri disini, sampai adzan magrib tiba." Ucap K. Ridho setelah mereka sampai di tengah halaman santri putri. Lalu K. Ridho mengalungkan sebuah kertas keleher Faris yang dibawanya tadi, dan disana terdapat tulisan "MELANGGAR ATURAN PESANTREN. BERUPA MENGINTIP SANTRI PUTRI SAAT BERANGKAT SEKOLAH." Tak lama kemudian K. Ridho pergi meninggalkan Faris di halaman putri. Di sekelilingnya Faris menyadari banyak santri putri yang sedang memperhatikan dirinya. Faris sangat malu sekali telah di perlakukan seperti ini. Faris berkeinginan untuk melarikan diri saja. Tapi, dia sadar bahwa dirinya harus bertanggung jawab atas apa yan telah dirinya perbuat. Dia tidak ingin lari dari tanggung jawab, karena dia bukanlah seorang pengcut.

Faris menatap kearah langit yang sedikit mendung, dia merasa sebentar lagi langit akan meneteskan air mata kebahagiaannya, karena melihat ke adaan dirinya seperti ini.

"Classs..." Setetes air bening menghantam pipinya, Faris membiarkan air itu mengalir hingga jatuh ketanah. Tak lama kemudian beribu tetesan juga menyusul. Semua santri putri berlari mencari tempat berlindung dari guyuran air hujan yang deras sekali, sebagian berlari menuju kamar masing-masing, ada juga yang berlindung di sebuah gubuk kecil yang sudah tua.

Meskipun air hujan terus mengguyur tubuh Faris dia tetap berdiri kokoh tanpa bergerak sedikitpun di tengah halaman. Dia sangat menyesal atas apa yang telah dirinya lakukan. Semakin lama guyuran itu semakin deras saja mengguyur tubuh Faris. Faris mulai merasakan dingin yang terus menyusup dirinya hingga ketulang-tulang tubuh. Faris merasa kakinya sudah tidak kuat lagi untuk menahan tubuhnya lagi. Hingga akhirnya "BUK..."

Hari-hari berikutnya Faris sudah mulai meninggalkan kebiasaannya yang buruk. Kini dia sudah berniat unutk mengubah dirinya seratus persen. Dia sering datang kemushalla sebulum adzan berkumandan. Disepertiga malam dia pergunakan untuk sholat malam, ngaji,, dzikiran dan lain-lain, hingga adzan Subuh tiba. Tanpa Faris sadari, K. Ridho selalu mengamatinya dari alam yang berbeda, beliau selalu berdoa kepada Allah, agar faris di jadikan kekasih-Nya, di jadikan hamba yang selalu taat kepada peraturan-Nya kelak.

@@@

"Kita sudah sampai Kiai." Mendengar perkataan Kang Abi, K. Faris tersadar dari lamunannya, saat dirinya masih masih menjadi santri. Tanpa K. Faris sadari setetes air mata bening mengucur dari matanya. K. Faris keluar dari dalam mobil setelah Kang Abi membukakan pintu mobil.

Kang Abi melirik jam tangannya, betapa terkejutnya Kang Abi, karena perjalanan yang biasanya di tempuh sekitar setengah jam, ternyata tadi hanya dia tempuh cuma sepuluh menit.

"Kok bisa sih?" Gumam Kang Abi, setelah K. Faris berjalan langsung menuju mushalla.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun