Mohon tunggu...
Ghofiruddin
Ghofiruddin Mohon Tunggu... Penulis - Penulis/Blogger

Seorang pecinta sastra, menulis puisi dan juga fiksi, sesakali menulis esai nonfiksi.

Selanjutnya

Tutup

Puisi

Catatan Seorang Mbambung (Edisi Januari 2015 - Bagian Empat)

22 November 2021   11:41 Diperbarui: 22 November 2021   11:58 112
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Photo by Mheezy Massango form PxHere 


Rindu Bunda

teringat aku akan bunda

kala mereka semua di depan mata.

ada bapaknya, Saudara-saudarinya,

beserta keluarga mereka,

walau tidaklah semua.

senangku mengharu biru

dalam diam yang nan syahdu.

mataku berkaca-kaca sendu

bagaikan bunda ada di dekatku,

aku rindu.

tapi hatiku juga sedih,

perih teriris-iris kasih.

rinduku senantiasa masih,

masih melangkah tertatih-tatih.

aku mencintaimu bunda.

maafkan aku, baktiku hanyalah doa.

semoga kau bahagia di sana.

aku mencintaimu juga,

orang-orang yang dekat dengan bunda.

maafkan aku. aku kedinginan setengah mati,

membeku dalam gerak yang tak pasti.

aku bermimpi.

(Trenggalek, 28 Januari 2015)

Dua Orang Tua

dua orang tua,

lelaki dan wanita.

mereka pasangan renta.

sungguh sudah saatnya

beristirahat saja,

diurus oleh anak-anaknya.

tetapi,

di manakah anak-anaknya,

hingga mereka berdua

sebegitu sengsaranya,

mendorong gerobak

di bawah panas terik yang membara,

menjajakan apa saja yang ada

untuk makan ala kadarnya.

namun,

si bapak mengaku bahagia

karena si ibu selalu menyertainya.

penat pun tiada dirasa

karena di sana ada cinta.

(Trenggalek, 28 Januari 2015)

Administrasi Rencana Studi

riuh sekali,

ruangan ini jadi sempit sekali,

ruangan bapak kaprodi.

ratusan mahasiswa menyerbu,

tumpah ruah hingga meluber

jauh dari pintu.

mereka minta dilayani.

biasalah, masalah administrasi,

urusan rencana studi.

sungguh penuh sensasi.

kaprodi bagaikan sesosok selebriti

yang dikejar penggemar sejati.

tanda tangan sana, tanda tangan sini.

tapi cukup ia duduk di kursi,

nyaman sekali ataukah lelah sekali

hmm... kasihan juga bapak kaprodi

namun mahasiswa nggrundel

karena waktu pun dihabisi

harus menunggu hingga dua hari.

adik-adik didahulukan,

kakak-kakaknya harus bersabar

walaupun ada yang diistimewakan.

Hhh... andaikan dibuatkan jadwal sekalian.

(Trenggalek, 28 Januari 2015)

Biarkan Kecantikan Diam

 

mataku suram,

pandanganku muram.

aku tak sanggup membedakan

mana yang hitam,

mana yang buram,

apakah itu kecantikan,

dan apa pula makna keindahan.

sungguh hanyalah bayangan

yang diterpa oleh hembusan angin malam,

bergentayangan hantu-hantu

menyambut nafsu setan,

sunyi dan terdiam.

tak cukup hanya melihat alam,

atau alam terlalu luas untuk dicengkeram.

aku tak 'kan bersedu sedan,

keluh kesah kasihan.

biarkan!

biarkan kecantikan diam.

tak perlu berjalan-jalan,

karena yang terlihat hanyalah kelam,

hanya sekedar remang-remang.

kecuali, Yang diberkati Tuhan.

(Trenggalek, 29 Januari 2015)

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun