Mohon tunggu...
Ghofiruddin
Ghofiruddin Mohon Tunggu... Penulis - Penulis/Blogger

Seorang pecinta sastra, menulis puisi dan juga fiksi, sesakali menulis esai nonfiksi.

Selanjutnya

Tutup

Puisi

Catatan Seorang Mbambung (Edisi Januari 2015-Bagian Satu)

1 November 2021   09:16 Diperbarui: 1 November 2021   09:31 117
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Bocah Itu

bocah itu,

di luar Jawa bapaknya bekerja,

mencari nafkah untuk keluarga,

buat dia dan ibundanya.

tapi ia tidak terlalu peka.

bocah itu,

hari ini bundanya mati selamanya

bunda yang sangat memanjakannya.

akankah ia menjadi peka

sedikit semakin perasa

tidak terjebak dalam kehidupan durjana

sungguh kasihan memikirkannya.

bocah itu,

kira-kira hampir limabelas usianya

ia tinggi kurus sederhana

sayangnya ia kurang peka

jiwanya seperti anak balita

cengengesannya mengundang tawa

gerak-gerik tubuhnya lembek,

sangat tidak perkasa

sungguh mengerikan,

jika ia dipermainkan dunia

bocah itu,

seorang lelaki yang tidak berdaya

apalagi bundanya telah tiada

yang bisa diharapkannya kini adalah tidak ada

ikut arus dunia saja yang ia bisa

arus yang mengombang-ambingkan pikirannya

membekukan perasaan yang sudah tidak perasa

dan akhirnya bermuara pada binasa

bocah itu,

siapakah yang mau menolongnya

bundanya tiada lagi bisa menasihatinya

bundanya telah pergi,

tidak akan lagi memarahinya

bundanya tidak mungkin lagi memukulnya

ia hanya bisa mengharapkan doa.

akankah bocah itu mendoakannya

doa yang mampu menyelamatkan jiwa

dari ganasnya siksa.

(Trenggalek, 3 Januari 2015)

Cerita yang Usang

 

minuman enggan tertuang

dalam ruang hilang periang

bola mata menatap usang

kisah lama selalu terulang

yang itu belaka.

terdengar 'lah sempat kurang

cerita 'kan terbang melayang

nadanya sumbang

gejolak miskin merentang

menggelar pribadi hina

tak kasat mata

terbayar lunas segala hutang

tiada lagi anggapan tersimpan

muncul lagi gelak tawa jalang

hiburan bagi orang kesepian.

terima kasih kawan!

(Trenggalek, 11 Januari 2015)

Pingsan

setengah-setengah mati

tapi aku masih kembali lagi

kepala pening tiada berperi

keringat muncul tiada sekali

di malam ini,

di rumah yang sunyi sepi,

sendiri.

rasanya seperti sekarat pati

berkarat tubuh ini, jiwa tersandi

menangis dalam geletak lantai

tersadar, bingung menghampiri

kenapa aku di sini,

lemah lunglai.

mati 'ku hidup.

hidup 'kan mati.

matiku 'kan hidup.

aku pikir semua terserah Dia

jantung berdegup.

(Trenggalek, 13 Januari 2015)

Biarkan Aku Bapak

 

dewasamu tidaklah bijak

bicaramu banyak

emosi melunjak.

kau sering salah kepak.

sudut pandangmu adalah tidak.

egomu beranak pinak,

sesak!

biarkan aku bapak!

terima kasihku tak akan retak

tapi aku berpetak-petak,

ku kotak-kotak supaya tak terinjak,

tak asal njeplak!

(Trenggalek 13 Januari 2015)

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun