Pak Senen
pak dosen senen memang keren
perangainya manis bak gula aren
semakin nikmat jika ditambah duren
asal mahasiswa mau kanten
haruskah mahasiswa kanten
sudah terbukti siapa itu pak senen
ia itu punya hak yang paten
ia itu tak wajib ngladen
ia itu punya kuasa sebagai dosen
kekuasaan atas mahasiswa yang kanten
Â
pak senen punya alasan
untuk yang tak kanten
yang tak kanten pun maklum
atas alasan pak senen
katanya,"repot men!"
tapi berturut dua pertemuan
tak datang itu dosen
berikutnya,
mahasiswa yang tak kanten
membuat si dosen geram
seperti ditusuk duri duren
menyemprotkan jelaga
pada mahasiswa yang kanten.
kasihan!
kasihan!
kasihan!
hari ini,
belum reda jua emosi pak senen
alasannya, hanyalah buku absen
mahasiswa lah yang harus ngladen
membawa ceceran data-data absen
pak Senen menjadi tak kanten
ia lantas pergi, mutung dan kelalen
ia telah lupa cara jadi pendidik yang keren
yang ia ingat hanyalah musim panen
kali ini,
harus ada yang konsen
memberikan sebuah saran yang keren
cukuplah pemberitahuan dari itu dosen
kepada para mahasiswa yang kanten
tatap muka bisa diganti tugas supaya titen
supaya pikiran tidak hitam seperti peceren.
Â
(Trenggalek, 15 Desember 2014)
Nyanyian Katak
katak itu bernyanyi dengan riangnya
tak peduli malam telah berganti rupa
mereka ramai seperti tiada dosa
dan memang mereka tidak berdosa
nyanyian mereka tidak mengganggu jiwa
malahan sebaliknya menentramkan hati yang hampa
lewat untaian nada khas alam raya
dipadu irama yang tak biasa
sungguh, alangkah indahnya
nyanyian katak telah menjadi pelipur lara
mengisi sepiku yang sunyi akan cinta
menggemakan suara-suara yang nelangsa
menembus hingga kedalaman jiwa
mencari sebuah makna akan hadirnya seorang wanita,
wanita yang cantik jelita
serta berbudi pekerti mulia
adakah dia atau hanya dalam mimpiku saja
sebuah harapan yang sia-sia.
namun, katak itu menyanyi bahagia
kering telah terhapus, asa mereka tidaklah pupus
begitu juga penantianku tak pernah putus
mendambakan cinta dalam sebuah hubungan
yang kudus.
(Trenggalek, 15 Desember 2014)
Â
Terbalik
terjun terbalik aku saat melewati jalan itu
di bawah rintik hujan yang syahdu
dekat kuburan ibuku
orang itu menabrakku
dia tidak sengaja melakukan itu
matanya silau karena sorot lampu
dia bingung dan tidak bisa menghindariku
brukkk... cepat sekali waktu berlalu
aku pun berdiri
namun ia masih membujur kaku
beruntung, ia masih sadarkan diri
segala puji, karena jalanan sedang sepi
kubantu ia berdiri dan kami pun menepi
tiada yang parah sama sekali
urusan pun selesai, dan aku tak peduli
dengan ganti rugi, biar sepedaku kuurus sendiri
dan sungguh, aku justru senang sekali
bisa memberikan bantuan untuk orang tadi
bodoh amat dengan kata orang yang tak sehati
tak perlu alasan untuk memberi
tak perlu takut jika harus merugi
toh semuanya akan kembali
(Trenggalek, 24 Desember 2014)
Â
Kesepian
aku ini sedang sariawan
aku juga sangat lapar
tapi aku masih kuat berjalan
tak peduli nanti
jika harus pingsan
toh... aku tidak pingsan
aku selamat sampai tujuan
di sinilah tempatku sekarang
duduk di sebuah bangku panjang
di depan ruang kelas yang nyaman
sendirian...
apa yang aku pikirkan
kesunyian, kerinduan, ataukah kesakitan
memang,
otot-otot tubuhku masih sedikit mengejang
imbas kejadian tadi malam
aku masih kesakitan
anehnya,
sakit ini berujung pada kerinduan
kerinduan akan sebuah perhatian
kerinduan atas cinta dan kasih sayang
lama sekali aku terasing dalam kesunyian
sayang, perasaan ini tak 'kan tersingkapkan
aku menempuh jalan ini
sebuah penantian panjang
dan memang aku sedang menanti
seorang teman
kami sudah membuat perjanjian
sebentar lagi ia pasti datang
itu ia datang
ia sungguh cantik menawan
ia dibonceng kekasihnya yang rupawan
yang juga seorang kawan
ini adalah penampakan
membuatku merasa lebih kesepian
aku seperti tertekan
karena waktuku tak kunjung datang
perjanjian telah dilaksanakan
buku sudah ia serahkan
untuk kupinjam
ia pun berlalu untuk melanjutkan urusan
dan aku masih sendirian
walaupun di sampingku ada teman
Ahh...
wajah itu datang
satu orang yang sanggup
membuatku melupakan
namun,
ia juga membuatku berantakan
tiada harapan
kenapa yang kupuja selalu sudah memiliki tujuan
hatinya telah punya tambatan
dan akhirnya,
yang tersisa untukku adalah kesakitan
aku hanya bisa memendam kerinduan
aku masih akan melanjutkan kesunyian
sekarang,
aku ini masih sariawan
aku juga semakin lapar
(Trenggalek, 25 Desember 2014)
Â
Â
Entah Dia Itu Siapa
eka mardiana,
entah dia itu siapa
dia membuatku gila
tapi ia,
hanya secuil di dalam semesta
yang pernah
singgah di dalam jiwa
untuk dicinta.
(Trenggalek, Desember 2014)
Satu
eka itu adalah satu
di dalam otakku
ia dicumbu
di dalam khayalku
cintanya beku
kasih sayangnya bisu
dan aku
memandangnya sayu
aku tak ingin merayu
karena ia tak mungkin mampu
menggenggam jalan pikiranku
dan yang tersisa
kini hanyalah sendu
meratap menjerit di dalam kalbu.
(Trenggalek, Desember 2014)
Pengingat Masa
usiaku 24
tak kurasa masa berlalu begitu cepat
ia seperti mengendap-endap
karena takut terlihat
tercium oleh akal sehat
dan aku tidaklah begitu ingat
semua kejadian yang pernah melekat
sungguh begitu singkat
aku pernah bersuka
aku juga pernah merasakan duka
seperti lumrahnya manusia
aku pernah menangis
mengisi hari dengan perih yang sedih
seperti ketika ditinggal orang terkasih
tapi,
aku lebih sering tersenyum
bercanda tertawa tanpa terkulum
menyembunyikan derita yang alum
deritaku adalah rasa sepiku
sunyi karena masa cepat berlalu
dan mereka tidak menyadari itu
terlalu bodohkah aku
karena memikirkan masa lalu
mengingat-ingat kejadian
yang telah dilampaui waktu
padahal masa ini lebih berarti
masa depan masih terus menanti
sayangnya,
hidup itu dibayangi mati
usiaku 24
dan tentu mati semakin menghampiri
walau 'ku tak tahu kapan itu pasti
masa lalu diingat supaya berhati-hati
masa lalu diingat untuk dipelajari
masa lalu bisa menjadi inspirasi
untuk masa kini
dan masa yang masih terus menanti
sebelum mati.
(Trenggalek, 31 Desember 2014)
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H