Bismillahirrahmanirrahim..
Assalamualaikum, Wr. Wb. Halo teman-teman semua, sebekumnya mohon izin memperkenalkan diri, nama saya Ghina Kamila mahasiswa program studi Ilmu Komunikasi Universitas Ahmad Dahlan. Dalam tulisan ini saya menuliskan hal-hal yang saya dapatkan selama menonton film social media.
Dewasa ini sosial media memang menjadi salah satu kebutuhan kita dalam kehidupan sehari-hari. Terhitung selama satu dekade terakhir sosial media dijadikan sebagai salah satu kebutuhan dalam meraih informasi dengan cepat. Memang dengan keberadaan sosial media di kehidupan kita sangatlah membantu terutama bagi sepertiga makhluk planet ini dalam hal-hal yang sesuai kebutuhan kita contohnya saja seperti saat ini mahasiswa di Indonesia melakukan perkuliahan online melalui google classroom, zoom, google meet, dan lain sebagainya. Begitupun dengan para pekerja kantoran, para siswa-siswi, guru hingga dosen.
Pandemi covid-19 yang telah melanda seluruh dunia selama satu tahun terakhir membatasi aktivitas sehari-hari yang biasa dilakukan sebelum adanya pandemi hingga pada akhirnya aktivitas yang dilakukan pun terpaksa harus dilakukan dirumah dengan melalui sosial media. Namun selama setahun terakhir ini efektifitas kita dalam menggunakan sosial media tentu lebih aktif daripada sebelumnya ibaratnya hampir setiap hari kita harus tahu akan informasi apa yang akan dilakukan hari ini seperti seorang mahasiswa haruslah sering-sering melihat grup setiap mata kuliahnya agar tidak ketinggalan informasi perkuliahan yang mana hal tersebut mempengaruhi penilaian selama satu semester. Saya merasa hal ini cukup berat saat awal-awal perkuliahan. Sebelum perkuliahan online, saya cenderung aktif bila KBM berlangsung namun selama perkuliahan online saya menjadi pasif bahkan saya belakangan ini hanya beberapa kali saja aktif dalam perkuliahan. Entah kenapa saya menjadi seperti ini.
Terkadang saya juga menjadi overthinking bila ingin bertanya atau menaggapi suatu hal selama KBM berlangsung ,saya merasa takut ada teman-teman  yang tidak suka saya seperti itu, takut di cap sosoan dan berbagai macam hal yang padahal belum tentu terjadi. Sebenarnya adanya sosial media ini memiliki dampak positif terutama selama pandemi selain membantu kegiatan perkuliahan secara daring yaitu kita dapat lebih banyak mencari litratur perkuliahan melalui sosial media. Ya tidak dapat dipungkiri selama offline juga kita bergantung dengan sosial media. Tetapi selama pandemi ini kita dituntut untuk lebih aktif lagi dalam mencari informasi seputar perkuliahan. Kalau selama perkuliahan offline kita mempunyai waktu yang banyak untuk berdiskusi dengan para dosen namun karena keterbatasan waktu selama perkuliahan online mau tidak mau kita harus lebih aktif secara mandiri mencari materi melalui sosial media agar tidak ketinggalan informasi. Melalui sosial media, saya dapat memperoleh ilmu pengetahuan secara cuma-cuma seperti tiktok, twitter, youtube, quora, maupun media sosial lainnya.
Belakangan ini saya jarang membuka youtube, saya cenderung lebih aktif menggunakan media sosial tiktok, quora, twitter. Namun diantara ketiganya saya lebih aktif dalam menapatkan ilmu dan informasi yaitu melalui quora. Quora berbeda sekali dengan media sosial yang saya sebutkan yaitu hanya berupa teks, foto dan tidak adanya video maupun suara.
Bagi sebagian orang yang terbiasa dengan hal-hal visual mungkin bosan bila membaca quora, namun saya pribadi nyaman dengan sosial media quora. Disana saya banyak mendapatkan ilmu baru mengenai hal-hal yang tentunya tidak bisa didapatkan melalui sosial media lain seperti ilmu bagaimana cara me-manage waktu yang baik agar waktu yang kita gunakan tidak sia-sia, hal-hal yang harus dilakukan selama perkuliahan agar perkuliahan tidak sia-sia, juga cerita dari berbagai macam orang-orang yang memiliki latar belakang yang berbeda-beda hingga menjadi sebuah reminder bagi saya agar hal tersebut bisa dijadikan sebagai motivasi untuk kedepannya ataukah hal-hal yang semestinya tidak dilakukan.
Lalu saya juga mendapatkan ilmu mengenai tips-tips mengahadapi semester delapan (masa-masa menyusun skripsi) bagaimana skripsi agar di acc dosen pembimbing, bagaimana mencari jurnal yang kredibel, menurunkan tingkat plagiat skripsi, bagaimana menyusun CV (Curriculum Vitae) agar bagus dan enak dilihat oleh HRD (Human Resources Development) hingga membaca mengenai pengalaman agar segera mendapatkan pekerjaan setelah wisuda, dan masih banyak hal-hal lain yang saya dapatkan selama aktif membuka quora. Di quora saya tidak terlalu aktif dalam menulis namun saya pernah membagikan pengalaman pribadi saya namun saya muat tulisan saya secara anonim karena ada hal yang sangat privacy dan dikhawatirkan akan dibaca oleh orang yang kenal dengan saya. Berkenaan hal tersebut bukan berarti saya tidak percaya dengan orang-orang disekitar saya, namun pada dasarnya setiap manusia memiliki rahasianya sendiri dan tidak semua rahasia tersebut harus diketahui oleh orang lain.
Terkadang ada kalanya kita tidak bisa menyimpan dan memendam terlalu lama sebuah rahasia, namun dengan adanya fitur anonim dalam quora, saya bisa menuangkannya sehingga menjadi suatu hal yang membuat saya tenang akan hal tersebut. Banyaknya hal positif yang saya dapatkan melalui sosial media, adik saya juga sebagai orang yang paling dekat dengan saya pun merasakan dampak positif dari penggunaan sosial media, walaupun dia juga awalnya sulit beradaptasi dengan sosial media, namun pada akhirnya ia menjadi terbiasa dengan kegiatan secara daring. Saat ini adik saya sedang mempersiapkan diri menjelang kuliah tentunya ia nantinya mungkin akan menghadapi perkuliahan secara online seperti saya dan pastinya mengandalkan keberadaan sosial media untuk menunjang perkuliahannya maupun kegiatan-kegiatan orientasi kampus nantinya.
Sebelumnya semasa ia menjadi seorang siswa, ia kerap kali sekolah secara online juga mendapatkan informasi seputar perkuliahan pun melalui Instagram. Memang, saat itu baginya sangatlah berat bahkan saya pun kerap kali merasa pusing mendengar keluhan adik saya yang selalu mengeluhkan kapankah sekolah offline dimulai, ingin sekali konsul perkuliahan dengan guru BK (Bimbingan Konseling) namun pada akhirnya yang "katanya" kegiatan sekolah offline akan dilakukan diawal Januari silam tidak menemukan titik terang hingga ia lulus, kegiatan sekolah tetap dilakukan secara online. Tetapi hal tersebut bukan menjadi halangan bagi adik saya dalam mencari informasi seputar perkuliahan maupun belajar persiapan SBMPTN seperti bagaimana trik jitu mengerjakan soal SBMPTN agar meraih skor yang tinggi sampai informasi seputar kampus dan jurusan yang ingin dituju ia dapatkan dari Instagram dengan follow akun @info3sma, @masukkampus dan macam-macam akun informasi seputar persiapan SBMPTN.
Keberadaan sosial media baginya merupakan hal yang sangat penting apalagi selama covid-19 bimbel konvensional tidak membuka kegiatan bimbel maka dari melalui aplikasi zenius, adik saya dapat menunjang belajar persiapan SBMPTN secara online. Tidak tanggung-tanggung bimbel zenius terbilang murah dibandingkan bimbel konvensional. Informasi yang ia dapatkan mengenai bimbel online pun ia dapatkan dari Instagram sehingga ia tidak tertinggal dengan pelajaran meskipun kegiatan sekolah dilakukan secara online. Covid-19 bukan berarti sebuah halangan bagi adik saya untuk melakukan kegiatan olahraga selain menjaga kesehatan jasmani dengan makanan yang bergizi dan seimbang, olahraga pun juga menjadi hal yang terpenting dalam menjaga kesehatan jasmani.
Dengan adanya YouTube di dunia ini, ia manfaatkan keberadaan youtube tersebut untuk mendapatkan informasi mengenai workout. Workout sendiri dalam Bahasa Indonesia berarti latihan fisik. Menurut wikipedia, latihan fisik dilakukan untuk meningkatkan atau memelihara kebugaran tubuh. Latihan fisik memiliki beberapa kategori tergantung pengaruh yang ditimbulkan pada setiap tubuh.
Latihan fleksibilitas seperti regang memperbaiki kisaran gerakan otot dan sendi. Latihan aerobik seperti berjalan dan berlari berpusat pada penambahan daya tahan kardiovaskular. Latihan anaerobik seperti angkat besi menambah kekuatan otot jangka pendek. Banyaknya hal yang positif yang kita dapatkan selama menggunakan sosial media inipun turut andil membantu kehidupan kita selama kegiatan dirumah. Bayangkan saja bila covid-19 berlangsung namun tidak adanya internet bagaimanakah dunia ini kedepannya? Apalagi sebagai generasi penerus bangsa tentu masa depan dunia ini ditaruhkan karena keterbatasan teknologi. Disamping adanya sosial media membantu kehidupan sehari-hari dan memiliki sisi positif, sosial media memiliki banyak sisi negatifnya.
Belakangan ini banyaknya konten kreator menyalahgunakan sosial medianya untuk berbuat hal-hal yang tidak perlu dicontoh seperti membuat lagu dengan awalan kata "welcome to Indonesia" di sosial media tiktok dengan lirik yang menjelaskan tidak percaya adanya covid-19, di luar negeri sudah buka masker lalu kapan Indonesia? Hal tersebut akhirinya mengundang sejumlah stitch (mengutip video orang lain dan membalas engan video) dari para dokter, salah satunya dokter idola saya dr. Nicho Saputra Nugraha yang kini sedang menjadi garda terdepan covid-19 di Palembang. Tentunya dengan postingan yang mengandung kontroversi tersebut, memberikan pengaruh negatif bagi orang-orang yang tidak percaya adanya covid-19. Padahal, covid ini sangatlah berbahaya terhitung pasca lebaran idul fitri lalu kenaikan kasus covid-19 semakin meningkat menurut website resmi covid-19.go.id, jumlah pasien positif mencapai 2.417.788 dan pasien meninggal berjumlah 63.760 (update taggal 8 Juli 2021). Banyaknya kasus tersebut ternyata masih banyak yang tidak percaya adanya covid-19 bahkan dalam beberapa hari ini yang saya lihat melalui tiktok banyak yang telah kehilangan orang yang mereka cintai. Bagaimana bila mereka yang sehabis ditinggalkan orang yang dicintainya melihat video nyanyian yang katanya tidak percaya covid-19 tentunya hatinya sangat sedih. Dan juga bagi yang tidak percaya pun semakin menjadi-jadi hingga dikhawatirkan kasus pasien positif semakin meningkat.
Ngomong-ngomong masalah sisi negatif sosial media, ternyata banyak sekali sisi negatif dari sosial media yang selama ini kita tidak sadar ternyata ada suatu hal yang cukup mengagetkan setelah menonton film social dilemma yang ternyata selama ini kita telah diawasi secara diam-diam aktifitas kita selama di sosial media serta perekaman dengan hati-hati hingga memanipulasi tampilan dalam feed sosial media yang digunakan supaya kita tidak bisa terlepas dari sosial media.
Selain itu interaksi antar individu dengan sekitarnya pun berkurang contohnya saja ada satu scene di film tersebut menceritakan sekeluarga yang sedang makan namun anak-anaknya sibuk dengan smartphonenya masing-masing. Hal itu membuat sang ibu melakukan tindakan dengan memasukan smartphone mereka kedalam box yang dikunci selama kurang lebih satu jam dengan maksud agar anak-anaknya tidak ketergantungan sosial media, namun nyatanya setelah anaknya mendengar notifikasi smartphonenya, anak tersebut memecahkan box tersebut. Memang benar adanya ternyata efek bermain sosial media menyebabkan kecanduan layaknya seperti narkoba. Kita dapat lalai mengerjakan pekerjaan utama karena berlama-lama berselancar di sosial media hingga melupakan kewajiban yang seharusnya kita kerjakan.
Selain itu, sisi negatif dalam sosial media yaitu menyebabkan depresi karena muncul adanya rasa insecure dalam diri. Saat melihat teman-teman seangkatan bahkan yang umurnya dibawah dapat meraih banyak penghargaan hingga cv (Curriculum Vitae) mereka memenuhi akun Linkedin mereka. Tidak jarang terkadang rasa iri ini muncul karena merasa pencapaian diri belum bisa setara dengan mereka. Namun saya pun kembali melihat diri saya sendiri bahwa saya juga bisa seperti mereka walaupun bukan di waktu yang sama. Saya juga berprinsip bahwa tidak ada yang tidak mungkin di dunia ini selagi kita memiliki kemauan yang kuat, biarkan waktu yang menjawab semuanya karena jalan hidup seseorang tidak ada yang sama. Kembali lagi ke pembahasan mengenai sisi negatif dari sosial media.
Sosial media juga membuat para penggunanya menjadi konsumtif. Karena saya juga merasa sendiri bahwa saya juga seperti itu disaat kita buka sosial media ada saja hal-hal yang ingin dibeli entah itu barang-barang rumah tangga, barang-barang yang tidak berguna juga terkadang ingin sekali dibeli hanya karena memiliki tampilan dan warna yang bagus dan lucu hingga akhirnya secara tidak sadar hal itu menjadikan saya sebagai manusia yang boros, padahal banyak sekali kebutuhan yang harus dibeli yang tentunya sangat diperlukan untuk jangka panjang. Sepanjang saya sering berselancar di sosial media, saya baru tahu setelah menonton film social dilemma bahwa ada istilah dismorfia snapchat. Dilansir dari tirto.id dismorfia snapchat merupakan kelainan psikis yang dialami seseorang untuk mengganti wajahnya seperti hasil foto selfinya, Kehadiran filter dalam kamera smartphone inilah yang membuat orang tersebut terobsesi ingin memiliki wajah tirus, putih, hidung mancung. Dahulu trend operasi banyak yang ingin mirip seperti tokoh idolanya misalnya para artis hingga tokoh fiksi idolanya seperti barbie, namun kelainan tersebut bukanlah hal yang baru karena sesorang yang mengalami kelainan ini dapat menghabiskan waktu berjam-jam untuk memperbaiki penampilan mereka. Kepedulian terhadap penampilan tentulah normal bagi kita sendiri namun bagi penderita dismorfia snapchat, mereka tidak pernah puas apa yang mereka miliki. Padahal definisi seseorang agar terlihat menarik dan cantik bukanlah karena penampilannya semata saja, namun dilihat dari attitude dan kadar intelektualnya seseorang.
Selama ini setiap bermain sosmed seringkali merasa janggal terkadang apa yang saya pikirkan, apa yang saya bicarakan dengan teman melalui whatsapp seperti skincare, artis idola beberapa menit kemudian saat berselancar ke sosial media lain munculah apa yang dibahas di whatsapp. Berarti selama ini dugaan diawasi benar adanya... hingga akhirnya saya menjadi lupa waktu karena terus-terusan membuka hal-hal yang membuat kita sulit berhenti. Jujur saja, saya terkadang bila berselancar di sosial media hingga larut malam, apalagi bila sudah malam minggu saya bisa tahan berjam-jam hingga dini hari.
Tentunya hal tersebut saya tidak bisa diam saja, saya merasa dikendalikan hingga saya lupa waktu. Tapi hal itu saya terkadang bisa mengontrolnya dengan cara meluangkan waktu satu jam atau 2 jam tanpa sosial media dengan mematikan jaringan seluler untuk melakukan hal yang saya ingin dikerjakan entah menyelesaikan tugas-tugas ataupun membereskan kamar. Tanpa disadari juga ternyata kita adalah produk "mereka". Karena dalam keterangan di film social dilemma sendiri bahwa kalau kita tidak membayar apapun untuk suatu hal, maka kita lah yang dijual dengan teknologi.
Ironis sekali kita sebagai makhluk yang paling sempurna dimanfaatkan dengan teknologi. Dalam sosial media juga bahaya pun terkadang mengancam kita, apalagi di twitter banyak sekali orang-orang dengan bebasnya menyebarkan konten berbau pornografi dengan bebas, padahal dengan menyebarkan hal-hal pornografi akan dikenakan sanksi dan hukuman. Penculikan juga bisa terjadi di sosial media. Saya jadi teringat beberapa tahun silam saya mendengar berita penculikan melalui facebook, kronologisnya saya tidak ingat di tahun berapa kejadian tersebut. Berawal berkenalan di facebook dan akhirnya meet up bareng namun naas cewek tersebut akhirnya dibawa kabur oleh kenalannya. Ada pula kasus penipuan yang dilakukan oleh TNI-Polri gadungan untuk mendapatkan pacar/uang dengan modal foto editan/curian, dan seragam yang dijual di pasaran pun dapat mudahnya mereka kelabui sang target. Biasanya mereka terkadang melakukan penipuan dengan kata-kata manis. Bahkan pernah ada kejadian seorang TKI tertipu oleh scammer yang mengaku-ngaku sebagai US Army (Tentara Angkatan Darat Amerika Serikat) hingga kehilangan uang mencapai 50 juta rupiah dengan dijanjikan akan dinikahkan.
Tentu saja hal ini menjadi reminder untuk kita semua apabila mendapatkan teman melalui sosial media sebaiknya hati-hati dan tidak mudah percaya orang yang baru dikenal. Sebaiknya bila ingin mempunyai kenalan melalui sosial media alangkah lebih baiknya mencari tahu terlebih dahulu informasi mengenai orang tersebut melalui google. Biasanya melalui google kita bertemu dengan riwayat hidup orang tersebut entah melalui linkedin, twitter, dan lain sebagainya. Saya ada sedikit tips untuk teman-teman apabila mendapatkan kenalan dari TNI-Polri yang tentunya informasi tersebut saya dapatkan melalui quora dan berbagai macam platform lain:
Tanya pangkat dan jabatan saat ini
 Beware: ini bukan menandakan kalau kita hanya melihat seseorang karena pangkat orang tersebut namun meyakinkan orang tersebut bahwa dia benar-benar anggota TNI/Polri, bukan gadungan.
Tanyakan ia dinas dimana
 Hal ini sangatlah penting karena kita dapat mencari tempat dinasnya melalui google ataupun instagram. Biasanya setiap tempat dinas baik itu polsek, polres,  polda/batalyon memiliki offical akun instagram, dan disana kita dapat menanyakan kebenaran seseorang melalui akun tersebut.
Mintalah foto KTA (Kartu Tanda Anggota)
KTA dimiliki oleh setiap prajurit TNI dan Polri. Dalam KTA biasanya tertera pas photonya dengan memakai PDU (Pakaian Dinas Upacara) dan tertera juga name tag, dan kepangkatan orang tersebut yang berada di Pundak kanan kiri (bagi perwira TNI dan Polri baik perwira, bintara atau tamtama) Â ataupun di lengan kanan kiri bagi bintara dan tamtama TNI. Dalam KTA tersebut terdapat informasi nama, kepangkatan, NRP (Nomor Registrasi Pusat). NRP dapat dicari melalui website masing-masing matra dan memastikan bahwa benar adanya ia seorang prajurit. Apabila dalam KTA tidak sesuai dapat dipastikan bahwa ia prajurit gadungan.Â
Ajak Video Call
Ini merupakan hal utama yang harus dilakukan bila mempunyai kenalan seorang prajurit melalui sosial media, karena banyak kejadian seseorang tertipu oleh prajurit gadungan disaat para korbannya mengajak video call namun beralasan kamera depan smartphonenya rusak ataupun pecah.
      Banyaknya hoax yang ada di sosial media ini tentulah harus diperhatikan lagi oleh kita maupun pihak yang berwenang apalagi di situasi yang tidak kondusif sekarang banyaknya berita yang bertujuan untuk memperkeruh suasana. Contohnya saja kejadian beberapa hari lalu seorang dokter memberikan keterangan bahwa covid-19 itu tidak ada, hal tersebut tentu menimbulkan  reaksi negatif dari berbagai macam rekan sejawatnya hingga munculnya keterangan tersebut melalui broadcast grup whatsapp, sebagaimana yang kita tahu broadcast grup whatsapp terkadang memberikan informasi hoax hingga akhirnya banyak yang percaya berita tersebut.
Sejatinya apapun sosial media memiliki kurang dan lebihnya dan tentu balik lagi ke diri sendiri bagaimana kita memanfaatkan sosial media tersebut dengan bijak serta tidak langsung percaya dengan berita hoax. Perlu diperhatikan lagi oleh kominfo maupun jajaran pihak yang berwenang untuk memberantas berita hoax yang meresahkan masyarakat dengan memberikan sanksi berupa hukuman yang sesuai agar sosial media menghasilkan hal-hal yang bermanfaat.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H