Mohon tunggu...
Ghina Kamila
Ghina Kamila Mohon Tunggu... Mahasiswa - an ambivert

Communication Student (Public Relations) Ahmad Dahlan University Batch 2019

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Ternyata Kita Selama Ini Dikendalikan Sosial Media

14 Juli 2021   11:39 Diperbarui: 14 Juli 2021   11:53 237
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Dengan adanya YouTube di dunia ini, ia manfaatkan keberadaan youtube tersebut untuk mendapatkan informasi mengenai workout. Workout sendiri dalam Bahasa Indonesia berarti latihan fisik. Menurut wikipedia, latihan fisik dilakukan untuk meningkatkan atau memelihara kebugaran tubuh. Latihan fisik memiliki beberapa kategori tergantung pengaruh yang ditimbulkan pada setiap tubuh.

Latihan fleksibilitas seperti regang memperbaiki kisaran gerakan otot dan sendi. Latihan aerobik seperti berjalan dan berlari berpusat pada penambahan daya tahan kardiovaskular. Latihan anaerobik seperti angkat besi menambah kekuatan otot jangka pendek. Banyaknya hal yang positif yang kita dapatkan selama menggunakan sosial media inipun turut andil membantu kehidupan kita selama kegiatan dirumah. Bayangkan saja bila covid-19 berlangsung namun tidak adanya internet bagaimanakah dunia ini kedepannya? Apalagi sebagai generasi penerus bangsa tentu masa depan dunia ini ditaruhkan karena keterbatasan teknologi. Disamping adanya sosial media membantu kehidupan sehari-hari dan memiliki sisi positif, sosial media memiliki banyak sisi negatifnya.

Belakangan ini banyaknya konten kreator menyalahgunakan sosial medianya untuk berbuat hal-hal yang tidak perlu dicontoh seperti membuat lagu dengan awalan kata "welcome to Indonesia" di sosial media tiktok dengan lirik yang menjelaskan tidak percaya adanya covid-19, di luar negeri sudah buka masker lalu kapan Indonesia? Hal tersebut akhirinya mengundang sejumlah stitch (mengutip video orang lain dan membalas engan video) dari para dokter, salah satunya dokter idola saya dr. Nicho Saputra Nugraha yang kini sedang menjadi garda terdepan covid-19 di Palembang. Tentunya dengan postingan yang mengandung kontroversi tersebut, memberikan pengaruh negatif bagi orang-orang yang tidak percaya adanya covid-19. Padahal, covid ini sangatlah berbahaya terhitung pasca lebaran idul fitri lalu kenaikan kasus covid-19 semakin meningkat menurut website resmi covid-19.go.id, jumlah pasien positif mencapai 2.417.788 dan pasien meninggal berjumlah 63.760 (update taggal 8 Juli 2021). Banyaknya kasus tersebut ternyata masih banyak yang tidak percaya adanya covid-19 bahkan dalam beberapa hari ini yang saya lihat melalui tiktok banyak yang telah kehilangan orang yang mereka cintai. Bagaimana bila mereka yang sehabis ditinggalkan orang yang dicintainya melihat video nyanyian yang katanya tidak percaya covid-19 tentunya hatinya sangat sedih. Dan juga bagi yang tidak percaya pun semakin menjadi-jadi hingga dikhawatirkan kasus pasien positif semakin meningkat.

Ngomong-ngomong masalah sisi negatif sosial media, ternyata banyak sekali sisi negatif dari sosial media yang selama ini kita tidak sadar ternyata ada suatu hal yang cukup mengagetkan setelah menonton film social dilemma yang ternyata selama ini kita telah diawasi secara diam-diam aktifitas kita selama di sosial media serta perekaman dengan hati-hati hingga memanipulasi tampilan dalam feed sosial media yang digunakan supaya kita tidak bisa terlepas dari sosial media.

Selain itu interaksi antar individu dengan sekitarnya pun berkurang contohnya saja ada satu scene di film tersebut menceritakan sekeluarga yang sedang makan namun anak-anaknya sibuk dengan smartphonenya masing-masing. Hal itu membuat sang ibu melakukan tindakan dengan memasukan smartphone mereka kedalam box yang dikunci selama kurang lebih satu jam dengan maksud agar anak-anaknya tidak ketergantungan sosial media, namun nyatanya setelah anaknya mendengar notifikasi smartphonenya, anak tersebut memecahkan box tersebut. Memang benar adanya ternyata efek bermain sosial media menyebabkan kecanduan layaknya seperti narkoba. Kita dapat lalai mengerjakan pekerjaan utama karena berlama-lama berselancar di sosial media hingga melupakan kewajiban yang seharusnya kita kerjakan.

Selain itu, sisi negatif dalam sosial media yaitu menyebabkan depresi karena muncul adanya rasa insecure dalam diri. Saat melihat teman-teman seangkatan bahkan yang umurnya dibawah dapat meraih banyak penghargaan hingga cv (Curriculum Vitae) mereka memenuhi akun Linkedin mereka. Tidak jarang terkadang rasa iri ini muncul karena merasa pencapaian diri belum bisa setara dengan mereka. Namun saya pun kembali melihat diri saya sendiri bahwa saya juga bisa seperti mereka walaupun bukan di waktu yang sama. Saya juga berprinsip bahwa tidak ada yang tidak mungkin di dunia ini selagi kita memiliki kemauan yang kuat, biarkan waktu yang menjawab semuanya karena jalan hidup seseorang tidak ada yang sama. Kembali lagi ke pembahasan mengenai sisi negatif dari sosial media.

Sosial media juga membuat para penggunanya menjadi konsumtif. Karena saya juga merasa sendiri bahwa saya juga seperti itu disaat kita buka sosial media ada saja hal-hal yang ingin dibeli entah itu barang-barang rumah tangga, barang-barang yang tidak berguna juga terkadang ingin sekali dibeli hanya karena memiliki tampilan dan warna yang bagus dan lucu hingga akhirnya secara tidak sadar hal itu menjadikan saya sebagai manusia yang boros, padahal banyak sekali kebutuhan yang harus dibeli yang tentunya sangat diperlukan untuk jangka panjang. Sepanjang saya sering berselancar di sosial media, saya baru tahu setelah menonton film social dilemma bahwa ada istilah dismorfia snapchat. Dilansir dari tirto.id dismorfia snapchat merupakan kelainan psikis yang dialami seseorang untuk mengganti wajahnya seperti hasil foto selfinya, Kehadiran filter dalam kamera smartphone inilah yang membuat orang tersebut terobsesi ingin memiliki wajah tirus, putih, hidung mancung. Dahulu trend operasi banyak yang ingin mirip seperti tokoh idolanya misalnya para artis hingga tokoh fiksi idolanya seperti barbie, namun kelainan tersebut bukanlah hal yang baru karena sesorang yang mengalami kelainan ini dapat menghabiskan waktu berjam-jam untuk memperbaiki penampilan mereka. Kepedulian terhadap penampilan tentulah normal bagi kita sendiri namun bagi penderita dismorfia snapchat, mereka tidak pernah puas apa yang mereka miliki. Padahal definisi seseorang agar terlihat menarik dan cantik bukanlah karena penampilannya semata saja, namun dilihat dari attitude dan kadar intelektualnya seseorang.

Selama ini setiap bermain sosmed seringkali merasa janggal terkadang apa yang saya pikirkan, apa yang saya bicarakan dengan teman melalui whatsapp seperti skincare, artis idola beberapa menit kemudian saat berselancar ke sosial media lain munculah apa yang dibahas di whatsapp. Berarti selama ini dugaan diawasi benar adanya... hingga akhirnya saya menjadi lupa waktu karena terus-terusan membuka hal-hal yang membuat kita sulit berhenti. Jujur saja, saya terkadang bila berselancar di sosial media hingga larut malam, apalagi bila sudah malam minggu saya bisa tahan berjam-jam hingga dini hari.

Tentunya hal tersebut saya tidak bisa diam saja, saya merasa dikendalikan hingga saya lupa waktu. Tapi hal itu saya terkadang bisa mengontrolnya dengan cara meluangkan waktu satu jam atau 2 jam tanpa sosial media dengan mematikan jaringan seluler untuk melakukan hal yang saya ingin dikerjakan entah menyelesaikan tugas-tugas ataupun membereskan kamar. Tanpa disadari juga ternyata kita adalah produk "mereka". Karena dalam keterangan di film social dilemma sendiri bahwa kalau kita tidak membayar apapun untuk suatu hal, maka kita lah yang dijual dengan teknologi.

Ironis sekali kita sebagai makhluk yang paling sempurna dimanfaatkan dengan teknologi. Dalam sosial media juga bahaya pun terkadang mengancam kita, apalagi di twitter banyak sekali orang-orang dengan bebasnya menyebarkan konten berbau pornografi dengan bebas, padahal dengan menyebarkan hal-hal pornografi akan dikenakan sanksi dan hukuman. Penculikan juga bisa terjadi di sosial media. Saya jadi teringat beberapa tahun silam saya mendengar berita penculikan melalui facebook, kronologisnya saya tidak ingat di tahun berapa kejadian tersebut. Berawal berkenalan di facebook dan akhirnya meet up bareng namun naas cewek tersebut akhirnya dibawa kabur oleh kenalannya. Ada pula kasus penipuan yang dilakukan oleh TNI-Polri gadungan untuk mendapatkan pacar/uang dengan modal foto editan/curian, dan seragam yang dijual di pasaran pun dapat mudahnya mereka kelabui sang target. Biasanya mereka terkadang melakukan penipuan dengan kata-kata manis. Bahkan pernah ada kejadian seorang TKI tertipu oleh scammer yang mengaku-ngaku sebagai US Army (Tentara Angkatan Darat Amerika Serikat) hingga kehilangan uang mencapai 50 juta rupiah dengan dijanjikan akan dinikahkan.

Tentu saja hal ini menjadi reminder untuk kita semua apabila mendapatkan teman melalui sosial media sebaiknya hati-hati dan tidak mudah percaya orang yang baru dikenal. Sebaiknya bila ingin mempunyai kenalan melalui sosial media alangkah lebih baiknya mencari tahu terlebih dahulu informasi mengenai orang tersebut melalui google. Biasanya melalui google kita bertemu dengan riwayat hidup orang tersebut entah melalui linkedin, twitter, dan lain sebagainya. Saya ada sedikit tips untuk teman-teman apabila mendapatkan kenalan dari TNI-Polri yang tentunya informasi tersebut saya dapatkan melalui quora dan berbagai macam platform lain:

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun