Mohon tunggu...
Sosbud Pilihan

Kesimpulan tentang Status Gunung Kerinci, Menanggapi Artikel Hafiful Hadi Sunliensyar

21 Februari 2018   19:43 Diperbarui: 21 Februari 2018   20:03 914
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Artinya tulisan Saudara hafiful yang pertama "sehingga batas-batas di Utara Wilayah Kerinci selalu disebutkan berwatas dengan Yang dipatuan Marajo Bungsu Bagumbak Putih Bajanggut Merah diam (berkedudukan) di Lekuk (lembah) Sungai Pagu" jelas berdasarkan satu-satunya sumber tuturan lisan yang tidak dijelaskan siapa yang menuturkanya kepada siapa tuturan itu disampaikan. Dalam Kumpulan Tambo Kerintji yang dialih tulis oleh Voorhoeve (1941) tidak ditemukan sepatah katapun yang memuat pernyataan "YDP Marajo Bungsu Bagumbak Putih Bajanggut Merah berkedudukan di lekuk Sungai Pagu" sehingga kata "selalu" yang disematkan dalam tulisan pertama itu menjadi bias dan tidak kredibel. 

Selanjutnya dalam persoalan batas sebelah utara Gunung Kerinci tersebut saudara Hafiful Hadi Sunliensyar dalam tulisanya yang kedua menuliskan sebagai berikut "Bagi saya, persoalan di mana kedudukan YDP Marajo Bungsu dalam permasalahan pemilik Gunung Kerinci ini tidak begitu penting. Yang jadi soal adalah adakah Gunung Kerinci ataupun Gunung Berapi disebut-sebut dalam batas-batas wilayah adat mereka".

Hal ini bertolak belakang dengan pendapat saya menyangkut beberapa hal mendasar yang amat sangat penting untuk dijelaskan. Pertama, karena hanya berdasarkan "tuturan lisan" yang saudara Hafiful Hadi Sunliensyar tuliskan "sehingga batas-batas di Utara Wilayah Kerinci selalu disebutkan berwatas dengan Yang dipatuan Marajo Bungsu Bagumbak Putih Bajanggut Merah diam (berkedudukan) di Lekuk (lembah) Sungai Pagu" saudara Hafiful Hadi telah keliru mengidentifikasi dua orang dan dua gelar yang berbeda dalam satu kali sebut dan helaan nafas.

Pertama, berdasarkan daftar raja-raja sungai pagu yang berada di Istana Daulat yang Dipertuan tidak ada satupun yang bergelar "Yang Dipertuan Maharajo Bungsu", gelar Bagombak Putih Bajanggut Merah jelas adalah gelar raja-raja Sungai Pagu yang terdahulu. Kedua, berdasarkan tuturan lisan yang disampaikan kepada saya oleh YDP Maharajo Bungsu juga tidak ada satupun Maharaja Bungsu terdahulu bergelar "Bagombak Putih Bajanggut Merah".

Ketiga, antara YDP Maharaja Bungsu dan Tuanku Sultan Besar di Sembah Sungai Pagu jelas memiliki ulayat dan wilayah kekuasaan masing-masing sehingga amatlah diperlukan kejelasan perbedaan keduanya dalam mengidentifikasi geopolitik wilayah ini di masa lampau dan tentu saja masa sekarang. Keempat, hal ini beradasarkan hak asal usul, bagaimana mungkin hanya karena tuturan lisan lalu mengatakan bahwa wilayah kerinci batasnya (lantak sempadan) hanya dengan Tuanku Disembah Sungai Pagu saja, kita tentu harus melihat kenyataanya di lapangan sekarang. Hemat saya, inilah pentingnya untuk melihat lansung sebuah kenyataan di lapangan yang oleh saudara Hafiful dalam artikelnya yang terakhir dituliskan "Sementara saya tidak punya keperluan dan niat untuk meneliti ke sana". 

Padahal jelas sekali, semua artikel dan argumentasinya amat bersinggungan dengan Rantau XII Koto dan Sungai Pagu serta Inderapura. Artikel saudara Hafiful tersebut jelas berimplikasi besar dikemudian hari bagi masyarakat Adat di wilayah-wilayah itu terlebih tugas dan tanggung jawab "Intelektual" bagi pelajar dan akademisi adalah melakukan diseminasi informasi dan ilmu pengetahuan yang benar kepada masyarakat luas.

Menurut saya, untuk mendukung argumentasi saudara Hafiful yang menyampaikan bahwa "keseluruhan Gunung Kerinci sebagai hanya milik masyarakat Adat Kabupaten Kerinci" saja maka kunjungan kelapangan terutama Sungai Pagu, Inderapura dan Rantau XII Koto itu amat sangat diperlukan. Oleh karena itu saya sangat mendukung jika saudara Hafiful berkenan meneruskan risetnya tentang status Gunung Kerinci itu dengan juga melakukan visitasi lansung dan mendapatkan sumber-sumber primer di XII Koto, Sungai Pagu dan Inderapura selain hanya kepada sumber-sumber primer Kerinci saja. 

Itulah maksud dan tujuan saya dalam memberikan 4 pertanyaan kritis sejak tanggapan saya yang pertama dan tidak kunjung mendapat Jawaban sampai artikel Saudara Hafiful yang terakhir. Untuk itulah amat beralasan dan tepat kiranya dalam rangka menentukan sejauh mana kondisi dan realitas di lapangan berkesesuaian dengan Artikel saudara Hafiful tersebut tersebut.

Saya tidak masalah dan mendukung jika dikemudian hari ternyata setelah riset yang komprehensif dan kredibel melibatkan semua pihak saudara Hafiful memang menemukan kenyataan bahwa keseluruhan Gunung Kerinci itu memang milik masyarakat Adat Kabupaten Kerinci saja, tentu perbaikan-perbaikan akan diperlukan setelah itu mengenai status dan batas-batas wilayah.

Lain halnya bila nasah artikel itu hanya disuratkan di tapak tangan (Istilah lama sebagai menulis di kertas) saja tanpa turun ke lapangan tentu hal ini bertentangan sama sekali dengan apa yang kita ketahui sebagai sebuah standar yang baik dalam karya tulis. 

Oleh karena Saudara Hafiful meminta saya menjelaskan mengenai asal usul Yang Dipertuan Maharajo Bungsu secara lugas saya menyampaikan permohonan maaf mengenai beberapa hal yang tidak mungkin bisa disampaikan secara luas ke publik mengingat saya bukan ahli waris dari Kerajaan tersebut dan beberapa hal yang juga tidak mungkin dituliskan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
Mohon tunggu...

Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun