Mohon tunggu...
Humaniora Pilihan

Tanggapan Artikel Hafiful Hadi "Menyikapi Klaim Kepemilikan Sumbar dan Jambi atas Gunung Kerinci"

19 Februari 2018   13:31 Diperbarui: 19 Februari 2018   21:15 935
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Pertanyaan kedua apakah tidak ada satupun  penghulu2 adat orang negeri Rantau XII koto yang punya ulayat di lekuk2  Gunung Kerinci sekarang ini ?

Pertanyaan ketiga, apakah dalam  penyelesaian sengketa adat selama ini, katakanlah sengketa pengelolaan  hasil bumi dan hutan di Kawasan gunung kerinci hanya diselesaikan oleh  depati bertiga di tanah sekudung atau juga diselesaikan oleh yang patuan  di lubuk gadang sangir?

Pertanyaan keempat, apakah dahulu kala  pernah terjadi tukar guling penguasaan tanah ulayat di sekitar Gunung  Kerinci sebagai akibat rapat - rapat adat / buah kerapatan penghulu  besar2 / buah dari pengadilan adat semacam bangun dan pampeh ?

Jika  benarlah bahwa tanah ulayat terakhir kelebu2 di Kerinci melompat jauh  dari Gunung Kerinci kearah utara ditambah pada kenyataan adat tidak ada  lagi rakyat Rantau XII koto punya ulayat adat di lekuk2 Gunung Kerinci,  terakhir semua sengketa dalam Kawasan gunung kerinci hukum putus bicaro  habis hanya pada depati nan bertiga maka jelaskah bahwa gunung kerinci  secara keseluruhan adalah milik masyarakat adat kerinci sebagaimana  pernyataan diatas.

E. Keanehan tulisan Penulis

Pada paragraf kedua terakhir dari tulisan tersebut dinyatakan sebagai berikut :

"Pemkab  Solok Selatan juga harus arif menyikapi akan hal ini, sebagai  masyarakat Sumbar (Minangkabau) yang katanya menunjung tinggi  nilai-nilai dan aturan adat yang berlaku, tidak serta merta saja  mengelola tanpa izin komunitas adat yang menguasainya sejak ratusan  tahun lalu."

Jujur saja, saya tersinggung sekaligus tertawa  mengingat pernyataan ini keluar dari orang sekaliber saudara penulis  sendiri. Kenapa penulis membawa-bawa nama nilai-nilai dan aturan  adat dalam menyikapi pembukaan jalur pendakian gunung kerinci di solok  selatan dan usulan penggantian nama puncak gunung kerinci ?

Saya katakan dengan tegas, kasus semacam ini tak bisa digeneralisasikan begitu saja  lantas menyangkutkanya dengan nilai-nilai adat.

Saya tak mengerti  dimanakah letak kesalahan dalam pembukaan jalur Gunung Kerinci yang baru  tersebut? Seharusnya, saudara penulis mengetahui dan saudara bisa melihat contohnya pada Gunung Merbabu, ada beberapa jalur pendakian di gunung tersebut yang melewati beberapa wilayah administratif pemerintahan yang berbeda,  selama jalur tersebut resmi dan mendapat izin pemerintahan RI rasanya  tidak ada yang perlu di permasalahkan. Lagipula, apa maksudnya “mengelola tanpa izin komunitas adat”. Mengelola tanpa izin komunita adat yang mana ?

F. Usulan penggantian nama puncak gunung kerinci

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun