Mohon tunggu...
moch abu dzar
moch abu dzar Mohon Tunggu... Mahasiswa - mahasiswa

hai semuanya kenalin gw ghifari, disini gw bukan paling ngerti, tapi disini kita saling memberi.

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Penerarapan Seni Memahami (Hermeneutika) Jurgen Habermas dalam Beragama (yang Rasional)

6 Juni 2022   23:01 Diperbarui: 6 Juni 2022   23:35 619
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Penerapan seni memahami (hermeneutika) Jurgen Habermas dalam beragama (yang rasional)Habermas adalah seorang filsuf kelas dunia yang memusatkan perhatiannya pada problem komunikasi intersubyektif. Adapun yang membuatnya terfokus akan hal tersebut adalah pengalaman masa kecilnya dan pengalaman masa dewasanya. 

Dimana ia pada masa kecilnya selalu mendapatkan ejekan dan pengalaman traumatisnya yaitu operasi bibir sumbingnya, Adapun mengenai pengalam yang kedua atau pada saat dewasa adalah ketika ia hidup saat zaman perang dunia dua yang mana jerman berada dibawah kendali rezim nazi. Berbicara perihal nazi Habermas 

sendiri sebelumnya ikut dalam barisan nazi sebab lingkungannya pada waktu itu adalah pendukung nazi. Tetapi, sikapnya berubah drastis setelah ia menonton suatu film dokumenter tentang pengadilan Nuremberg dan kamp-kamp konsentrasi. Alhasil ia tidak bisa membenarkan apa yang dilakukan oleh nazi.

Habermas mengkonsepsikan hermeneutikanya dengan berangkat dari kritikan terhadap Gadamer. Dalam hermeneutika Gadamer terdapat beberapa prinsip hermeneutika, pertama, memahami tidak bisa lepas dari yang Namanya prasangka dan bahkan dimungkinkan oleh prasangka, maka prasangka tidak selalu buruk oleh 

karena itu kita harus membedakan yang Namanya prasangka legitim dan tidak legitim. Kedua, rehabilitasi konsep prasangka itu mengimplikasikan bahwa dalam memahami juga bergerak didalam tradisi dan otoritas tertentu, sebab manusia adalah mahluk sejarah yang 

tidak bisa dilepaskan dari horizon sejarahnya atau tradisi dan otortitas tertentu. ketiga, memahami adalah kesetujuan, kesepahaman dengan tradisi tertentu, sebab kita tidak mungkin melampaui horizon kita. 

Dalam artian adalah konvergensi antara hermeneutik dan tradisi. Dari situlah Habermas berangkat mengkonsepsikan hermeneutikanya, yaitu hermeneutika kritis. Menurut Habermas hermeneutika itu tidak bisa didasarkan atas tradisi dan otoritas, sebab tidak menutup 

kemungkinan bahwasanya tradisi itu dikendalikan oleh suatau otoritas tertetntu, sehingga yang seharusnya benar bisa dikatakan salah dan sebaliknya. Habermas berpendapat bahwa dengan hermeneutika itu Gadamer telah menelan rasionalitas ke dalam tradisi dan otoritas. 

Oleh karena itu dengan berhemenutika seharusnya kita bukan malah mengikuti tradisi dan otoritas, tetapi kitab isa lepas dari itu semua dan mencoba mengevalusinya. Hermeneutika adalah reflesi-kritis bukan tradisi, sebab jika kita tidak lepas dari pemahaman tradisi maka sesungguhnya tradisi atau sejarah tersebut bisa saja dikendalikan oleh penguasa.

Adapun ranah hermenutika kritis adalah suatu bentuk teks yang abnormal, teks abnormal adalah doktrinisasi dan psikopatologis, kedua hal tersebut adalah komunikasi yang terdistorsi secara sistematis. Jika yang pertama maka orang yang terdampak doktrin tidak paham 

bahwa mereka terjebak pada kesadaran palsu dan yang bisa mengetahui adalah orang lain yang tidak terdampak doktrin tersebut bahwa kesadaran mereka telah salah. Fokus tulisan ini terhadap masalah yang pertama. Contoh dari indoktrinasi adalah fenomena 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun