Mohon tunggu...
Ibn Ghifarie
Ibn Ghifarie Mohon Tunggu... Freelancer - Kandangwesi

Ayah dari 4 anak (Fathia, Faraz, Faqih dan Fariza) yang berasal dari Bungbulang Garut.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Salam, Salim dan Senyum

13 Juni 2024   15:10 Diperbarui: 13 Juni 2024   15:19 139
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber, hasil tangkap layar dari ig @husein_hadar

Meski begitu, umat Islam tidak boleh mengolok-olok, mencela dan atau merendahkan agama lain (al-istihza').  "Antar umat beragama tidak boleh mencampuri dan atau mencampuradukkan ajaran agama lain," tandasnya. (https://mui.or.id)

Praktik Baik

Sumber, hasil tangkap layar dari ig @husein_hadar
Sumber, hasil tangkap layar dari ig @husein_hadar

Memang fatwa ini menuai pro dan kontra di kalangan masyarakat. Salah satu dai milenial Habib Husein Jafar Al-Hadar memberikan respon lewat konten yang diunggah di akun Instagram pribadinya @husein_hadar.

Dalam konten video tanya-jawab singkat, Habib Jafar ditanya soal larangan mengucapkan salam lintas agama. dijawab, "Yaudah, kita salim aja." Sambil menayangkan momen berharga salim dengan Romo Franz Magnis-Suseno, non-muslim yang disebut sebagai guru filsafatnya.

"Toleransi adalah rasa dalam hati yang dianugerahkan Tuhan pada kita, semua manusia (terlebih Muslim). Asal hati-hati, ia akan sampai ke hati mereka yang berbeda dengan kita melalui berbagai ekspresi. Yang setuju pakai salam, oke. Yang tak setuju, bisa dengan salim. Yang tak setuju salam maupun salim, bisa dengan senyum. Sesungguhnya Islam itu mudah. || With. Romo Magnis Suseno, Guru Filsafat Saya."

Dalam konteks Sunda, salim, ya salaman. Walaupun untuk di Bandung Salim melekat dengan Sahabat Lintas Iman Bandung, komunitas orang muda lintas iman yang giat melakukan promosi toleransi dan perdamaian.

Sumber hasil tangkap layar dari ig @salim_bandung
Sumber hasil tangkap layar dari ig @salim_bandung

Dalam liputan Menyemai Toleransi di Kemah Lintas Iman yang dimuat pada Pikiran Rakyat, edisi Kamis 14 November 2019, 16:09 WIB diceritakan...

Pada awalnya rasa penasaranlah yang mendorong Asifa Khoirunnisa (22) mengikuti kemah pemuda lintasiman (youth interfaith camp atau YIC) tiga tahun lalu. Menghabiskan tiga hari bersama 30-an anak muda lain, dia mengaku memperoleh perspektif baru dalam memandang keberagaman.

Lahir di Cigadung, Kota Bandung, Sifa tumbuh dalam keluarga besar dengan latar belakang pesantren yang kuat. Seusai menuntaskan pendidikan dasar dan menengah di madrasah. Hingga remaja, Sifa meninggali dunia yang relatif seragam. Kenginannya berkuliah di Jurusan Perbandingan Agama, sekarang Studi Agama-agama, di Universitas Islam Negeri (UIN) Sunan Gunung Djati, Bandung, membuat semua orang kaget. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun