Pertempurn dan penghabisan menyigi beberapa tuntutan untuk Soekarno. Adalah Tritura yang terdiri dari beberapa hal antara lain; (1) Bubarkan PKI, (2) Retool Kabinet, (3) Turunkan harga. Soekarno membalas dengan nada sumbang. Ia melotokan matanya sembari berujar, siapa sahaja yang bisa menurunkan harga selama tiga bulan, akan diangkat jadi menteri, bila situasi tetap memburuk, akan ditembak mati. Begitulah kiranya, Taufik Ismail mencatat dengan jeli, silang sengkarut rakyat dan kekuasaan, dengan begitu detil.
Perjuangan para demonstran begitu harum. Walaupun, keberadaan orde baru juga menyiratkan polemik sehingga menciptakan keributan yang hampir serupa. Tempo (16 Januri 1986), mewartakan para loyalis gerakan tahun 66, melakukan ziarah untuk mengenai beberapa korban yang telah tiada. Peristiwa itu bukti sebuah kesadaran civic itu masih tertanam.
Kesadara civic menurut Karlina Supeli dalam diskusi bersama Gita Wirjawan berjudul Cipta, Rasa, Karsa, Manusia Indonesia (2023) ialah kesadaran seseorang yang hidup dalam sistem bangsa, dan benar-benar menggunakan ide fikir mereka sepenuhnya. Derap gerak para demonstran untuk menyigi keadilan lahir karena sebuah kesadaran yang dibentuk tidak secara nanggung.
Kesadaran itu dibentuk dari fokus untuk benar-benar menggali kebeneran pengetahuan tanpa tedeng aling-aling, termasuk melalui telaah karya sastra seperti puisi. Agar muncul kesadaran civic, dibutuhkan kelapangan hati menemui pelbagai benturan untuk mendapatkan sebuah pengetahuan yang dibilang segar. Melalui sebuah karya puisi, kita dapat mendialektikakan sebuah peristiwa untuk lahir sebuah kesadaran karsa, dan manusia Indonesia mengendus dan menyuarakan segala bentuk kuldesak. Sekian.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H