Mohon tunggu...
M. Ghaniey Al Rasyid
M. Ghaniey Al Rasyid Mohon Tunggu... Freelancer - Pemuda yang mencoba untuk menggiati kepenulisan

Orang yang hebat yaitu orang yang mampu untuk mempertahankan prinsip mereka dari beberapa kontradiktif

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Kesadaran Civic Melalui Telaah Puisi

24 Mei 2023   15:41 Diperbarui: 24 Mei 2023   15:43 839
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Peralihan orde lama ke orde baru memberikan coretan menarik mengenai hiruk-pikuk demonstrasi dan kekacauan yang melingkupinya. Pelor diledakan, menembus seorang mahasiswa yang menyigi keadilan. Pipi para demonstran basah, tak kuasa menahan tangis sedih. Ia dibanjiri rasa pilu tak berkesudahan. Alhasil, mereka memperkuat barisan untuk mendobrak tembok tinggi orde lama yang kuat berdiri.

Melalui puisi kita dapat mengetahui sebuah peristiwa yang jiwa-jiwa lama saksikan. Refleksi secara serius, lamat-lamat terpatri dalam diri, sontak sadar untuk memahaminya. Beberapa kelompok saling sikut, mengoceh mendaku diri merekalah yang paling benar sebagai pewaris sejati negeri. Syahdan, pertumpahan darah tak teralakan. Aroma anyir pesakitan, tercatat saudara-saudari saling sikut, berujung kegetiran.

Hempasan angin bisa dirasa. Panas, dingin, dan hangat ketika Taufik Ismail telah mengguratkan pena menulis sebuah sejarah melalui puisi. Dalam Tirani dan Benteng gubahan Taufik Ismail (Yayasan Indonesia, 2002), Taufik menyiratkan sisi kelam orde lama yang menghantam lawan-lawan politiknya itu. Arif Rachman Hakim yang terempas di Salemba, Mochtar Lubis yang meringkuk terbelenggu, dan masyarakat yang lapar, dituliskan Taufik dengan detail.

Tak hanya itu, gambaran gamblang carut-marut perekonomian dituliskan dengan gamblang, bagaimana rakyat menahan lapar ditengah ketidakpastian perekonomian. Guratan pena Taufik Ismail memantik imajinasi hari-hari dimana pergulatan penting bangsa ini berhelat.

Gerombolan demonstrasi yang terdiri dari rakyat dan mahasiswa, menyiratkan makna melawan atas kejumudan yang terjadi. Adalah keboborkan perekonomian, hingga pemberangkusan atas kebebasan berekspresi bagi anak bangsa. Demokrasi berubah menjadi tangan besi. Tidak sepakat dengan ujaran satu kepala, maka mereka semua harus dikerangkeng.

Mereka lantang menyuarakan tuntutan sembari menyeka dahi yang dipenuhi keringat. Militer berdiri kokoh menghadang amukan demonstran, untuk memastikan sang tuan bisa tidur dengan nyenyak. Syair Orang Lapar (1964) gubahan Taufik Ismail dengan jelas kondisi masyarakat desa yang meraung kesakitan menahan lapar berlebihan. Para demonstran maju di barisan depan walaupun nyawa ialah taruhannya. Ia tetap berani walaupun sedikit bibir mereka merah pucah lumayan bergetar.

Taufik Ismail menilik sisi gelap sebuah ideologi. Ideologi yang sudah menancap kuat berderap memantik para pengikutnya bertingkah, membuat terluka kelompok-kelompok yang tak sepaham. Taufik Ismail menuliskannya. Terlihat getaran hebat kala taufik benar-benar kecewa. Batin taufik sakit. Ia melampiaskannya dalam sebuah puisi berjudul Catatan Tahun 1965.

 Di lapangan dibakari buku/ Mesin tikmu dibelenggu/ Buku-buku dilarang/ Kita semua diperanjingkan/ Gaya rabies klongsongan/ Hamka diludahi Pram/ Masuk Penjara Sukabumi/ Jassin disumpahi diserapahi/ Terbenam daftar hitam/ Usmar disumpahi Lekra/ Sudjono dicangkul BTI/ Nasakom bersatu apa/ Umat dibunuh di desa/ Kanigoro bagaimana Lupa/ Kus bersaudara dipenjara/ Mochtar masih diterungku/ Osram bungkuk meringkuk/ Jalan aspal kubangan/ Minyak tanah dikemanakan/ Rebutan beras antrian/ Siapa mati kelaparan/ Inflasi saban pagi/........ (Pawai HUT PKI, 23 Mei 1965)

Secarik kutipan puisi taufik membawa kita kepada hiruk pikuk kacaunya tahun 1965. Paham komunal berubah jadi otoriter yang mengamini pertumpahan darah. Bukan berarti kita membalas menganjingi, namun Sudjono yang dicangkul, Mochtar yang dikerangkeng, dan kebebasan yang dimatikan, membuka mata para pemuda untuk bergerak.

Kus bersaudara alias Koes Plus, dianggap membuat musik ngak-ngik-ngok yang kontra terhadap revolusi. Mochtar dipenjara karena karya sastranya tak sekaku alias tak serevolusioner Pramoedya Ananta Toer. Selanjutnya, pementasan Domba-Domba Revolusi gubahan B. Sularto yang dipentaskan oleh mahasiswa, disumpah serapahi karena tak sejalan dengan pemaknaan revolusi ala orde lama.

Pertumpahan darah untuk menguji mentalitet agar hengkang dari jeruji keterkungkungan orde lama, dilaksanakan oleh para demonstran. Arif Rachman Hakim ditembus pelor panas milik militer. Djubaidah yang waktu itu masih duduk di bangku sekolah menengah senasib dengan Arif, namun jasadnya tak ditemukan. Konon, Tjakrabirawa menyembunyikannya. Sampai sekarang tak tahu keberadaan syaidah itu.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun