Mohon tunggu...
Gigin Auliya
Gigin Auliya Mohon Tunggu... -

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Dalam Diam Ku Mendamba

13 Februari 2019   12:04 Diperbarui: 14 Februari 2019   01:38 102
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

 "kamu masih pake pin bbm yang lamakan?"

 "iya,masih kok", jawabku.

 "oh, yaudah nanti deh" ,katamu menyudahi pembicaraan

 "nanti apa??", tanyaku. Namun kau sudah berlalu tanpa menjawab pertanyaanku.

"si ari, kebiasaan deh ninggalin orang gitu aja.", gumamku dalam hati. Sesampainya dirumah, ponselku berdering tanda BBM masuk, nyatanya itu darinya. Dia menanyakan apa aku sibuk sore itu. Jika tidak, dia memintaku untuk menemaninya menikmati jingganya kaki langit di tepian pantai. Kebetulan, tugas sekolahku tidak ada dan pekerjaan rumah sudah selesai tadi pagi. Lantas aku pun mengiyakan ajakannya dam kami pergi ke sana usai ashar.

Dan di sana ia bercerita, katanya dia menangis deras saat gadis itu pergi meninggalkannya pas sayang-sayangnya lalu kedinginan bersama torehan-torehan luka yang tertinggal. Aku tau rasanya seperti apa, aku pun pernah diposisinya, dulu.

"Kita sama, entah terlalu hebat menyembunyikan perasaan atau terlalu takut untuk menyatakaan suatu kekecewaan langsung pada orangnya." kataku untuk sekedar memberi respon. 

Sepanjang tepian pantai kami susuri, aku yang dengan senang hati mendengarkan apa saja yang ia keluhkan dan ia terus saja menceritakan kepedihan yang dirasakannya sambil menahan air mata yang ingin tumpah. Melihat dia serapuh ini, mana mungkin aku bisa meninggalkannya sendiri, meski tanpa ia peduli bagaimana aku lebih rapuh waktu dulu.

            Kemudian, setelah hari itu dia semakin intens mencariku, menghubungiku disetiap malamku. Menyapaku setiap kali bertemu.

"Apa kau tengah mencari tempat pelarianmu?" "Mencari tempat untuk meredakan hari-harimu yang mulai suram setelah kepergiannya." Beberapa pertanyaan yang tak menemukan jawaban terus terngiang dalam pikiranku.

 Dan bodohnya aku dengan suka rela menjadi pemeran pengganti untuk meredakan malam-malamnya yang muram. Dengan rela membagi jam tidurku untuk terus mendengar ceritanya yang mulai tenggelam dalam kenangan hingga jam satu pagi. Namun sepertinya lama-kelamaan dia pun lelah dan kehabisan cerita tentang gadis itu, gadis yang telah membuat hatinya terluka, lalu mulai bercerita perihal "aku dan dia".  Mulai dari sekedar mengenang bagaimana kami dulu, entah apa maksudmu, segala kalimat perhatian itu, pujian-pujian itu.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun