Sehingga menurut saya pemerintah juga peka terhadap konsekuensi spontan dari pembangunan-pembangunan tersebut; mulai dari penutupan jalan dalam jangka waktu yang telah ditentukan. Ketika hal demikian telah ditempuh, tidak perlu lagi ada pemandangan mimik wajah serius yang condong kearah geram seperti terlihat kala sore kemarin.
Menyoal Masyarakat Terdampak
Setiap pembangunan selalu menyisakan dampak pada masyarakat. Namun yang paling terasa dan perlu perhatian adalah terkait situasi sosial-ekonomi. Hal ini yang saya lihat belum nampak terutama yang bersinggungan dengan penghidupan para pelaku usaha sekitar perempatan Kentungan.
Sekilas memandang saja, pada area penutupan jalan terdapat apotik, penjaja makanan, toko olahraga, perlengkapan alas kaki, serta minimarket salah satu brand ritel kenamaan.
Bayangkan ketika dilakukan penutupan jalan, lantas rutinitas usaha mereka akan dikemanakan? Semoga dan semestinya pemerintah terkait sudah terlebih dahulu memikirkan perihal tersebut sebelum jalan benar-benar ditutup.
Harapan Partisipasi Pemerintah Kelak
Pemerintah sebagai inisiator pembangunan seyogianya berpartisipasi pula dalam implikasi sosial ekonomi yang ditimbulkan. Namun sayangnya kabar yang beredar viral 'masih' seputaran pengalihan arus lalu lintas; seperti dalam laman tirbun.jogjanews.com yang secara detail merinci beberapa persiapan skenarionya. Sehingga saya pikir wajar jika pikiran simpati kepada para pelaku usaha timbul seketika.
Kompensasi, saya pikir hal demikian sudah terlebih dahulu matang digagas serta diaplikasikan terhadap para pelaku usaha terdampak. Sebab jika tidak khawatir akan menimbulkan resistensi entah apa bentuknya ditujukan kepada para pemangku kebijakan. Alasannya jelas, ada roda yang sementara terputus dan para pelaku usaha terlihat tidak kuasa untuk menghentikan agenda pembangunan.
Sebelas bulan nampaknya bukan waktu yang sebentar. Paling tidak ada sebelas kali gaji yang harus dibayarkan kepada para pegawai. Pun jika ternyata usaha tersebut sementara tutup, karyawan pun menjadi sementara pengangguran sebab nominal rutin yang semestinya tetap didapat 'dipaksa' lenyap oleh karena agenda 'insidental' pembangunan jalan.
Ngayomi, Ngayemi, Ngayani
Berdiskusi tentang belum adanya titik temu antara situasi sosial ekonomi masyarakat terdampak pembangunan underpass Kentungan, saya teringat dengan seorang kandidat wakil rakat. Beliau adalah Bambang Soepijanto. Seorang Bambang Soepijanto menyematkan jargon demikian dalam kampanye-nya untuk menjadi wakil rakyat. Beliau secara lebih detail menyuarakan demikian seperti tertuang dalam website pribadinya http://bambangsoepijanto.com/ sebagai lebih dari upaya persuasi.