Mohon tunggu...
Hata Geronimo Biegmansyah
Hata Geronimo Biegmansyah Mohon Tunggu... Pengacara - Advokat, Mediator dan Konsultan Hukum

Saya merupakan praktisi yang sudah lama berkecimpung di dalam Hukum khususnya Hukum Pembebasan Tanah, saya juga seorang Advokat dan menjalanan kode etik Advokat sesuai dengan Undang-Undang Advokat. Saya suka menulis hal yang saya anggap penting disoroti. Terutama hal terkecil yang kita lihat sehari-hari. Saya melihat sudut pandang penulisan saya dari sisi hukum yang beraku.

Selanjutnya

Tutup

Hukum Pilihan

Permasalahan Penyalahgunaan Visa Wisata yang Digunakan untuk Bekerja di Luar Negeri Pada Wilayah Perbatasan NKRI oleh Warga Negara Indonesia

29 Juli 2024   11:37 Diperbarui: 29 Juli 2024   11:38 144
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Bekerja merupakan kebutuhan setiap orang untuk mencukupi kebutuhan hidup masing-masing individu. Untuk mencukupi kebutuhan sandang, pangan dan papan merupakan hak setiap individu untuk mendapatkan kebutuhan tersebut dan mencari penghasilan yang layak dengan cara bekerja yang halal. 

Namun, ketersediaan lapangan pekerjaan dan kebutuhan akan perusahaan merekrut karyawan di Indonesia tidaklah mudah seperti di Negara lain. Terlebih lagi perbedaan Nilai mata uang yang signifikan menjadi salah satu faktor banyaknya keinginan para pencari pekerja di Indonesia yang ingin mengadu nasib ke Negara Tetangga seperti Malaysia, Singapura dan lain-lain bahkan tidak jarang para pencari kerja tersebut hingga ke Negara Eropa.

Banyak perusahaan agen-agen Perusahaan Jasa Tenaga Kerja Indonesia (PJTKI) yang mensponsori akan keahlian para pencari kerja sebagai penyalur kepada pihak yang membutuhkan karyawan di luar negeri menjadi sangat berguna di Indonesia. Akan tetapi untuk mengikuti dan mendaftar di luar Negeri harus membutuhkan modal jutaan hingga puluhan juta. Berbekal keahlian tersebut, para pencari kerja baru dapat disalurkan ke perusahaan di Negara yang membutuhkan karyawan tersebut.

Karena membutuhkan modal untuk pelatihan keahlian tersebut menjadi faktor pencari keuntungan yang tidak memiliki modal cukup menjadi penyelundup dengan menggunakan Visa Wisata untuk bekerja ke negara-negara tetangga terdekat. Salah satu contoh adalah negara Malaysia dan Singapura.

Fungsi pengawasan dari pihak imigrasi pun banyak yang masih terkecoh terhadap penyelundup-penyelundup seperti itu karena ketika mereka sampai ke negara sasaran mereka, memang mereka hanya mencari sesuap nasi, tak jarang warung-warung makan kecil menerima mereka ketika mereka tiba di negara tujuan untuk mengumpulkan uang. Apakah dampak hukum dari hal tersebut? apakah aturan mengenai keimigrasian mengatur hal tersebut? Dan fungsi pengawasan yang dilakukan oleh pihak imigrasi seperti apa menyikapi hal tersebut?

Penyalahgunaan Visa Wisata : Definisi dan Dampak

Visa wisata dirancang untuk memungkinkan seseorang mengunjungi suatu negara dengan tujuan berlibur atau melakukan kunjungan singkat, bukan untuk bekerja. Namun, beberapa WNI memanfaatkan visa ini untuk tujuan lain, khususnya pekerjaan. Mereka biasanya menggunakan visa wisata untuk memasuki negara tujuan dengan niat untuk bekerja tanpa izin resmi. Hal ini termasuk bekerja di sektor-sektor informal seperti restoran, konstruksi, atau bahkan menjadi pekerja rumah tangga.

Penyalahgunaan visa wisata memiliki berbagai dampak negatif. Bagi negara tujuan, ini berarti ada tenaga kerja yang tidak terdaftar, yang sering kali tidak memenuhi standar perlindungan kerja dan hak-hak pekerja. Selain itu, hal ini dapat mempengaruhi pasar tenaga kerja lokal dan menciptakan ketidakadilan bagi pekerja yang memiliki izin kerja resmi. 

Bagi WNI yang terlibat, risiko tinggi termasuk potensi eksploitasi dan perlakuan buruk dari majikan, serta kemungkinan deportasi dan larangan masuk kembali ke negara tersebut di masa depan. Tidak ada yang menjamin keamanan Penyelundup pekerja Ilegal yang berada di Negara Asing.

Aturan mengenai Penyelundup Pekerja Imigrasi

Memahami aturan sangatlah penting mengenai batasan terhadap apa yang menjadi acuan yang berlaku di Negara Kesatuan Republik Indonesia. Aturan-aturan tersebut menjadi dasar apakah yang boleh dilakukan dan yang tidak boleh dilakukan seorang warga Negara untuk dijalankan dikemudian harinya.

Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2004 tentang Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia di Luar Negeri

Undang-Undang ini adalah salah satu landasan hukum utama yang mengatur penempatan dan perlindungan tenaga kerja Indonesia di luar negeri. Beberapa poin penting dalam undang-undang ini mencakup:

Penempatan dan Perlindungan: Menyebutkan bahwa tenaga kerja Indonesia yang bekerja di luar negeri harus ditempatkan dan dilindungi melalui prosedur yang sah dan resmi. Penempatan pekerja migran harus dilakukan oleh lembaga yang telah mendapatkan izin dari pemerintah.

Sanksi: Mengatur sanksi bagi pihak yang melanggar ketentuan mengenai penempatan tenaga kerja, termasuk agen perekrutan yang tidak sah atau yang melakukan penempatan tenaga kerja secara illegal dan oknum yang melakukan perekrutan tersebut adalah orang-perorangan yang telah bekerja di negara tujuaan para Tenaga Kerja Ilegal tersebut tentunya bekerja sama dengan oknum warga negara dari negara tujuan.

Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2011 tentang Keimigrasian

Undang-Undang ini mengatur kebijakan umum mengenai keimigrasian, termasuk visa. Beberapa ketentuan terkait meliputi:

Jenis Visa: Menjelaskan berbagai jenis visa, termasuk visa wisata dan visa kerja, serta kegunaannya. Visa wisata dikhususkan untuk kunjungan sementara dan tidak memberikan izin untuk bekerja.

Sanksi: Memberikan dasar hukum untuk sanksi administratif dan pidana bagi mereka yang menggunakan visa untuk tujuan yang tidak sesuai dengan peruntukannya, seperti bekerja secara ilegal.

Peraturan Menteri Ketenagakerjaan Republik Indonesia Nomor 5 Tahun 2018 tentang Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia di Luar Negeri

Peraturan ini adalah turunan dari Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2004 dan memberikan pedoman lebih rinci tentang proses penempatan dan perlindungan pekerja migran Indonesia. Beberapa ketentuan penting termasuk:

Proses Penempatan: Mengatur prosedur yang harus diikuti untuk penempatan pekerja migran, termasuk dokumen yang diperlukan dan izin yang harus diperoleh.

Pengawasan dan Perlindungan: Menetapkan mekanisme pengawasan dan perlindungan untuk pekerja migran agar tidak dieksploitasi atau diperlakukan tidak adil.

Peraturan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Nomor 34 Tahun 2018 tentang Pengendalian dan Penegakan Hukum di Bidang Keimigrasian

Peraturan ini berfokus pada pengendalian dan penegakan hukum di bidang keimigrasian, termasuk:

Pengawasan Visa: Menetapkan prosedur pengawasan dan penegakan hukum terkait penggunaan visa, termasuk deteksi dan penanganan penyalahgunaan visa.

Kerjasama Internasional: Mengatur kerjasama dengan negara lain dalam hal penegakan hukum keimigrasian untuk mencegah dan menangani penyalahgunaan visa.

Peraturan Pemerintah Nomor 15 Tahun 2018 tentang Pelaksanaan UU Keimigrasian

Peraturan ini menjelaskan pelaksanaan Undang-Undang Keimigrasian dengan lebih detail, termasuk aspek-aspek teknis terkait pengeluaran visa dan pengawasan imigrasi. Ketentuan dalam peraturan ini memberikan pedoman mengenai:

Jenis dan Klasifikasi Visa: Penjelasan tentang berbagai jenis visa dan penggunaannya.

Sanksi: Menetapkan sanksi administratif bagi pelanggaran ketentuan visa, termasuk penyalahgunaan visa wisata untuk bekerja.

Aturan lainnya

Merujuk pada Pasal 106 angka 1 Perppu 2/2022 yang mengubah Pasal 1 angka 32 UU Keimigrasian memuat definisi penyelundupan manusia, yaitu perbuatan yang bertujuan mencari keuntungan, baik secara langsung maupun tidak langsung, untuk diri sendiri atau untuk orang lain yang membawa seseorang atau kelompok orang, baik secara terorganisasi maupun tidak terorganisasi, atau memerintahkan orang lain untuk membawa seseorang atau kelompok orang, baik secara terorganisasi maupun tidak terorganisasi, yang tidak memiliki hak secara sah untuk memasuki wilayah Indonesia atau keluar wilayah Indonesia dan/atau masuk wilayah negara lain yang orang tersebut tidak memiliki hak untuk memasuki wilayah tersebut secara sah, baik dengan menggunakan dokumen sah maupun dokumen palsu, atau tanpa menggunakan dokumen perjalanan, baik melalui pemeriksaan imigrasi maupun tidak. (Sumber.      https://www.hukumonline.com/klinik/a/pakai-visa-wisata-untuk-bekerja--termasuk penyelundupan-manusia-lt615a9f3397684/)

Faktor-faktor Dinas Imigrasi perbatasan meloloskan pengguna Visa Wisata untuk bekerja di luar Negeri

Keterbatasan Teknologi dan Sistem Pemantauan

Keterbatasan dalam teknologi pemantauan di bandara dan pos perbatasan di Pelabuhan dapat menyebabkan ketidak mampuan untuk mendeteksi niat sebenarnya dari seorang pengunjung. Sistem pemantauan yang tidak memadai bisa mengurangi efektivitas deteksi penyalahgunaan visa. Jika sistem data imigrasi tidak terintegrasi dengan sistem data dari negara asal atau negara tujuan, informasi yang diperlukan untuk mendeteksi penyalahgunaan visa mungkin tidak tersedia.

Kebijakan dan Prosedur Imigrasi

Prosedur verifikasi yang tidak ketat atau tidak konsisten dalam pemeriksaan visa wisata dapat memberikan celah bagi penyalahgunaan. Misalnya, jika proses wawancara tidak mendalam atau jika pemeriksa tidak melakukan pemeriksaan latar belakang yang cukup, pengunjung dapat menyembunyikan niat sebenarnya untuk bekerja. Faktor Kurangnya pengawasan atau penegakan hukum yang efektif terhadap agen perjalanan dan perantara yang terlibat dalam penempatan pekerja ilegal juga bisa berkontribusi pada masalah ini. Serta adanya dugaan permainan Oknum Imigrasi di Pos Perbatasan menjadi faktor dinilai gagalnya system filtrasi untuk TKI Ilegal dan Pemerintah pusat kurang pantauan terhadap proses tersebut sehingga oknum-oknum imigrasi diperbatasan bebas menentukan tarif untuk membuat pengurusan dokumen Imigrasi meski tanpa prosedur menurut aturan yang berlaku.

Kurangnya Informasi dan Pendidikan

Kurangnya informasi yang jelas mengenai peraturan visa dan konsekuensi dari penyalahgunaan visa kepada pemohon dapat menyebabkan mereka tidak sadar bahwa mereka melakukan pelanggaran. Jika petugas imigrasi tidak melakukan edukasi atau penyuluhan yang memadai tentang perbedaan antara visa wisata dan visa kerja, ini bisa menyebabkan miskomunikasi atau kesalahpahaman yang mengarah pada penyalahgunaan visa.

Kepentingan Ekonomi dan Komersial

Dalam beberapa kasus, adanya kekurangan tenaga kerja di sektor tertentu di negara tujuan bisa membuat pihak berwenang lebih cenderung untuk mengabaikan atau tidak mendeteksi penyalahgunaan visa wisata. Kebutuhan ekonomi yang mendesak kadang-kadang mempengaruhi keputusan mengenai penerimaan pengunjung. Agen perjalanan atau perusahaan yang terlibat dalam proses pengajuan visa mungkin memiliki kepentingan bisnis untuk memfasilitasi penyalahgunaan visa, meskipun hal ini melanggar hukum.

Faktor Manusia dan Etika

Etika profesional dari petugas imigrasi memainkan peran penting dalam proses pemeriksaan. Jika ada oknum petugas yang kurang berintegritas atau yang mungkin menerima suap, ini dapat mengakibatkan pelolosan individu yang seharusnya tidak diperbolehkan masuk. Keterampilan dan pengalaman petugas imigrasi dalam mendeteksi niat sebenarnya dari seorang pengunjung juga berperan penting. Petugas yang kurang berpengalaman atau kurang terlatih mungkin tidak dapat secara efektif menilai risiko penyalahgunaan visa.

Kebijakan Imigrasi yang Tidak Konsisten

Kebijakan imigrasi yang sering berubah atau tidak konsisten dapat menyebabkan kebingungan dan kesalahan dalam penerapan aturan. Ini juga dapat menciptakan celah yang dimanfaatkan oleh individu yang berniat menyalahgunakan visa. Dalam beberapa kasus, kebijakan yang terlalu fleksibel atau tidak tegas dalam penerapan aturan visa dapat memberikan kesempatan bagi penyalahgunaan visa untuk lolos dari pengawasan.

Kesimpulan

Pelolosan pengguna visa wisata untuk bekerja di luar negeri merupakan masalah kompleks yang melibatkan berbagai faktor. Keterbatasan teknologi, kebijakan imigrasi yang tidak konsisten, kebutuhan ekonomi, dan faktor manusia semuanya berkontribusi pada kemungkinan terjadinya penyalahgunaan visa. 

Untuk mengatasi masalah ini, penting bagi pihak berwenang untuk memperkuat prosedur pemantauan dan verifikasi, meningkatkan edukasi tentang peraturan visa, serta memastikan penegakan hukum yang konsisten dan efektif. Dengan pendekatan yang terkoordinasi dan komprehensif, dapat diharapkan bahwa penyalahgunaan visa wisata dapat diminimalkan dan integritas sistem imigrasi dapat terjaga.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hukum Selengkapnya
Lihat Hukum Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun