Mohon tunggu...
gemintang
gemintang Mohon Tunggu... Arsitek - beri aku kertas dan pena, kan kulukis wajah dan kuceritakan kisahnya

mulai saja, sekarang.

Selanjutnya

Tutup

Puisi Pilihan

Praduga

21 Oktober 2020   17:54 Diperbarui: 21 Oktober 2020   18:00 140
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
https://www.deviantart.com/jiangkrik/

anjing hutan bicara padaku pagi tadi

ciumnya tangkap gerakmu di bukit, katanya gerammu ingin si rusa tua bijak mati

aku yang buta meraba-raba, mengendus-endus mawas diri

adakah angin menerabas hutan membawa aroma busuk itu kemari?

aku menghardik si gagak hitam sial yang parau,

oh kau burung bangkai!

meski nyata kucium kebohongan yang memuakkan itu

tetap saja akumu masih menutup-nutupi

Hakim, katamu?

hakim palsu, begitu?

penipu! cih.

kau budak dewa yang kau nista

kau alas kaki dewi yang kau najis

ah malas! baiknya aku pergi meringkuk

merenung dalam gua gelap yang pengap

yang dindingnya maha mendengar dan melihat

yang lantainya mengandung racun seperti hantu

dan di ujung nafas aku bertanya-tanya,

kau yang bermain kata-kata namun tak pernah ada

kau yang congkak ingin selalu dipuja

dimana tepa selira yang pernah kau sumpah?

penipu! cih.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun