Pesan memiliki anak adalah menentukan generasi penerus juga harus disampaikan pada para jomblo. Bukan hanya gengsi karena belum berpasangan lantas membabibuta mencari pasangan. Saya ingat pada saat resepsi pernikahan, kawan saya berkata “welcome to the real world!” Sekarang saya mengerti maksud ucapan kawan saya tersebut. Menikah bukan hanya harus menang terhadap diri sendiri (mengalahkan ego, berdamai dengan diri dan lain-lain). Tapi juga perlu menyiapkan diri dan memantaskan diri untuk menjadi orangtua.
Bagi yang memutuskan untuk tidak menikah juga tidak salah. Itu pilihan pribadi. Toh selama tidak merugikan orang lain jadi tidak masalah. Jangan diganggu juga pilihan hidupnya. Mereka pasti punya alasan tersendiri yang seringkali sulit diterima orang lain. Yang paling pantas untuk recok itu ya orangtuanya yang kepingin momong cucu dan punya penerus. Selain orangtua, rasanya tidak pantas untuk mengganggu pilihan orang lain.
Ada dua agama yang saya ketahui sangat peduli terhadap kehidupan orangtua dan anak. Yang pertama saya tahu dari sahabat saya yang Katolik. Sebelum menikah, sahabat saya itu wajib untuk ikut kuliah yang khusus membahas soal persiapan menikah. Durasi kuliah agamanya pun tidak main-main. Harus ikut berbulan-bulan dengan sistem penilaian yang ketat. Kalau tidak lulus, ya tidak bisa mendapat berkat dari gereja. Baru setelah lulus diperbolehkan. Dan ini harus diikuti baik si calon mempelai pria dan mempelai wanita. Cakep kan?
Yang satu lagi agama yang saya tau sangat peduli terhadap kehidupan orangtua dan anak tentu agama yang saya anut, Islam. Cari saja di google dengan keyword “hak anak dalam Islam”, pasti keluar banyak sekali tulisan-tulisan yang berkaitan dengan itu. Karena memang topik tersebut dibahas khusus pada kuliah Agama Islam di perguruan tinggi sebagai kuliah wajib. Dari mulai hak ekonomi, hak pendidikan, hak kesehatan hingga hak kasih sayang.
Mengenai hak kasih sayang, istri saya mengingatkan untuk memberi nama yang baik dan sedap dipanggil. Karena hal tersebut adalah bagian dari memberikan kasih sayang. Terlebih bagi anak auditori. Memberikan yang baik-baik (termasuk benda yang baik) akan menjadi bernilai jika ternyata si anak adalah anak visual. Terakhir tentu harus lembut bersikap saat bersentuhan dengan anak (beri pelukan dan ciuman) ini baik jika anak merupakan anak kinestetik. Tiga komponen ini adalah hak anak dalam Islam. Praktiknya? Tentu tergantung dari kemampuan si orangtua.
Bagaimana agama yang lain? Saya percaya ada, tapi ilmu dan pengetahuan saya terbatas.
Dengan tulisan ini semoga kita (khususnya saya) semakin sadar, bahwa mendidik anak sebenarnya menyiapkan generasi. Anggap saja tulisan ini adalah bagian dari upaya saya berbagi yang saya ketahui dalam mendidik anak. Tulisan di atas mungkin bisa saja salah. Karena manusia selalu berkembang psikologisnya, mengikuti zaman.
Semoga bermanfaat.
Sumber bacaan :
mengenal tipe belajar anak
membangun kualitas reproduksi dan mental remaja Indonesia
belajar dari karin "awkarin" novilda
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H