Mohon tunggu...
Fahmi Idris
Fahmi Idris Mohon Tunggu... Professional IT - System Analyst -

Introvert, Kinestetik, Feeling Extrovert, System Analyst, Programmer, Gamers, Thinker, Humorous, Dreamer. Web : ghumi.id Instagram : fahmi_gemblonk

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana

Penggenggam Jasad : Hari Pertama

5 Januari 2012   13:01 Diperbarui: 25 Juni 2015   21:17 260
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Novel. Sumber ilustrasi: PEXELS/Fotografierende

Sebelumnya :

Diambilnya kotak itu. Dibuka dan di tutup kembali karena isinya kosong. Seperti ada yang mengajaknya untuk memiliki kotak itu. Auranya sungguh berbeda. Tanpa pikir panjang dengan sigap Coki mengantonginya sebelum ada yang melihat.

Namun ternyata perkiraan Coki salah. Ada 2 orang yang sedang menatapnya dari kejauhan,,,

__________________________________________________

Hari Pertama


Pagi pukul 4.30

Bangun Cok..!! Hoy Coki.. BANGUUUUN..!!!!”, Sani menggoyang-goyangkan tubuh Coki berusaha membangunkan.

Bah! Ribut kali kau Zan? Hah!! Cemana ini tidurku tak nyenyak? Nyamuk - nyamuk nakal pula semalaman. Macam Jombie aza mereka. Maaaakkk tak dirumah ,,tak di pilla rezek kali kelian ini? Kuhantam kau lama - lama Zaniiiii!!! Makjaaaang pulangkan saza aku pada mamak-bapakku kalau begini caranya … Ada apa sih Zani? Bung Roma? Hah? Tak suka kali kau liat aku ngorok ha?

Lah elu gimana sih?!? Kita kan semalam udah sepakat untuk jalan-jalan ke bukit belakang sana.. Bukit Pensad.. Buruan.. Sebelum matahari terbit nih.. Kali aja bisa liat sunrise di sana..”, Sani mencoba menyadarkan Coki.

Semalam selepas membantu menyadarkan Alya. Rombongan Galuh dari Jakarta dan rombongan Brandon sepupu Galuh berembuk untuk melakukan perjalanan ringan menuju bukit di belakang villa. Bukit itu masih tampak asri. Lebih seperti hutan rimba. Menurut Mbah Dewo, di bukit tersebut merupakan bukit bersejarah, terdapat tempat semedi raja pada zaman kerajaan dahulu di sana. Dan yang namanya tempat semedi, selalu identik dengan ketenangan alam. Ditambah dengan cerita Mbah Dewo yang mengatakan kalau di sana terdapat air terjun yang airnya langsung dari mata air bukit. Segar dan menenangkan. Jauh dari kebisingan kota.

Di depan villa, Semua sudah bersiap dengan celana panjang, sepatu kets dan sweeter. Alya sudah bersiap dengan celana jeans sebetis dengan atasan t-shirt merah lengan panjang dan jaket tebal dikalungkan pada lengan kanan. Kepalanya tertutup kupluk dengan warna senada t-shirt. Kurnia lain lagi, dia tampak cantik dengan rambut hitam panjang berkulau setengah badan dengan bando merah bunga-bunga. Sama seperti Alya, jeans sebetis dengan t-shirt lengan pendek warna hitam mengalungkan sweeter merah jambu di leher. Melihat Coki dan Sani muncul dari balik pintu, mereka semua berdiri dan bersiap berangkat.

* * *

Diantara pepohonan yang angkuh berdiri, mereka berdelapan tampak jalan berbaris. Matahari belum bersinar. Hanya dengan bermodalkan cahaya dari lampu senter yang mereka bawa masing-masing yang membantu penerangan di pagi buta. Sani berjalan di depan, disusul Galuh, Kurnia, Brandon, Alya, Alan, Hidayat dan Coki. Semak belukar rimbun menyambut mereka. Pohon-pohon pinus seolah menjadi pagar besar yang memisahkan bukit dengan area villa dan perkampungan. Mereka masuk ke dalam hutan lebih dalam.

Aziknyaaa, macam Ninza Hatori aza kita ini.. mendaki nunung eh gunung lewati simbah eh lembah.... eh apa lagi lanzutannya lagu Hatori itu? Dulu aku kalo nonton tipi hari minggu pazti lah sama mamakku dimarahnya. Katanya, ngapain kau nonton kartun cok? kayak karton lama - lama muka kau nanti. Gila ya mamakku itu. Zadisnya dia macam Hittler. Kadang aku ini berfikir, mereka yang nyezel punya anak macam aku atau aku yang nyesel punya orangtua kayak mereka? Heh diam aza kelian smua? macam radio aza aku ngoceh zendirian. Sial!!”  Gerutu Coki.

Alan tampak asik mengepul-ngepulkan asap rokok dari mulutnya. Dia begitu tenang memperhatikan suasana hutan pada pagi buta itu dan mengacuhkan Coki. Berbeda dengan Alya yang mesti diapit Brandon dan Alan, dia tampak ketakutan. Mungkin karena efek pertemuannya dengan sosok menyeramkan semalam.

* * *

SREEEEEK...

Apa itu?!?”, Alya setengah berteriak.

Soni dan Brandon sontak mengarahkan pada sumber suara. Ada bayangan hitam serupa manusia di sana, di balik semak perdu. Terlihat sekilas ia berambut panjang sebahu.

Itu orang bukan sih?!?”, Kurnia bingung bertanya. Sosok tadi langsung berbalik arah dan berlari menjauh.

Kejar San..!!", Hidayat tampak emosi memerintahkan Sani.

Sani diikuti yang lainnya mengejar bayangan hitam tadi. Sani tidak menghiraukan tas ransel besar yang dia bawa. Galuh jelas kepayahan mengikuti dari belakang, wajahnya tampak tegang. Coki tampak paling terakhir, menggenggam tangan Alya berusaha mengikuti kecepatan Sani berlari.

WOOOOOOY.. BERHENTIIIII.....!!!!!”, Sani berteriak pada sosok yang dia kejar.

Hidayat sekarang berada tepat di belakang Sani, disusul Galuh, Alan, Kurnia, Brandon, Coki dan Alya. Semak-semak belukar diterobos dengan lantang. Sani memberi isyarat pada Hidayat untuk memegangi senter. Kemudian dikeluarkan sebilah golok  untuk memudahkan pembukaan jalan. Mereka berdelapan masih berlari. Mengejar sosok misterius.

Brandon menyusul Kurnia, Alan dan Galuh, ia tepat berada di belakang Hidayat sekarang. Mereka bertiga tampak terlalu cepat untuk diikuti yang lain. Sekarang mereka terpecah menjadi tiga rombongan. Sani, Hidayat dan Brandon di rombongan depan. Galuh dan Alan di rombongan ke dua. Dan pada rombongan terakhir Coki, Kurnia dan Alya. Jarak mereka semakin berjauhan.

Nyebar Yat..!!”, Perintah Sani pada Hidayat. Tanpa komando, Brandon ikut melebar. Jarak mereka bertiga sudah dekat dengan sosok misterius tadi.

Brandon.. Kiri..!", Hidayat meminta Brandon untuk menyebar ke arah kiri.

Sekarang sosok misterius itu terjebak antara pohon di depan, Brandon di kiri, Hidayat di kanan, dan Sani di belakang. Dia berhenti mengarah pohon, tidak menghadap pada salah satu dari mereka.

Senterin Yat..! Yang lain gimana?!? Pada ngikutin kan?!?” Sani menengok ke belakang, “Loh?!? kok cuman bertiga?!? Yang lain mana?!?

* * *

Lan.. berhenti dulu.. gue capek...” Pinta Galuh pada Alan.

Mereka yang di depan gak keliatan Luh.. Terlalu jauh kita terpisah” Jelas Alan.

* * *

Heiii Kurnia... Alya.. Ayo cepaaaatlaaahhh..!! Kita ketinggalan zauh iinnih wahai ito-ito kuu....  Lambat kali macam keong beranak. Nahan pup rupanya? Bah!! haruznya kelian ini naik gunung pakai zepatu roda. Biar cepat. Dandan lama, zalan pun lama. Apa rupanya yang cepat? Oh ya, tau aku bah. Cepat tua paling ya? hahahaha … Banyak - banyaklah kalian pakek itu krim perawatan. Biar tak cepat tua kaya mamakku. Kazian zuga aku kadang - kadang zama zi mamak. mau pakai krim eh disuruhnya sma bapakku pakai balzam mukaknya. Wah ketularan kelian aku inih lama - lama. Doyan curhat. Cucur hangat hihihihi ... Punya kan kelian cucur hangat? whakakakaakk  …

Berisik lu Cok,, Cape tahu nggak??Heran gue.. Ngapain juga sih cuman gara-gara sosok bayangan doang sampe harus dikejar? Jadi gini kan?!? Kepisah-pisah...”, Kurnia menggerutu.

Mereka kini terpisah menjadi tiga rombongan. Masih di bukit yang sama. Masih pada hutan yang sama. Masih pada pagi buta yang belum bermentari.

–==0oOo0==–

bersambung...

[1] Rencana Liburan
[2] Keberangkatan ke Yogyakarta
[3] Malam Pertama
[4] Kotak Cincin

_______________________________

KOLAMI

_______________________________

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun