Mohon tunggu...
Gema Aurelia Siregar
Gema Aurelia Siregar Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

halo saya gema!

Selanjutnya

Tutup

Indonesia Lestari

Plastik Terapung, Laut Terjerat

29 Mei 2023   21:46 Diperbarui: 30 Mei 2023   12:33 130
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Indonesia Lestari. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Plastik merupakan jenis sampah non-organik yang memiliki banyak kegunaan dalam kehidupan sehari-hari. Banyak penjual di pasar menggunakan plastik sebagai pengemas makanan, industri otomotif menggunakan plastik sebagai bahan dasar komponen, dan plastik juga digunakan dalam pembuatan mainan. Namun, penggunaan plastik yang berlebihan dan pembuangan yang tidak tepat setelah digunakan menyebabkan masalah sampah. Sampah plastik terdiri dari bahan-bahan bekas yang tidak digunakan dan terbuat dari bahan kimia yang tidak dapat diperbaharui.

Produksi sampah nasional terus meningkat seiring dengan pertumbuhan ekonomi dan jumlah penduduk. Sampah plastik menjadi salah satu perhatian utama, di mana kontribusinya terhadap total produksi sampah mencapai 18,55% pada tahun 2022, menjadikannya kontributor terbesar kedua setelah sampah organik. Berbagai kota di Indonesia juga memiliki kontribusi sampah plastik yang bervariasi, seperti Jakarta (14%), Surabaya (10,8%), dan Palangkaraya (15%). Indonesia adalah negara kedua terbesar di dunia dalam hal produksi sampah plastik di perairan sekitar, dengan sekitar 187,2 juta ton. Data dari Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan menunjukkan bahwa 100 toko atau anggota Asosiasi Pengusaha Ritel Indonesia (APRINDO) dapat menghasilkan sekitar 10,95 juta lembar sampah kantong plastik dalam satu tahun, yang setara dengan luas 65,7 hektar.

Pengelolaan sampah plastik menjadi masalah karena plastik tidak terurai secara alami (non-biodegradable). Pengelolaan sampah plastik dengan metode penimbunan atau pembuangan terbuka tidak efektif. Pembakaran sampah plastik dapat menyebabkan pencemaran udara, terutama emisi dioxin yang bersifat karsinogen. Proses daur ulang juga hanya mengubah sampah plastik menjadi bentuk baru tanpa mengurangi volume sampah plastik secara signifikan.

Laut merupakan salah satu dari tujuan Pembangunan Berkelanjutan (Sustainable Development Goals/SDGs), yang mencakup aspek lingkungan, sosial, dan ekonomi. Laut memiliki peran penting dalam menampung berbagai limbah yang dihasilkan oleh aktivitas manusia. Namun, keberadaan plastik dalam laut menyebabkan masalah serius dalam bentuk polusi plastik. Polusi plastik mengancam kehidupan laut, hewan, dan manusia. Hewan laut sering kali memakan plastik yang mereka anggap sebagai makanan, menyebabkan keracunan atau terjebak dalam jaringan. Mikroplastik, yang terbentuk saat plastik terurai menjadi fragmen kecil, telah ditemukan di berbagai ekosistem, termasuk dalam air minum dan makanan laut.

Bahaya sampah plastik di laut adalah masalah serius yang mempengaruhi ekosistem laut dan kehidupan manusia. Berikut adalah beberapa pembahasan mengenai bahaya sampah plastik di laut:

  1. Kerusakan Ekosistem Laut: Sampah plastik dapat merusak ekosistem laut dengan berbagai cara. Misalnya, sampah plastik dapat memblokir sinar matahari yang masuk ke dalam air laut, menghambat pertumbuhan alga dan tanaman laut yang penting sebagai sumber makanan bagi berbagai organisme laut. Selain itu, hewan-hewan laut seperti penyu, ikan, dan burung laut dapat terperangkap atau terperosok dalam sampah plastik yang mengakibatkan cedera serius atau bahkan kematian.

  2. Pencemaran Air dan Makanan: Sampah plastik yang terurai menjadi mikroplastik dapat terakumulasi di dalam air laut dan organisme laut. Ini berarti bahwa makanan laut yang kita konsumsi juga terkontaminasi oleh mikroplastik, yang dapat memiliki efek buruk pada kesehatan manusia.

  3. Gangguan pada Rantai Makanan: Sampah plastik dapat mengganggu rantai makanan laut. Organisme laut yang memakan plastik dapat terpengaruh secara negatif, baik melalui keracunan langsung atau efek terakumulasi dari bahan kimia yang terdapat dalam plastik. Hal ini dapat mengganggu keseimbangan ekosistem dan mengancam keberlanjutan populasi spesies tertentu.

  4. Pencemaran Lingkungan dan Estetika: Sampah plastik yang mengapung di laut menciptakan pemandangan yang tidak indah dan merusak keindahan alam. Selain itu, sampah plastik yang terdampar di pantai atau terbawa arus dapat mencemari lingkungan pesisir, mengganggu kehidupan satwa liar, serta berdampak negatif pada pariwisata dan ekonomi lokal.

  5. Perubahan Iklim: Produksi dan pembuangan sampah plastik berkontribusi terhadap perubahan iklim. Proses produksi plastik menghasilkan emisi gas rumah kaca, sedangkan pembakaran sampah plastik dapat menghasilkan emisi berbahaya seperti dioxin. Perubahan iklim yang diakibatkan oleh aktivitas manusia juga dapat mempengaruhi keseimbangan ekosistem laut dan menyebabkan kerusakan lebih lanjut pada kehidupan laut.

Dalam rangka mengatasi bahaya sampah plastik di laut, diperlukan tindakan yang komprehensif seperti mengurangi penggunaan plastik sekali pakai, mendaur ulang plastik, meningkatkan kesadaran publik, dan melibatkan berbagai pihak termasuk pemerintah, industri, dan masyarakat dalam usaha perlindungan lingkungan laut.

Sampah plastik juga memiliki dampak negatif terhadap lingkungan. Misalnya, sampah plastik dapat merusak terumbu karang, menghalangi sirkulasi air dan udara di dasar laut, serta mengganggu kehidupan hewan laut seperti ikan, penyu, dan lumba-lumba. Pencemaran sampah laut dapat dihindari dengan mengurangi penggunaan bahan sekali pakai, menggunakan barang-barang ramah lingkungan, dan menerapkan konsep 3R (Reuse, Reduce, Recycle). Reuse berarti menggunakan kembali barang yang sudah dipakai, reduce berarti mengurangi penggunaan barang sekali pakai, dan recycle berarti mendaur ulang barang-barang yang sudah tidak terpakai. Dengan langkah-langkah tersebut, sampah dapat dikurangi, lingkungan terlindungi, dan keberlanjutan ekosistem laut dan kehidupan masa depan dapat tercapai

Dhokhikah,, Y., Trihadiningrum,, Y., Sunaryo, S. (2015). Community participation in household solid waste reduction in Surabaya, Indonesia. Resources, Conservation and Recycling, 102, 153-162

Kholidah, N., Faizal, M., Said, M. (2018). Polystyrene P lastic Waste Conversion into Liquid Fuel with Catalytic Cracking Process Using Al2O3 as Catalyst. Science & Technology Indonesia, 3, 1- 6

Purwaningrum, P. (2016). Upaya Mengurangi Timbulan Sampah Plastik Di Lingkungan. Indonesian Journal of Urban and Environmental Technology, 8(2), 141.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Indonesia Lestari Selengkapnya
Lihat Indonesia Lestari Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun