Atas dasar itulah, para bangsawan Sasak ini berupaya menjegal setiap langkah yang dilakukan Guru Dane. Dengan relasi mereka yang dekat dengan pejabat Belanda. Kelompok ini mengabarkan pada Belanda, bahwa Guru Dane sedang membangun kekuatan untuk melawan pemerintahan Belanda.
Belanda pun merespon dengan menangkap dan memenjarakan Guru Dane. Tercatat dua kali Guru Dane ditangkap dan dipenjarakan.
Guru Dane, dalam realitas sejarah adalah tokoh nyata yang pernah hidup di gumi Lombok. Kisah hidupnya, pernah disinggung oleh Van Der Kraan dalam Lombok, Penaklukan, Penjajahan dan Keterbelakangan 1870-1940.
Kraan menulis, Guru Dane adalah tokoh yang lahir pada sekitar tahun 1870 dan disebut berasal dari Kuripan. Lebih jauh, Kraan menggambarkan, gerakan Guru Dane sebagai sebuah gerakan Datu Datuan. Ia menyamakan gerakan Guru Dane ini dengan gerakan Datu Datuan lainya.
Ada tiga gerakan Datu Datuan yang menurut Kraan, bercorak sama dengan gerakan Datu Datuanya Guru Dane.
Pertama, di tahun 1910, seorang Sudra di Cakranegara mengabarkan ke seluruh rakyat Lombok, bahwa putra mahkota Mataram, Anak Agung Ketut Karangasem, telah hidup kembali, ia menjelma menjadi burung Garuda. Dan bersama sama dengan rakyat Sakra dan Praya, Ketut akan membebaskan rakyat Selaparang dari penjajahan Kompeni/Belanda.
Kedua, pada 1920, di Sakra, seorang perempuan yang mengaku sebagai Dewi Anjani, telah menjanjikan rakyat Sasak, setelah ia resmi dinobatkan menjadi Ratu. Ia akan mengembalikan kejayaan Selaparang dan mengusir Belanda dari tanah Lombok.
Ketiga, pada 1927, di Jonggat, seorang petani bernama Amaq Sumikir, memproklamirkan dirinya sebagai Jayeng Rana. Dengan senjata saktinya yang bernama pelor emas (mimis mas), ia berjanji akan mengusir Belanda dari gumi Lombok.
Pada penangkapan Guru Dane yang kedua di desa Anjani. Guru Dane dikabarkan tertembak di kakinya. Ia diseret di sepanjang jalan. Di Cakranegara ia akhirnya ditawan dan dipenjara.
Pada persidanganya yang terbuka untuk umum. Sumar tampil sebagai saksi kunci. Semua pertanyaan hakim ia jawab dengan baik. Guru Dane akhirnya dijatuhi hukuman bersalah. Ia harus diasingkan ke luar Lombok.
Pada Januari 1918, sebuah kapal uap mengantarkan Guru Dane ke pengasinganya. Buleleng adalah daerah yang diputuskan sebagai tempat untuk mengasingkan Guru Dane.