Dalam jumpa pers setelah bertemu dengan Putin pada 1 Juli, Jokowi mengatakan Indonesia tidak memiliki kepentingan apapun, kecuali konflik di Ukraina berakhir segera dan rantai pasok pangan, energi dan pupuk dapat dipulihkan kembali karena memliki dampak terhadap jutaan orang.Â
Sebagai pengakhiran jumpa persnya, Jokowi  menyampaikan bahwa ia mendapatkan "jaminan" dari Putin mengenai angkutan kapal dari Ukraina.
Jokowi memang berbicara mengenai pembukaan blokade untuk mengakhiri krisis pangan. Akan tetapi, usulan solusi tidak begitu jelas disampaikan.Â
Solusi yang lebih imbang untuk kedua negara masih belum terwujud. Selama ini, Rusia telah bernegosiasi dengan Turki dalam pembicaraan mengenai kemananan pelayaran kapal dari Ukraina dan menekankan "legitimasi" penghentian sanksi kepada Rusia.Â
Ketiadaan proposal yang konkrit menjadikan keberhasilan Jokowi dalam hal penanganan krisis pangan sulit untuk diukur.
Melanjutkan "misi perdamaian" Jokowi supaya tidak sepenuhnya gagal
Belum ada tanda-tanda bahwa perang Rusia-Ukraina akan berakhir segera. Apakah misi Jokowi sepenuhnya gagal?
Indonesia dengan posisinya sebagai Presidensi G20 dapat digunakan sebagai "jembatan" untuk mendamaikan pihak yang bertikai.Â
Pada 8 Juli ini, pertemuan para menteri luar negeri negara-negara G20 tidak terhindarkan membahas hal-hal menyangkut perang Rusia-Ukraina. Salah satu yang patut dicatat adalah keberhasilan Indonesia menghadirkan Dymtro Kuleba, dari Ukraina, dan Sergey Lavrov, dari Rusia.
Ada kesan bahwa negara-negara Barat yang hadir dalam pertemuan telah memojokkan dan menuduh Rusia sebagai penyebab krisis pangan dan energi.Â