Sutherland menekankan pentingnya pendidikan moral dan etika dalam kurikulum pendidikan formal, serta pengembangan program-program pelatihan yang relevan bagi para profesional di berbagai industri. Dengan meningkatkan kesadaran akan konsekuensi dari white collar crime, diharapkan perilaku yang bertanggung jawab dan sesuai dengan aturan hukum akan menjadi lebih umum.
Dengan peningkatan pengetahuan dan kesadaran terhadap risiko dan konsekuensi dari white collar crime, diharapkan individu-individu akan menjadi lebih bertanggung jawab dan melibatkan diri dalam tindakan yang etis dan sesuai dengan hukum. Penegakan hukum yang tegas juga penting untuk memastikan bahwa pelaku white collar crime mendapatkan hukuman yang pantas dan memberikan sinyal yang kuat bahwa kejahatan semacam itu tidak akan ditoleransi dalam masyarakat.
Sutherland mendukung perlunya memperluas pemahaman tentang kejahatan, dengan tidak hanya fokus pada kejahatan jalanan atau kekerasan. Maka dari itu, konsep kejahatan berkerah putih yang diperkenalkan oleh Sutherland ini memandang korupsi sebagai bagian dari kejahatan kriminal yang dilakukan oleh mereka dengan kekuasaan dan kekuatan ekonomi yang tinggi. Hal ini relevan dengan fenomena kejahatan korupsi di Indonesia, dengan pelaku korupsi yang sering kali merupakan mereka dengan status dan posisi tinggi di sektor publik. (Adi, A. S., & Mufti, A. (2018). Corruption and the rise of kleptocracy in Indonesia.)
Dari dahulu hingga sekarang, Indonesia telah menghadapi masalah serius terkait kejahatan korupsi yang melibatkan sektor publik. Korupsi yang meluas dalam sistem birokrasi dan pemerintahan telah merusak tata kelola yang baik dan menghambat pembangunan nasional. Masalah ini menjadi pusat perhatian dalam penegakan hukum dan upaya pencegahan di Indonesia, karena kejahatan korupsi mengancam keadilan, menjaga perlindungan hukum, dan pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan.Â
Penekanan dari Sutherland pada perlunya memperluas persepsi tentang kejahatan mendukung pemahaman yang lebih menyeluruh tentang kejahatan korupsi di Indonesia. Dalam konteks ini, kejahatan korupsi tidak hanya dilihat sebagai tindakan individu yang terisolasi, tetapi juga sebagai masalah sistemik yang melibatkan struktur kelembagaan dan perilaku kelompok yang melibatkan banyak orang. Melalui pemahaman yang lebih baik tentang kontribusi Edwin Sutherland dan faktor-faktor yang mendasari, langkah-langkah pencegahan dan penegakan hukum yang lebih efektif dalam mengatasi kejahatan korupsi di Indonesia dapat diambil (Sutherland, E. (1949). White Collar Crime: The Uncut Version.)
Fenomena kejahatan korupsi telah menjadi ancaman serius bagi perkembangan Indonesia. Upaya untuk mengatasi masalah ini membutuhkan pemahaman yang mendalam tentang penyebab terjadinya fenomena kejahatan korupsi. Adapun beberapa faktor-faktor yang menyebabkan terjadinya kejahatan korupsi di Indonesia, yaitu: (Nugroho, R., & Prasojo, E. (2014). The Anatomy of Corruption in Indonesia.)
1. Kelemahan dalam Penegakan Hukum
Kejahatan korupsi di Indonesia terjadi juga karena kelemahan dalam penegakan hukum. Beberapa faktor yang menyebabkan kelemahan ini termasuk rendahnya kapasitas penyidik dan pengadilan, serta adanya campur tangan politik dalam proses hukum. Ketika risiko hukuman yang rendah atau ketidakpastian hukum ada, pelaku korupsi merasa lebih terdorong untuk melakukan tindakan korupsi.
2. Rendahnya Gaji Pegawai Publik
Gaji rendah bagi pegawai publik juga merupakan faktor yang mendukung terjadinya kejahatan korupsi. Ketika gaji pegawai publik tidak mencukupi untuk memenuhi kebutuhan hidup, terdapat kecenderungan untuk mencari sumber penghasilan tambahan yang tidak sah. Hal ini memicu kecenderungan untuk melibatkan diri dalam praktek korupsi demi mendapatkan keuntungan pribadi.