Mohon tunggu...
Gea Amanda Putri
Gea Amanda Putri Mohon Tunggu... Penulis - Mahasiswi

Nama : Gea Amanda Putri NIM : 44523010052 Mata Kuliah : Pendidikan Anti Korupsi dan Etik UMB Dosen : Prof.Dr.Apollo,AK.,M.Si. Universitas Mercu Buana Meruya

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Kuis Pendidikan Anti Korupsi dan Etik UMB_Diskursus Edwin Sutherland dan Fenomena Kejahatan Korupsi di Indonesia

15 Desember 2023   01:17 Diperbarui: 15 Desember 2023   10:08 204
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Nama : Gea Amanda Putri

NIM : 44523010052

Mata Kuliah : Pendidikan Anti Korupsi dan Etik UMB

Dosen : Prof.Dr.Apollo,AK.,M.Si.

Program Studi Digital Komunikasi

Universitas Mercu Buana Jakarta

Kejahatan korupsi telah menjadi permasalahan serius di Indonesia, dan pemahaman tentang akar permasalahan ini penting untuk mengatasi fenomena ini. Dan Edwin Sutherland adalah seorang sosiolog kriminologi yang dikenal dengan konsep "kejahatan berkerah putih" dan fokus pada perilaku kriminal yang dilakukan oleh individu atau kelompok yang memiliki status sosial dan ekonomi yang tinggi. 

Edwin Sutherland sendiri merupakan pemimpin dalam bidang kriminologi yang memberikan kontribusi besar dalam pemahaman tentang kejahatan korupsi. Beliau menekankan pentingnya memperluas persepsi kita tentang kejahatan, namun tidak hanya berfokus pada kejahatan jalanan atau kekerasan, tetapi juga pada kejahatan yang dilakukan oleh orang-orang dengan status dan kekuatan yang tinggi. Konsep "kejahatan berkerah putih" yang diperkenalkan oleh Sutherland ini mengacu pada kejahatan yang dilakukan oleh individu atau kelompok yang memiliki kekuasaan, kekayaan, dan status sosial yang tinggi. 

White Collar Crime adalah istilah yang digunakan untuk menggambarkan kejahatan yang dilakukan oleh individu atau kelompok yang berada dalam posisi sosial dan ekonomi yang tinggi. Istilah ini mulai muncul di pertengahan abad ke-20 namun, sejarah kelahiran white collar crime ini dimulai oleh Edward. A. Ross (1806-1951) dan dipopulerkan kembali oleh Edwin Sutherland (1883-1950) pada tahun 1949 dalam pidatonya yang berjudul The American Sociological Society.

indianauniversity
indianauniversity

Jenis kejahatan white collar crime ini seringkali terkait dengan aktivitas bisnis, keuangan, pemerintahan, dan profesi profesional. Korupsi adalah salah satu bentuk kejahatan white collar yang penting dan sering kali merugikan kepentingan masyarakat secara keseluruhan. (Coleman, J. W., & Moitra, S. D. (Eds.). (2015). The Handbook of White-Collar Crime.)

Pelaku white collar crime umumnya menggunakan kekuasaan, pengetahuan, dan akses yang mereka miliki untuk memberikan keuntungan pribadi atau kelompok mereka, sering kali dengan merugikan orang lain atau merusak kepentingan umum. Kejahatan ini sering melibatkan penipuan, manipulasi keuangan, insider trading, penggelapan pajak, dan praktik-praktik penyalahgunaan kekuasaan. (Benson, M. L., & Simpson, S. S. (2009). White-Collar Crime.)

Edwin Sutherland menjadi tokoh utama dalam memperkenalkan konsep white collar crime ke dalam disiplin kriminologi. Ia menyatakan bahwa kejahatan ini tidak kalah serius dengan kejahatan konvensional, dan dengan demikian perlu mendapat perhatian yang serius dari para penegak hukum dan akademisi. Sutherland juga mengkritik pandangan umum yang menganggap pelaku kejahatan ini tidak berbahaya karena tidak melakukan kekerasan fisik.

Kontribusinya dalam bidang white collar crime meliputi pemahaman tentang karakteristik pelaku, motivasi, dan dampak kejahatan ini terhadap korban dan masyarakat pada umumnya. Sutherland berpendapat bahwa aspek-aspek sosio-ekonomi, struktur organisasi, dan norma-norma yang ada dalam dunia bisnis dan keuangan memberikan dorongan bagi tindakan kriminal ini.

Berikut adalah contoh-contoh kasus dari White Collar Crime, yaitu:

1. Skandal Enron 

finansialku.com
finansialku.com

Skandal Enron pada tahun 2001 adalah salah satu contoh terkenal dari white collar crime. Para eksekutif senior di perusahaan energi tersebut terlibat dalam manipulasi laporan keuangan untuk menutupi kerugian perusahaan. Skandal ini menyebabkan jatuhnya perusahaan dan kerugian yang signifikan bagi para pemegang saham dan karyawan.

2. Kasus Insider Trading

cnnindonesia.com
cnnindonesia.com

Insider trading, yaitu memperdagangkan saham berdasarkan informasi rahasia yang dimiliki oleh individu dalam posisi terkait, juga merupakan contoh white collar crime yang umum. Contoh terkenal adalah kasus Raj Rajaratnam, seorang pengelola dana hedge fund, yang didakwa melakukan insider trading dan dijatuhi hukuman penjara.

3. Korupsi dalam Pemerintahan

suara.com
suara.com

Korupsi yang melibatkan pejabat pemerintah atau politisi adalah kejahatan white collar crime yang sering terjadi. Kasus-kasus seperti kasus e-KTP, Bank Century, dan BLBI di Indonesia menjadi contoh nyata korupsi dalam lingkungan pemerintahan.

Sutherland sudah melakukan analisis mendalam terhadap berbagai kasus white collar crime untuk memahami peran penting dari faktor-faktor sosial, ekonomi, dan organisasi dalam mendorong tindakan kriminal ini. Ia menggunakan metode penelitian ilmiah untuk mengidentifikasi pola-pola kejahatan, alasan motivasi pelaku, dan dampaknya terhadap korban dan masyarakat.

Analisis kasus-kasus ini membantu Sutherland untuk menggambarkan bentuk-bentuk white collar crime yang berbeda dan mengidentifikasi celah-celah dalam sistem yang memungkinkan kejahatan semacam itu terjadi. Penelitiannya mengungkapkan pentingnya faktor-faktor seperti kesempatan, kekuatan sosial dan ekonomi, dan ketidaktahuan hukum bagi pelaku white collar crime.

Untuk melakukan pencegahan pada kasus-kasus yang berhubungan dengan white collar crime, Edwin Sutherland telah berkontribusi signifikan dalam menghadapi white collar crime dengan mengusulkan upaya pencegahan yang efektif, yaitu: (Adler, F., & Laufer, W. S. (1999). The Legacy of White Collar Crime.)

1. Adanya Penegakan Hukum yang Tegas

Sutherland juga menggarisbawahi perlunya penegakan hukum yang tegas terhadap pelaku white collar crime. Ia berpendapat bahwa hukuman yang tepat dan efektif akan memberikan efek jera terhadap calon pelaku serta mengurangi insentif untuk melakukan kejahatan semacam itu. Sutherland juga mengusulkan adanya regulasi dan pengawasan yang lebih ketat dalam organisasi dan sektor-sektor di mana white collar crime sering terjadi.

Ia menyarankan pendirian lembaga khusus yang bertanggung jawab untuk menangani kasus-kasus white collar crime, dengan tenaga ahli yang terlatih dan berkualifikasi. Penegakan hukum yang efektif akan memberikan sinyal yang kuat tentang tidak adanya toleransi terhadap tindakan kriminal ini dan meningkatkan kepercayaan publik terhadap sistem hukum.

2. Pendidikan dan Kesadaran

Upaya pertama yang direkomendasikan oleh Sutherland untuk mencegah white collar crime adalah melalui pendidikan dan kesadaran. Ia percaya bahwa pengetahuan tentang risiko dan dampak negatif dari tindakan kriminal ini dapat membantu mencegah seseorang tergoda untuk melakukan perbuatan tersebut. Pendidikan akan menjadikan individu lebih berpikir secara etis dan bertanggung jawab dalam mengambil keputusan, terutama dalam lingkungan bisnis dan keuangan.

Sutherland menekankan pentingnya pendidikan moral dan etika dalam kurikulum pendidikan formal, serta pengembangan program-program pelatihan yang relevan bagi para profesional di berbagai industri. Dengan meningkatkan kesadaran akan konsekuensi dari white collar crime, diharapkan perilaku yang bertanggung jawab dan sesuai dengan aturan hukum akan menjadi lebih umum.

Dengan peningkatan pengetahuan dan kesadaran terhadap risiko dan konsekuensi dari white collar crime, diharapkan individu-individu akan menjadi lebih bertanggung jawab dan melibatkan diri dalam tindakan yang etis dan sesuai dengan hukum. Penegakan hukum yang tegas juga penting untuk memastikan bahwa pelaku white collar crime mendapatkan hukuman yang pantas dan memberikan sinyal yang kuat bahwa kejahatan semacam itu tidak akan ditoleransi dalam masyarakat.

Sutherland mendukung perlunya memperluas pemahaman tentang kejahatan, dengan tidak hanya fokus pada kejahatan jalanan atau kekerasan. Maka dari itu, konsep kejahatan berkerah putih yang diperkenalkan oleh Sutherland ini memandang korupsi sebagai bagian dari kejahatan kriminal yang dilakukan oleh mereka dengan kekuasaan dan kekuatan ekonomi yang tinggi. Hal ini relevan dengan fenomena kejahatan korupsi di Indonesia, dengan pelaku korupsi yang sering kali merupakan mereka dengan status dan posisi tinggi di sektor publik. (Adi, A. S., & Mufti, A. (2018). Corruption and the rise of kleptocracy in Indonesia.)

Dari dahulu hingga sekarang, Indonesia telah menghadapi masalah serius terkait kejahatan korupsi yang melibatkan sektor publik. Korupsi yang meluas dalam sistem birokrasi dan pemerintahan telah merusak tata kelola yang baik dan menghambat pembangunan nasional. Masalah ini menjadi pusat perhatian dalam penegakan hukum dan upaya pencegahan di Indonesia, karena kejahatan korupsi mengancam keadilan, menjaga perlindungan hukum, dan pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan. 

Penekanan dari Sutherland pada perlunya memperluas persepsi tentang kejahatan mendukung pemahaman yang lebih menyeluruh tentang kejahatan korupsi di Indonesia. Dalam konteks ini, kejahatan korupsi tidak hanya dilihat sebagai tindakan individu yang terisolasi, tetapi juga sebagai masalah sistemik yang melibatkan struktur kelembagaan dan perilaku kelompok yang melibatkan banyak orang. Melalui pemahaman yang lebih baik tentang kontribusi Edwin Sutherland dan faktor-faktor yang mendasari, langkah-langkah pencegahan dan penegakan hukum yang lebih efektif dalam mengatasi kejahatan korupsi di Indonesia dapat diambil (Sutherland, E. (1949). White Collar Crime: The Uncut Version.)

Fenomena kejahatan korupsi telah menjadi ancaman serius bagi perkembangan Indonesia. Upaya untuk mengatasi masalah ini membutuhkan pemahaman yang mendalam tentang penyebab terjadinya fenomena kejahatan korupsi. Adapun beberapa faktor-faktor yang menyebabkan terjadinya kejahatan korupsi di Indonesia, yaitu: (Nugroho, R., & Prasojo, E. (2014). The Anatomy of Corruption in Indonesia.)

geaamanda
geaamanda

1. Kelemahan dalam Penegakan Hukum

Kejahatan korupsi di Indonesia terjadi juga karena kelemahan dalam penegakan hukum. Beberapa faktor yang menyebabkan kelemahan ini termasuk rendahnya kapasitas penyidik dan pengadilan, serta adanya campur tangan politik dalam proses hukum. Ketika risiko hukuman yang rendah atau ketidakpastian hukum ada, pelaku korupsi merasa lebih terdorong untuk melakukan tindakan korupsi.

2. Rendahnya Gaji Pegawai Publik

Gaji rendah bagi pegawai publik juga merupakan faktor yang mendukung terjadinya kejahatan korupsi. Ketika gaji pegawai publik tidak mencukupi untuk memenuhi kebutuhan hidup, terdapat kecenderungan untuk mencari sumber penghasilan tambahan yang tidak sah. Hal ini memicu kecenderungan untuk melibatkan diri dalam praktek korupsi demi mendapatkan keuntungan pribadi.

3. Minimnya Transparansi dan Akuntabilitas

Salah satu faktor utama yang menyebabkan terjadinya kejahatan korupsi di Indonesia adalah kurangnya transparansi dan akuntabilitas dalam sistem pemerintahan. Ketika proses pengambilan keputusan, penyaluran anggaran, dan proses perizinan tidak terbuka, peluang bagi korupsi pun meningkat. Kekurangan kontrol dan tata kelola yang lemah menyebabkan praktik korupsi menjadi lebih mudah terjadi.

4. Budaya Suap yang Merajalela

Budaya suap yang merajalela juga menjadi faktor penting dalam terjadinya kejahatan korupsi di Indonesia. Suap telah menjadi bentuk umum dari praktik korupsi di berbagai sektor, baik dalam hubungan antarbisnis, pelayanan publik, maupun hubungan internasional. Terdapat pandangan bahwa memberi dan menerima suap adalah cara yang diterima secara sosial untuk mencapai tujuan yang diinginkan. Hal ini mengakar dalam budaya dan nilai-nilai masyarakat, dan sulit untuk diubah tanpa upaya yang komprehensif.

5. Ketidaktaatan terhadap Aturan

Salah satu faktor utama yang menyebabkan terjadinya kejahatan korupsi di Indonesia adalah tingginya tingkat ketidaktaatan terhadap aturan. Banyak individu dan kelompok yang mengabaikan prinsip-prinsip integritas dan etika dalam melaksanakan tugas mereka dalam pemerintahan dan sektor swasta. Ketika aturan tidak ditegakkan secara ketat dan tidak adanya hukuman yang tegas bagi pelanggar, peluang untuk melakukan tindakan korupsi menjadi lebih mudah.

Fenomena kejahatan korupsi di Indonesia terjadi karena beberapa faktor yang kompleks. Kurangnya transparansi dan akuntabilitas, rendahnya gaji pegawai publik, kelemahan dalam penegakan hukum, budaya suap yang meraja lela serta ketidaktaan terhadap aturan semuanya berkontribusi terhadap masalah ini. Untuk mengatasi fenomena kejahatan korupsi, diperlukan upaya yang komprehensif dari Edwin Sutherland untuk meningkatkan transparansi, memperbaiki sistem gaji pegawai publik, dan memperkuat penegakan hukum.

Dan adapun beberapa faktor dapat mendorong Edwin Sutherland untuk mengambil tindakan terhadap banyaknya fenomena kejahatan korupsi di Indonesia, yaitu: 

geaamandaputri.com
geaamandaputri.com

1. Minatnya dalam memerangi kejahatan berkerah putih secara umum mendorongnya untuk memperhatikan kejahatan korupsi yang melanda Indonesia. (Sutherland, E. (1949). White Collar Crime: The Uncut Version.)

2. Pemahamannya tentang pentingnya memahami dan mengatasi kejahatan korupsi sebagai bentuk kejahatan yang merusak juga menjadi faktor penting yang mendorongnya terlibat dalam isu ini. (Sutherland, E. (1949). White Collar Crime: The Uncut Version.)

Melalui pemahaman mendalam tentang karakteristik kejahatan korupsi dan kepentingan dalam pencegahan dan penegakan hukum yang kuat, Edwin Sutherland terlibat dalam mengatasi fenomena kejahatan korupsi di Indonesia. Kontribusinya dalam memperluas pemahaman tentang kejahatan berkerah putih dan memperkuat upaya pencegahan dan penegakan hukum telah menjadi landasan penting dalam menghadapi masalah ini. Dengan tetap berpegang pada prinsip-prinsip ini, kita dapat bersama-sama meraih transparansi, integritas, dan pertumbuhan yang berkelanjutan di Indonesia.

Edwin Sutherland terkenal karena mengembangkan konsep white collar crime dan memberikan pemahaman mendalam tentang korupsi dan kejahatan ekonomi. Ia menekankan bahwa kejahatan korupsi tidak hanya dilakukan oleh individu yang berada dalam kelompok marginal, tetapi juga oleh mereka yang berada dalam posisi elite atau berkuasa. Sutherland berpendapat bahwa ekonomi dan budaya organisasi merupakan faktor penting yang mempengaruhi kemunculan dan penyebaran kejahatan korupsi.

Pendekatan White Collar Crime yang dikembangkan oleh Edwin Sutherland memberikan kontribusi penting dalam memahami dan menangani fenomena kejahatan korupsi di Indonesia. Dengan memfokuskan perhatian pada individu dan kelompok yang berada dalam posisi sosial dan ekonomi tinggi, serta memahami faktor-faktor yang mendorong terjadinya korupsi, pendekatan ini telah memberikan landasan yang kuat dalam penanganan kejahatan korupsi. Dalam melawan korupsi di Indonesia, penting untuk menerapkan pendekatan white collar crime ini dengan serius dan melibatkan berbagai pihak terkait dalam upaya pencegahan, pengungkapan, dan penegakan hukum terhadap korupsi. Semoga penjelasan ini memberikan pemahaman yang lebih baik tentang peran Edwin Sutherland dalam menghadapi fenomena kejahatan korupsi di Indonesia dengan menggunakan pendekatan white collar crime. (Sutherland, E. H. (1983). White-Collar Crime: The Uncut Version.)

Edwin Sutherland menekankan bahwa kejahatan korupsi tidak hanya dilakukan oleh individu yang berada dalam kelompok marginal sosial, tetapi juga oleh mereka yang berada dalam posisi elite atau berpengaruh. Dengan demikian, fokusnya tidak hanya pada kejahatan konvensional tetapi juga pada kejahatan yang dilakukan oleh orang-orang dengan kekuasaan dan berpengaruh. 

Penerapan konsep white collar crime dalam konteks Indonesia sangatlah relevan mengingat tingginya tingkat korupsi di berbagai sektor. Dengan memahami bagaimana kejahatan korupsi terjadi dalam lingkungan ekonomi dan budaya organisasi yang tidak memadai, kita dapat mengidentifikasi faktor-faktor yang berkontribusi pada korupsi dan mengembangkan strategi dan kebijakan yang tepat untuk melawannya. Penerapan konsep white collar crime juga memungkinkan penegakan hukum yang lebih efektif dan akuntabel. 

Kontribusi Edwin Sutherland dalam menghadapi fenomena kejahatan korupsi di Indonesia melalui pendekatan white collar crime ini pun tidak dapat diabaikan. Dengan pemahaman yang mendalam tentang kejahatan ekonomi dan korupsi, Sutherland telah memberikan landasan yang kuat untuk mengatasi masalah korupsi di Indonesia. Karena melalui pendekatan white collar crime, kita dapat lebih efektif dalam memahami dan menjelaskan fenomena korupsi serta mengembangkan strategi dan kebijakan yang tepat dalam penanganannya. Dalam menangani korupsi di Indonesia, pendekatan white collar crime harus terus diperkuat dan diterapkan secara konsisten untuk mencapai keadilan dan transparansi dalam tata kelola dan pembangunan negara. 

Adapun beberapa contoh kasus korupsi di Indonesia yang melibatkan pejabat ataupun elit ekonomi di Indonesia dan tentunya relevan dengan kontribusi Edwin Sutherland yang memegang gagasan white collar crime, berikut adalah contoh-contoh kasusnya:

1. Kasus Bank Century

republikaonlinemobile.com
republikaonlinemobile.com

Yaitu salah satu kasus korupsi terkenal di Indonesia adalah kasus Bank Century pada tahun 2008. Dalam kasus ini, terdapat dugaan penyalahgunaan kekuasaan dan korupsi yang melibatkan pejabat-pejabat pemerintah, termasuk anggota Dewan Komisioner Bank Indonesia (BI) dan Menteri Keuangan. Kasus ini menyebabkan kerugian negara yang besar dan menimbulkan kecaman dari masyarakat.

2. Kasus BLBI

liputan6.com
liputan6.com

Kasus kredit macet atau bantuan likuiditas Bank Indonesia (BLBI) pada tahun 1990-an juga menjadi contoh kasus korupsi penting di Indonesia. Kasus ini melibatkan penyalahgunaan kekuasaan oleh para pengusaha dan pejabat pemerintah dalam pemberian kredit tanpa agunan kepada bank-bank yang mengalami masalah keuangan. Hal ini menyebabkan kerugian negara yang signifikan dan menimbulkan ketidakpercayaan masyarakat terhadap sistem perbankan.

3. Kasus e-KTP

tribunnews.com
tribunnews.com

Kasus korupsi terbesar yang pernah terjadi di Indonesia adalah kasus e-KTP atau Kartu Tanda Penduduk Elektronik. Kasus ini melibatkan dugaan korupsi dalam pengadaan dan penerbitan e-KTP oleh Kementerian Dalam Negeri. Kasus ini mencuat pada tahun 2014 dan melibatkan pejabat tinggi negara, termasuk anggota DPR dan petinggi partai politik. Korupsi dalam kasus ini mencapai angka yang sangat besar dan merugikan negara serta masyarakat.

Kasus-kasus korupsi yang melibatkan pejabat pemerintah dan elit ekonomi di Indonesia telah menjadi fenomena yang serius dan merugikan. Edwin Sutherland, melalui penelitian dan kontribusinya, telah membantu mengungkap kejahatan korupsi di kalangan orang-orang berkekuasaan dan berstatus sosial tinggi. Melalui pemahaman yang lebih luas tentang korupsi ini, kita bisa memahami kompleksitas korupsi dan mendukung upaya pemberantasan serta pencegahan lebih efektif.

Kasus-kasus korupsi seperti Bank Century, e-KTP, dan BLBI merupakan contoh nyata betapa perlu adanya kesadaran dan tindakan yang tegas dalam memerangi korupsi di Indonesia. Peran penting dari pemahaman konsep kejahatan korporasi dan kolar putih oleh Edwin Sutherland dapat menjadi sumber inspirasi bagi upaya-upaya pengungkapan dan pencegahan korupsi di masa depan nantinya.

Selain white collar crime, Edwin Sutherland menggagas konsep "kejahatan korporasi" dalam memahami fenomena kejahatan di kalangan elit ekonomi dan politik. Ia menyoroti perlunya memperhatikan kejahatan yang dilakukan oleh individu atau kelompok yang memiliki status sosial yang tinggi dan kekuasaan yang memadai. Sutherland menekankan bahwa korupsi tidak hanya terjadi dalam ranah orang miskin atau kelompok marginal, tetapi juga di kalangan orang-orang yang berstatus tinggi.

Dalam konteks Indonesia, penelitian dan kontribusi Sutherland dalam memahami dan mengungkap kasus-kasus korupsi membantu kita melihat bahwa korupsi dapat melibatkan para pejabat pemerintah, elit ekonomi, dan individu-individu berpengetahuan tinggi. Kontribusi ini juga memberikan pemahaman yang lebih luas tentang dinamika struktural dan kelembagaan yang mendukung kejahatan korupsi di Indonesia.

Peran Edwin Sutherland dalam menghadapi fenomena kasus korupsi di Indonesia sangat penting. Melalui studi dan analisis, ia berhasil mengidentifikasi faktor-faktor pendorong korupsi dan merumuskan upaya pencegahan yang efektif. Dan untuk mengatasi masalah korupsi secara efektif, diperlukan kolaborasi yang kuat antara pemerintah, lembaga masyarakat sipil, dan masyarakat umum. Implementasi upaya pencegahan yang komprehensif dan berkelanjutan, didukung oleh regulasi yang kuat, pengawasan yang ketat, dan sanksi yang tegas, dapat membantu mengurangi kasus korupsi di Indonesia.

Sutherland melakukan studi kasus dan analisis mendalam untuk memahami penyebab utama dan karakteristik kasus korupsi di Indonesia. Ia menggunakan metode penelitian ilmiah untuk mengidentifikasi pola-pola kejahatan, faktor-faktor pendorong, dan dampaknya terhadap perekonomian dan masyarakat.

Melalui penelitiannya, Sutherland menemukan bahwa faktor-faktor sistemik seperti kelemahan dalam tata kelola pemerintahan, rendahnya integritas lembaga-lembaga, dan kurangnya kendali akuntabilitas menjadi pemicu utama terjadinya kasus korupsi di Indonesia. Analisisnya mengungkapkan pentingnya upaya pencegahan yang komprehensif dan berkelanjutan.

Berikut adalah beberapa upaya pencegahan efektif yang dikemukakan oleh Edwin Sutherland dalam menghadapi kasus korupsi di Indonesia, yaitu: (Ruziah, A., & Safaaturrohmah, S. (2016). Prevention of Corruption in Indonesia.)

geaamanda
geaamanda

1. Peningkatan Integritas dan Transparansi

Salah satu upaya pencegahan yang ditekankan oleh Sutherland adalah peningkatan integritas dan transparansi dalam pemerintahan dan sektor publik. Ia mendorong adanya reformasi kebijakan dan praktik yang memperkuat dan mendorong integritas, seperti sistem pemeriksaan yang ketat, kode etik, dan pengawasan yang efektif.

Sutherland juga menggarisbawahi pentingnya transparansi dalam pengelolaan keuangan negara dan pengadaan barang/jasa publik. Melalui publikasi laporan keuangan secara terbuka dan aksesibilitas informasi yang lebih mudah, masyarakat dapat ikut serta dalam memantau dan memeriksa penggunaan anggaran negara. Transparansi dapat mengurangi ruang bagi praktik korupsi yang terjadi secara tersembunyi.

2. Pendidikan dan Kultur Anti-Korupsi

Edwin Sutherland menyoroti pentingnya pendidikan dan kultur anti-korupsi sebagai upaya preventif. Ia menganjurkan penyertaan perilaku etis dan anti-korupsi dalam kurikulum pendidikan dan pelatihan. Pendidikan sejak dini tentang pentingnya kejujuran, integritas, dan akuntabilitas akan membentuk generasi muda yang memiliki kesadaran akan pentingnya melawan korupsi.

Selain itu, Sutherland menekankan perlunya menciptakan kultur anti-korupsi yang kuat melalui kampanye sosial, sadar hukum, partisipasi aktif masyarakat, dan peran penting media massa dalam memberikan cakupan yang lebih luas tentang kasus korupsi dan konsekuensinya.

3. Penegakan Hukum yang Tegas dan Efisien

Kesimpulan penting dalam diskursus ini adalah perlunya penegakan hukum yang tegas dan efisien terhadap kasus korupsi di Indonesia. Edwin Sutherland menekankan pentingnya adanya sanksi yang memadai dan tindakan yuridis yang konsisten untuk menghilangkan rasa impunitas. Hal ini dapat menciptakan efek jera bagi pelaku dan juga memberikan sinyal kuat bahwa korupsi tidak akan ditoleransi.

Pentingnya pendidikan dan kesadaran, peningkatan integritas dan transparansi, serta penegakan hukum yang tegas dan efisien dalam menghadapi korupsi. Melalui pendidikan yang mengedepankan nilai-nilai etika dan akuntabilitas, serta peningkatan transparansi dalam tata kelola publik, diharapkan dapat tercipta budaya yang melawan korupsi.

Selain itu, penegakan hukum yang tegas melalui sanksi yang memadai dan tindakan yuridis yang konsisten diperlukan untuk mengurangi kasus korupsi dan memberikan sinyal kuat bahwa tindakan tersebut tidak akan ditoleransi. Kolaborasi dan keterlibatan semua pihak, termasuk pemerintah, lembaga masyarakat sipil, dan masyarakat umum, juga sangat penting dalam mengatasi korupsi di Indonesia.

Daftar Pustaka

Coleman, J. W., & Moitra, S. D. (Eds.). (2015). The Handbook of White-Collar Crime.

Benson, M. L., & Simpson, S. S. (2009). White-Collar Crime.

Adler, F., & Laufer, W. S. (1999). The Legacy of White Collar Crime.

Sutherland, E. (1949). White Collar Crime: The Uncut Version.

Nugroho, R., & Prasojo, E. (2014). The Anatomy of Corruption in Indonesia.

Ruziah, A., & Safaaturrohmah, S. (2016). Prevention of Corruption in Indonesia.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun