Mohon tunggu...
Gea Amanda Putri
Gea Amanda Putri Mohon Tunggu... Penulis - Mahasiswi

Nama : Gea Amanda Putri NIM : 44523010052 Mata Kuliah : Pendidikan Anti Korupsi dan Etik UMB Dosen : Prof.Dr.Apollo,AK.,M.Si. Universitas Mercu Buana Meruya

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Tugas Besar 2_Diskursus Gaya Kepemimpinan Ki Hadjar Dewantara pada Upaya Pencegahan Korupsi

12 November 2023   10:35 Diperbarui: 12 November 2023   12:30 407
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Terdapat tiga konsep kepemimpinan Ki Hadjar Dewantara, yaitu:
1. Ing Ngarso Sung Tuladha (Wiraga) "Didepan memberikan contoh atau menjadi teladan.", Konsep kepemimpinan yang dikemukakan ini memiliki arti "di depan, sebagai contoh". Konsep ini menempatkan pemimpin sebagai contoh teladan yang harus diikuti oleh bawahannya. Dalam konteks pendidikan, seorang pemimpin yang menerapkan konsep ini bertanggung jawab untuk menjadi panutan moral bagi peserta didik dan anggota staf. Pemimpin tersebut harus memiliki integritas, moralitas, dan etos kerja yang tinggi. Dengan menjadi teladan yang baik, pemimpin dapat menginspirasi dan memotivasi orang lain untuk mencapai prestasi yang lebih baik. Ajaran ini memiliki makna bahwa seorang pemimpin harus dapat memberikan contoh atau teladan yang baik kepada pengikutnya ataupun masyarakat lainnya. Dalam memberikan teladan pemimpin hendaknya memberikan keselarasan antara perkataan dan perbuatan. Seorang pemimpin juga harus mampu untuk menguasai diri agar tidak melakukan perbuatan yang dilarang serta mematuhi apa yang sudah dianjurkan. Sehingga pemimpin dapat diikuti dan menjadi suri tauladan yang baik bagi para pengikut/masyarakatnya. (Dewantara, K.H. 2009.)

2. Ing Madyo Mangun Karso (Wirama) "Ditengah memberikan semangat atau motivasi.", Konsep kepemimpinan dikemukakan oleh Ki Hadjar Dewantara ini memiliki arti "di tengah, ikut memajukan". Konsep ini menekankan peran pemimpin dalam membangun dan mengembangkan individu atau kelompok yang dipimpinnya. Pemimpin yang menerapkan konsep ini harus memiliki sensitivitas terhadap kebutuhan dan potensi bawahannya. Mereka harus mampu memberikan bimbingan dan dukungan yang diperlukan untuk kemajuan peserta didik dan anggota staf. Pemimpin yang menerapkan konsep ini menciptakan lingkungan kerja yang kondusif dan kolaboratif, di mana setiap individu dapat berkembang sesuai potensinya. yaitu dengan adanya pemimpin ditengah-tengah anggota berguna untuk membangun dan membangkitkan motivasi serta semangat juang yang ada. Sebuah kepemimpinan yang kuat akan mampu menciptakan lingkungan yang transparan, akuntabel, dan bebas dari korupsi. Seorang pemimpin harus bisa mudah berbaur dengan pihak bawahannya agar tujuan yang ingin dicapai mudah tercapai. Karena dengan adanya pemimpin yang efektif, dapat bergantung kepada pengikut dalam menjalankan tugasnya. Apabila pengikut merasa kesulitan, maka tugas dari seorang pemimpin yaitu memberikan arahan yang jelas. Lalu, jika pengikut telah mampu melaksanakan tugasnya maka seorang pemimpin harus menciptakan dan memberikan motivasi yang membangun semangat pengikutnya. (Dewantara, K.H. 2009.)

3. Tut Wuri Handayani (Wirasa) "Dibelakang memberikan dorongan.", Konsep kepemimpinan Tut Wuri Handayani yang dikemukakan oleh Ki Hadjar Dewantara memiliki arti "tangan kanan yang memberi petunjuk". Konsep ini menekankan peran seorang pemimpin sebagai pemberi arahan, bimbingan, dan dorongan kepada bawahannya, yang berarti seorang pemimpin harus berani berdiri dibelakang para anggota-anggota dalam organisasi yang telah dipimpinnya untuk mewujudkan tujuan dan prestasi. Pemimpin yang menerapkan konsep ini harus memiliki kemampuan dalam mengarahkan dan mendampingi bawahan dengan efektif. Mereka juga harus memberikan dukungan yang diperlukan dalam mencapai tujuan bersama. Konsep ini mendorong pemimpin untuk menjadi fasilitator dan motivator yang memperhatikan pengembangan individu dan kelompok yang dipimpin. Dengan demikian meskipun pemimpin berdiri di belakang, namun gunanya adalah untuk memberikan daya kekuatan dan dukungan moril untuk memperkuat setiap langkah dan tindakan para pengikutnya. (Dewantara, K.H. 2009.)

Selain dikenal sebagai tokoh pahlawan yang ahli dalam bidang memimpin, Ki Hadjar Dewantara juga dikenal sebagai pahlawan pendidikan. Beliau merupakan pendidik Indonesia terkenal dan pendiri Taman Siswa, merupakan tokoh penting dalam pengembangan pendidikan di Indonesia. Ada beberapa cara pandangan dan penerapan konsep-konsep Ki Hadjar Dewantara dalam upaya meningkatkan kualitas pendidikan di Indonesia. Ki Hadjar Dewantara mempromosikan pendidikan yang holistik dan menyeluruh dengan mencakup perkembangan fisik, kemampuan seni, dan pengembangan spiritual dan moral siswa. Konsep ini memiliki relevansi yang penting dalam konteks pendidikan modern, di mana pendidikan yang komprehensif dan menyeluruh menjadi fokus dalam mempersiapkan generasi muda untuk masa depan. Dalam pendekatannya, beliau mengidentifikasi tiga fase utama dalam pendidikan, yaitu Wiraga, Wirama, dan Wirasa. 

Fase Pendidikan dari Wiraga, Wirama dan Wirasa adalah:

1. Masa Taman Kanak-kanak (Wiraga); Contoh dan Pembiasaan.

Fase pendidikan pertama dalam pemikiran Ki Hadjar Dewantara adalah fase Wiraga. Wiraga mengacu pada pengembangan fisik dan kesehatan siswa. Pendidikan fisik merupakan bagian penting dari pembangunan manusia yang sehat baik secara fisik maupun psikologis. Menurut Ki Hadjar Dewantara, pendekatan pendidikan yang holistik harus memperhatikan pengembangan fisik siswa dengan memberikan akses dan kesempatan untuk berpartisipasi dalam kegiatan olahraga, senam, dan aktivitas fisik lainnya. (Dewantara, K.H. 1922.)

2. Masa Pertumbuhan Jiwa, Pikiran (7 sd 14) atau Wirama; Penjelasan, Pemahaman.

Fase pendidikan kedua dalam pemikiran Ki Hadjar Dewantara adalah fase Wirama. Wirama merujuk pada pengembangan kemampuan dan apresiasi dalam bidang seni. Menurut Ki Hadjar Dewantara, pendidikan yang lengkap harus melibatkan pengembangan dan pemahaman seni sebagai bagian dari pembentukan karakter siswa. Pembelajaran seni seperti musik, tari, lukisan, dan teater memiliki peran penting dalam memperkaya pengalaman dan meningkatkan kreativitas siswa. (Dewantara, K.H. 1922.)

3. Masa Terbentuk Budi Pengerti dan Kesadaran Sosial (14 sd 21) atau Wirasa Berupa Laku, Pengalaman Lahir Batin.

Fase pendidikan ketiga dalam pemikiran Ki Hadjar Dewantara adalah fase Wirasa. Wirasa menekankan pentingnya pengembangan spiritual dan moral siswa. Menurut Ki Hadjar Dewantara, pendidikan yang sukses adalah pendidikan yang dapat membentuk karakter siswa yang berkualitas moral serta memiliki kesadaran dan rasa tanggung jawab sosial yang kuat. Melalui pengembangan nilai-nilai moral, etika, dan agama, siswa akan menjadi individu yang bertanggung jawab dan berkontribusi positif dalam masyarakat. (Dewantara, K.H. 1922.)

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun